Oleh :
H. Albar Sentosa Subari ( Ketua Pembina Adat Sumsel ).
Dan
Marsal ( Penghulu KUA Kecamatan Muara Enim )
Muara Enim,Khatulistiwa news.com-(5/10) Pembicaraan mengenai pembauran Hukum dan Manusia yang menjadi pendukung beroperasi hukum itu membawa kita kepada masalah: apakah yang sesungguhnya merupakan norma di sini?. Hukum itu sendiri atau manusia nya.
Persoalan ini sangat aktual bagi negara kita yang sedang mencari arah pembangunan hukum yang sedang berada transisi ke arah tatanan kehidupan hukum yang lebih stabil.
Ketaatan orang kepada hukum kini menjadi masalah yang menarik perhatian.Bahkan David M.Trubek dari Yale University, untuk melukiskan perubahan sosial yang begitu besar yang dihadapi oleh hukum, sampai sampai menggunakan ungkapan pertanyaan yang dramatis, yaitu Apakah hukum sudah mati (lihat Satjipto Rahardjo,1977).
Bekas para pemuka (orang yang menjadi panutan) akan memberikan kesan yang dalam di masyarakat.Seorang yang berada pada posisi tinggi dalam kedudukan kemasyarakatan memang akan memancing datang nya sorotan yang tajam dari anggota masyarakat nya.Seorang pegawai kecil yang beriseng di kamar kecil mungkin tidak akan memancing perhatian yang demikian besar, seperti kalau keisengan itu kabarnya dilakukan oleh seorang petinggi suatu instansi, suasananya tentu berbeda.
Pepatah phuyang" Semakin tinggi pohon itu, semakin banyak pula ia menampung datang angin".
Dirumuskan lain dapat juga dikatakan, bahwa tingkah laku atau perbuatan sedemikian itu mampu untuk membentuk norma didalam masyarakat
Peranan tingkah laku ini menjadi lebih penting lagi dalam kehidupan hukum negara yang sedang berkembang.Hal ini dapat dihubungkan dengan kultur hukum mereka yang umumnya masih banyak menaruh perhatian pada peranan dari tingkah laku para pemuka masyarakat disitu (catatan disini perlunya ilmu sosial seperti antropologi,hukum adat, yang amat disayangkan dari beberapa perguruan tinggi negeri mata mata kuliah tersebut akan dihapuskan atau setidaknya akan mengurangi bobot SKS nya,sebagai ketua pembina Adat Sumatera menyarankan untuk dapat dipikirkan kembali.Jangan sampai di bawah tak berakar ke atas tak berpucuk).
Di Indonesia sendiri hukum adat kita sering dikarakterisir ke dalam tiga ciri, yaitu konkrit,komun dan kontan.
Ciri kongkrit bahwa norma hukum bagi masyarakat akan lebih berdaya guna apabila dapat dipamerkan.
Sebagai simpulan dapat dikemukkita , bahwa negara yang sedang berkembang seperti Indonesia,maka goyahnya ketaatan orang kepada hukum merupakan satu kenyataan yang harus dihadapi.
Apabila norma norma hukum mulai kehilangan Cengkareng nya terhadap masyarakat nya, maka peranan tingkah laku, terutama dari para pemuka masyarakat menjadi semakin penting sebagai pengganti dari norma norma hukum itu.Peranan tingkah laku terutama para pemuka masyarakat (pejabat), dapat menegaskan petunjuk itu kembali, yang bahkan, seperti dikatakan diatas bobot nya lebih besar dari pada hal yang dilakukan melalui peraturan perundang-undangan.
Kita sudah lama mengenal ungkapan" Katakanlah dengan bunga,", mengapa sekarang kita tidak mulai juga dengan" Katakanlah dengan contoh tingkah laku".
Filsafat masyarakat hukum adat masih relevan dimasa modern.
Prof.Djojodigoeno melalui Prof.Iman Sudiyat,SH, kedua nya Guru Besar Universitas Gajahmada mengatakan hukum adat adalah hukum yang klasik sekaligus modern,hukum adat statis sekaligus dinamis. ,(redaksi)


Tidak ada komentar:
Posting Komentar