Oleh : H. Albar Sentosa Subari, SH.SU. ( Ketua Pembina Adat Sumatera Selatan / peneliti Hukum Adat Indonesia )
: MARSAL ( Penghulu Kecamatan Muara Enim / Pemerhati Hukum Adat ).
Masyarakat Adat Semende yang kita maksudkan disini adalah masyarakat adat yang masih eksis di Sumatera Selatan khususnya di Kecamatan Semende Darat Laut ( SDL), Semende Darat Tengah ( SDT ), dan Semende Darat Ulu ( SDU ). kabupaten Muara Enim.
Masyarakat adat ini di dalam hubungan pergaulan sehari hari masih menggunakan struktur atau boleh disebut sebagai organisasi kemasyarakatan di dalam masyarakat adatnya.
Adapun struktur organisasi keluarga besar ( Afit Jurai ) masyarakat semende terdiri dari dua kedudukan, yang disebut Meraje dan Tunggu Tubang.
Meraje berfungsi sebagai pemimpin keluarga besar ( Afit Jurai ) pimpinan informal yang mengayomi dan melindungi segenap Afit Jurai dengan penuh perhatian dan tanggung jawab.
Meraje memegang kekuasaan yang tertinggi yang harus tetap dipertahankan dengan simbol lambang serta adab masyarakat semende (sebagaimana yang sudah penulis sampaikan pada waktu yang lalu).
Kekerabatan adat Semende di namakan LEMBAGE ADAT SEMENDE MERAJE ANAK BELAI Dalam lembaga adat tersebut yang menjadi kekhususan adalah adanya pengawasan dan bimbingan keluarga terhadap Tunggu Tubang, yang terdiri dari
1. Lebu meraje ( Lebu Jurai ) ialah kakak atau adek laki laki dari Buyut Tunggu Tubang, lebih tinggi kedudukan dan kekuasaannya dalam segala hal, akan tetapi jarang di dapati karena biasanya sampai pada tingkatan jenang Jurai sudah meninggal.
2. Payung meraje ( Payung Jurai ) ialah kakak atau adek laki laki dari Puyang Tunggu Tubang, tugasnya melindungi, mengasuh, dan mengatur Jurai tersebut menurut Agama dan adat Semende.
3. Jenang Meraje ( Jenang Jurai ) ialah kakak atau adek laki laki dari nenek Tunggu Tubang bertugas mengawasi, memberi petunjuk yang telah di gariskan oleh payung Jurai kepada keluarga itu dan melaporkan nya ke Payung Jurai.
4. Meraje ialah kakak atau adek laki laki dari Ibu Tunggu Tubang, tugasnya sebagi orang yang terjun langsung membimbing dan mengasuh anak belai ( Tunggu Tubang ) sesuatu ajaran Agama Islam dan adat Semende .
Tunggu Tubang, selaku pemegang hak tunggu tubang dengan sifat sebagai pemegang hak komunal anggota keluarga ( Afit Jurai ) masing masing untuk dapat dipelihara sehingga bermanfaat bagi anggota keluarga besar. Sebagai simbol keutuhan keluarga walaupun mereka sudah meninggalkan kampung halaman, di bawah pengawasan Meraje.
Di dalam struktur kemasyarakatan adatnya sebagai simbol dibuatlah simbol adat berupa Payung Cahaya: yang berbentuk parasut terkembang di angkasa, yang mengikat lima lambang adat semende dengan tulisan SEMENDE.
Adapun simbul adat Semende ini diberi nama Payung Cahaye Lima Lambang yang terdiri dari :
1. Payung bersegi lima bertulis Adat Sejunjung Sara' ( yang bisa di maknai sebagai simbol ikatan bahwa masyarakat adat semende berpayungkan Rukun Islam yang diambil dari ajaran islam).
2. Gagangnya terbuat dari seruas bambu berbentuk tulang, tempat menyimpan ikan lauk pauk. (illustrasi kenapa yang digambarkan pohon bambu, nyatanya kalau kita menelusuri menuju ke lokasi dimana masyarakat Semende menetap disitu terlihat tumbuh dengan suburnya pohon bambu tersebut sebagai penahan tanah dari erosi).
3.Tali penghubung antara payung dengan beban yang diikat.
4.Lima lambang adat Semende.
5. Pita bertulis SEMENDE.
Kenapa disimpulkan dengan balon udara, penulis memaknai bahwa sifat orang Semende walaupun mereka sudah merantau jauh dari dusun,mereka tetap ingat akan adat nya. (baik lambang, adab maupun dengan fungsi sebagai Meraje ataupun sebagai tunggu tubang). (Redaksi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar