BERITA TERKINI

Pakar Ekonom AEPI : APBN Gagal dan Ambyar, Ibarat Pemerintah 'Patah Tulang' Punggung



JAKARTA,Khatulistiwanews.com
 Seiring berjalannya wabah Corona semenjak akhir February 2020 lalu di Indoneisa, nampaknya seakan lini perekonomian pun mulai terpapar setidaknya. Terlebih pasca pada Rabu (6/5) lalu, Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 60 Tahun 2020 pasal 21 ayat 1 tentang Tata Ruang Jabodetabek Puncak-Cianjur (Punjur), notabene tentunya rencana tata ruang 2020-2039, Jakarta masih difungsikan sebagai Ibu Kota Republik Indonesia.

Adapun,"Pusat kegiatan di Kawasan Perkotaan Inti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ditetapkan sebagai pusat kegiatan-kegiatan utama dan pendorong pengembangan Kawasan Perkotaan di Sekitarnya," demikian bunyi Perpres tersebut.

Menanggapi persoalan ekonomi yang kini sarat bergejolak selain imbas korona virus ditambah lagi momentum libur musim lebaran apalagi juga sebelumnya perekonomian juga sempat tidak mencapai target pertumbuhan ekonomi di periode lalu, Pakar Ekonomi, yang juga merupakan pengamat Ekonomi Politik AEPI Salamuddin Daeng berkata,"Nah, nampak kesemua dirancang Oligarki di belakang Jokowi ini gagal. Oligarki tersebut itulah yang membuat Presiden tidak leluasa dalam menjalan visi dan misinya," kata Daeng mencermati.

Soalnya, Kegagalan dalam berbagai proyek di bidang ekonomi, moneter dan keuangan, infrastruktur dan energi, telah bermuara pada APBN gagal ambyar."Lalu kemudian, apa sajakah yang gagal 'ambyar' itu ?," tukasnya.

Berikut inilah, kemuka Daeng, yang merupakan Direktur AEPI menyebutkan satu persatu proyek di bidang ekonomi, moneter dan keuangan, infrastruktur dan energi tersebut diatas, yaitu sebagai berikut ini, yakni : Pertama , Program ambisius 14 paket kebijakan. Dimana tidak ada hasil sama sekali baik makro maupun mikro. Lalu yang Kedua  Proyek ambisius tax amnesty senilai 11 ribu triliun rupiah. Tidak ada tambahan baik obyek, subyek pajak, maupun penerimaan negara.

Kemudian, yang Ketiga  Mega proyek infrastruktur senilai 4500-5000 triliun, kini mangkrak dimana mana, mulai dari gagal diselesaikan, gagal dioperasikan dan gagal menghasilkan keuntungan.
Keempat , Mega proyek listrik 35 ribu megawat, mega proyek kilang minyak, dalam meraih keuntungan kurang berhasil. Dimana proyek akuisisi saham perusahaan tambang asing, malah mewariskan utang BUMN menggunung.

Selanjutnya yang Kelima , Mega proyek kereta cepat jakarta Bandung, LRT, dalam rangka mendukung konglomerasi property di DKI jakarta, Jawa Barat dan Banten. Dan yang terakhir Keenam. Mega proyek ibu kota baru, proyek paling ambisius oligarki property Indonesia.

Demikianlah keenam  proyek di bidang ekonomi, moneter dan keuangan, infrastruktur dan energi yang nampak tidak berhasil target pencapaian alias gagal ambyar menurut Pakar Ekonomi, Salamuddin Daeng menilai.

Lantaran itulah, sambung Daeng mencermati bahwa akibat dari gagalnya proyek ambisius tersebut bermuara kepada 'gagal' APBN."Bakal terjadi APBN gagal bayar utang menumpuk, gagal bayar proyek proyek berjalan. Bahkan bisa gagal bayar gaji dan tunjangan pegawai," imbuhnya.

Ditambah, kemukanya setelah rating utang pemerintah Indonesia diturunkan oleh lembaga pemeringkat internasional, demikian juga dengan utang sebagian besar BUMN.

"Akibatnya pemerintah akan gagal meraih utang yang nilainya sangat ambisius tahun ini yakni mencapai Rp. 1006 Triliun, dalih Perpu No 1 Tahun 2020 dengan alasan hadapi corona. Jika gagal maka APBN akan ambyar. Sementara rencana cetak uang Rp 6000 T dimentahkan oleh Bank Indonsia artinya gagal ambyar," bebernya.

"Jika gagal utang, gagal cetak uang, maka gagal APBN. Semua penerimaan negara kering kerontang akibat penurunan harga minyak dan harga komoditas," cetusnya.

"Maka jika gagal APBN, maka pemerintah akan berhenti atau ngerem mendadak. Apakah ini akan menyebabkan negara berhenti? Atau sekedar presiden berhenti seperti waktu waktu sebelumnya ?," Tandas Daeng.

Sementara, Daeng pun menengarai kalau virus korona ini pun membongkar lemahnya kemampuan Indonesia dalam menghadapi masalah. Dimana Pemerintah tidak memiliki kemampuan keuangan dalam menghadapi wabah.

Secara kasat mata, lanjut Daeng hal tersebut nampak sedari kondisi baik untuk bertahan dari tekanan pelemahan ekonomi, maupun untuk melanjutkan hidup menghadapi wabah corona.

"Ketidakmampuan ekonomi ini akibat salah kelola dalam keuangan negara, dan sektor keuangan pada umumnya, disertai maraknya korupsi, kolusi dan nepotisme dalam seluruh lini ekonomi," paparnya.

"Padahal Virus ini bukan bencana yang menjadi dasar asuransi proyek proyek ambisius pemerintahan. Wabah ini semakin membuat tekanan utang atas proyek proyek mangkrak akan makin membuat 'ngilu atau keseleo', atau bahkan 'patah tulang' Pemerintah," sindirnya.

"Terlebih, saat yang sama baik dari sisi virusnya sendiri belum ada obatnya. Sementara dari sisi keuangan negara, baik APBN, perbankkan dan sektor keuangan, bahkan belum ada resep untuk menyembuhkannya, apalagi obatnya tentu belum ada," tutup Daeng menandaskan pernyataan singkat.(Nico)

Khatulistiwa News Designed by Templateism.com Copyright © 2014

Gambar tema oleh Bim. Diberdayakan oleh Blogger.