Oleh : Albar S Subari, SH.SU ( Ketua pembina adat Sumatera Selatan )
MARSAL ( Penghulu Kecamatan Muara Enim / Pemerhati Hukum Adat )
Hukum Islam telah ada di kepulauan Indonesia sejak orang Islam datang dan bermukim di nusantara ini.
Menurut kesimpulan seminar masuknya islam ke nusantara yang diadakan di Medan tahun 1963, Islam telah masuk ke Indonesia pada abad pertama Hijrah atau pada abad ke tujuh/ kedelapan Masehi.
Daerah yang pertama didatanginya adalah pesisir Sumatera dengan pembentukan masyarakat islam pertama di Peureulak Aceh Timur dan kerajaan islam pertama di Samudra Pasai, Aceh Utara.
Ketika singgah di Samudra Pasai pada tahun 1345 Masehi, Ibnu Batutah mengagumi perkembangan islam di negeri ini. Ia mengangumi Sultan Al Malik Al Zahir berdiskusi tentang masalah islam dan ilmu fiqh.
Menurut pengembara Arab Islam Maroko itu, selain seorang raja, Al Malik Al Zahir yang menjadi Sultan di Pasei ketika itu ada seorang fukaha yang mahir tentang hukum islam. Yang dianut di kerajaan Pasei pada waktu itu adalah hukum islam yang bermazhab Syafi'i. Menurut Hamka, dari Pasei lah disebarkan faham Syafi'i kekerajaan kerajaan islam di Indonesia.
Dalam proses islamisasi kepulauan nusantara yang dilakukan oleh para saudagar melalui perdagangan dan perkawinan, peranan hukum islam adalah besar sekali.
Ketika seorang saudagar muslim hendak menikah, misalnya, wanita itu diislam kan dulu dan pernikahan nya kemudian dilangsungkan menurut ketentuan islam. Keluarga yang tumbuh dari perkawinan itu mengatur hubungan antar anggota anggotanya dengan kaidah hukum jslam atau kaedah lama yang sesuai dengan nilai nilai islam.
Pembentukan keluarga yang kemudian berkembang menjadi masyarakat islam baru memerlukan pengajaran agama baik untuk anak anak maupun bagi orang dewasa. Secara tradisional, biasanya pelajaran agama diberikan pada waktu itu adalah ilmu kalam, ilmu fiqih, dan ilmu tasawwuf.
Setelah agama islam berakar dalam masyarakat, peranan saudagar dalam penyebaran islam diganti kan oleh para ulama yang bertindak sebagai guru dan pengawal hukum islam. Untuk menyebut sekedar contoh dapat dikemukakan nama Nuruddin ar Raniri yang hidup abad ke 17, yang menulis buku hukum islam dengan judul Sirathal Mustaqim pada tahun 1628.
Menurut Hamka, kitab hukum islam yang ditulis ar Raniri ini merupakan kitab islam pertama disebarkan ke seluruh Indonesia. Oleh Syekh Arsyad Banjarj, yang menjadi mufti di Banjarmasin, kitab hukum Sirathal Mustaqim itu diperluas dan diperpanjang uraiannya dan dijadikannya pegangan dalam menyelesaikan sengketa antara ummat islam didaerah Banjar. Di daerah kesultanan Palembang dan Banten diterbitkan pula beberapa kitab.
Dalam rangka pembicaraan kedudukan hukum islam dalam sistem hukum indonesia, pada tahun 1950 dalam konperensi kementerian kehakiman di sala tiga, Profesor Hazairin telah mengemukakan pandangan beliau mengenai masalah hubungan hukum islam dan hukum adat yang dapat kita kutip sebagai berikut. Hukum agama masih terselib di dalam hukum adat yang memberikan tempat dan sandaran kepada nya, tetapi sekarang kita lihat hukum agama itu sedang siap untuk membongkar dirinya dari ikatan adat.
Pendapat beliau di atas merupakan reaksi dari teori teori yang dibuat oleh para ilmuan orintalis teutama mengenai teori " resepsi" yg disampaikan Snouck Hurgronye, yang mendalami bahasa Arab dan hukum islam di timur tengah.
Teori Hazairin itu mengatakan bahwa apa yang disampaikan mereka sangat menyesatkan (teori iblis). Terakhir teori beliau dijabarkan lebih luas oleh bapak Sayuti Thalib, SH hb dengan disebutnya Receptio a contrario.(Redaksi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar