BERITA TERKINI

Pigai : Kematian Pelaut WNI , Tanggung Jawab Menko Maritim, Luhut


JAKARTA,Khatulistiwanews.com.
Insiden viral sebuah video yang dipublikasikan oleh media Korea Selatan memperlihatkan jenazah ABK Indonesia dibuang ke laut dari sebuah kapal China, yang dirilis oleh MBC itu diulas oleh YouTuber Jang Hansol di kanalnya, Korea Reomit, pada Rabu (6/5) Kemarin waktu setempat menuai kritikan dan tanggapan.

Dalam Kejadian tersebut, ABK dibuang ke laut ini tertangkap kamera saat kapal ikan Long Xin 605 dan Tian Yu 8 berbendera China berlabuh di Busan, Korea Selatan. Pada video itu, kanal MBC bertajuk, "Eksklusif. 18 jam sehari kerja, jika jatuh sakit dan meninggal, dilempar ke laut".

Dimana, sebuah tangkapan layar dari video yang dipublikasikan media Korea Selatan MBC memperlihatkan, seorang awak kapal tengah menggoyang sesuatu seperti dupa di depan kotak yang sudah dibungkus kain berwarna oranye. Disebutkan bahwa kotak tersebut merupakan jenazah ABK asal Indonesia yang dibuang ke tengah laut oleh kapal asal China.

Di satu sisi, Kapten kapal China menyebut anak buah kapal (ABK) asal Indonesia yang dilempar ke laut sebenarnya dilarung. Pernyataan kapten kapal China itu tercantum dalam situs web Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Kamis (7/5/2020)."Pada Desember 2019 dan Maret 2020, pada kapal Long Xin 629 dan Long Xin 604, terjadi kematian 3 awak kapal WNI saat kapal sedang berlayar di Samudera Pasifik."

"Kapten kapal menjelaskan bahwa keputusan melarung jenazah karena kematian disebabkan penyakit menular dan hal ini berdasarkan persetujuan awak kapal lainnya," demikian yang tertulis di keterangan berjudul "Perkembangan ABK Indonesia yang saat ini berada di Korsel



Natalius Pigai, Aktivis Kemanusiaan mengatakan Kematian WNI Pelaut di Kapal China adalah merupakan Tanggungjawab Luhut Panjaitan Menko Maritim.

"Soalnya, hampir semua aturan aturan internasional dan juga nasional yang mengatur tentang Pelaut (seafarer) bukan tanggungjawab Kemnterian Tenaga Kerja tetapi Kementerian Perhubungan dan tanggungjawab Menko Maritim," demikian kata Pigai berdasarkan rilis pernyataan singkatnya. Jakarta, Kamis (7/5/2020)

Di berbagai landasan hukum international juga nasional telah memberi otoritas, namun menurutnya menduga soal-soal ini diabaikan bahkan tidak diperhatikan."Padahal, secara hukum international Indonesia telah memiliki kekuatan untuk menjamin kepastian bagi pelaut (seafarer) dan kapalnya," tukas Pigai.

Dimana, yaitu, Sejak 1961 Indonesia menjadi Anggota International Maritim Organisations (IMO), International Convention for Safety of Life at Sea (SOLAS), The International Convention on Standards of Training, Certification and Watchkeeping for Seafarers (STCW), Maritime Labour Convention (MLC) 2006, jelas Pigai.

"Untuk Indonesia, Pemerintah RI sudah meratifikasi MLC 2006 dan menjadikannya UU RI dengan disahkannya UU nomor 15 tahun 2016. Berdasarkan fakta bahwa fokus pemerintahan Presiden Joko Widodo adalah sektor maritim dengan program Poros Maritim Dunia-nya," ujarnya.

Oleh karena itu, Sambungnya menyampaikan maka perlindungan terhadap tenaga kerja sektor maritim terutama mereka yang bekerja pada kapal-kapal internasional sangatlah perlu untuk pemantapan, penegakan dan perlundungan pelaut.

Upaya penegakan hak-hak pelaut internasional belum Maksimal diterapkan oleh Pemerintah RI dalam kapasitas sebagai Negara Bendera maupun sebagai Negara Pelabuhan. Selain itu, memerlukan kerja keras Menko Maritim dan Menteri Luar Negeri, jelasnya.

Apalagi soal Tenaga Kerja Pelaut, Keselamatan dan sertifikasi diurus Kementerian Perhubungan berdasarkan Permenhub 40 tahun 2019.

"Oleh karena itu saya mengecam Menko Maritim yang tidak peduli dengan keselamatan Pelaut ( seafarer). Menko Maritim harus bertanggungjawab mengusahakan proses hukum yang adil, ganti rugi yang pantas, dan membuat perjanjian bilateral dengan China, tutupnya.(Nico Jazzi)

Khatulistiwa News Designed by Templateism.com Copyright © 2014

Gambar tema oleh Bim. Diberdayakan oleh Blogger.