Oleh :
H. Albar Sentosa Subari ( Ketua Pembina Adat Sumsel ).
Dan
Marsal ( Pemerhati Hukum Adat Indonesia )
Muara Enim, Khatulistiwa News (19/03) Tulisan ini ingin mencoba menelusuri sejarah perkembangan MARGA di Sumatera Selatan.
Karena bahasan nya cukup panjang kalau mau bermula dari Makna Marga sebagai kesatuan masyarakat hukum adat yang berdasarkan geneologis, kalau istilah Van Royen yang dikutip oleh Prof.H. Amrah Muslimin SH dengan istilah MARGA tahap awal, dimana bermula dari komunitas manusia yang mengembara, tentu tidak mungkin, karena terbatas pada waktu dan ruang artikel.
Kita hanya bermula dari penghapusan sistem pemerintahan marga melalui SK Gubernur Sumatera Selatan no. 142/KPTS/III/1983, tanggal 24 Maret 1983.
Dokumen kita ambil dari himpunan berupa buku berjudul Marga Tinjauan Historis dan Prospektif. Yang diterbitkan oleh Dewan Penasihat Pembinaan Adat Istiadat Sumatera Selatan tahun 2005, yang diterbitkan oleh Penerbit Universitas Sriwijaya.
Bermula dari Surat Dewan Penasehat Pembinaan Adat Istiadat Sumatera Selatan nomor 84/DPPASS/2004 tanggal 2 Januari 2004. Perihal Persiapan Kembalinya Sistem Pemerintahan Marga.
Surat tersebut ditujukan kepada Gubernur Sumatera Selatan. Tanggal 2 Juni 2004.
Terbit surat tersebut karena diberlakukannya UU no 22 tahun 1999, yang menggantikan UU no.5 tahun 1979.
Pada tanggal 23 Juni 2002 berkonsultasi dengan Direktur Otonomi Daerah dari Departemen Dalam Negeri, bapak Drs. Darjo, beliau mengatakan Kalau Desa tidak sama dengan Marga di Sumatera Selatan, berarti Undang Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Desa belum mencapai sasaran.
Dalam konsideran Keputusan Gubernur Sumatera Selatan Nomor 150/KPTS/III/2004, guna menyaring perlu dilakukan antara lain.
a. Seminar dan lokakarya adat istiadat pada tanggal 30 April-1 Mei 2003.seluruh Bupati dan walikota diundang, namun tak satupun yang hadir.
b. Rapat kerja Bupati dan walikota se Sumatera Selatan di Palembang pada tanggal 28-29 Januari 2004.Saat pembahasan Pemerintahan Marga, hanya Bupati Muaraenim yang menyatakan setuju, sedangkan Bupati dan walikota yang lain tidak ada yang memberikan tanggapan setuju atau tidak mengenai mengembalikan sistem Pemerintahan Marga dimaksud, lihat pada halaman 169.
Dalam rangka pelaksanaan UU no 22 tahun 1999, Dewan Penasihat Pembinaan Adat Istiadat Sumatera Selatan menugaskan wakil ketua dan beberapa pengurus studi banding ke Sumatera Barat dari tanggal 2 s/d 12 Februari 2002 dengan Surat Tugas dari Gubernur Sumatera Selatan tanggal 30 Januari 2002 nomor 3431/ST/KDH/2002.
Dan hasilnya sudah dilaporkan ke Gubernur Sumatera Selatan dengan surat 6 Mei 2002 nomor 07/DPPASS/2002 dan nota dinas Kepala Biro Otonomi Daerah Provinsi Sumatera Selatan dan direkomendasikan dengan nota dinas wakil Gubernur bidang pemerintahan dan kesra tanggal 12 Juni 2002.
Di dalam beberapa raker dan lokakarya juga ditampilkan beberapa pendapat para ahlinya antara lain adalah
- Prof. H.Amrah Muslimin, SH
- Prof. Mr. Makmoen Soelaiman
- Prof. Dr. Selo Soemardjan guru besar sosiologi UU
- Prof. Dr. H. Syahmunir AM,SH ,guru besar hukum adat di Universitas Andalas.
- Prof. Dr. Waspodo.
Akhir dari semua itu sebelum keluar UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Sempat keluar Keputusan Gubernur Sumatera Selatan Nomor 438/KPTS/II/2003 tanggal 21 Agustus 2003 tentang Panitia Persiapan Kembalinya Sistem Pemerintahan Marga.
Namun sampai saat keluar UU Nomor 6 tahun 2014 Panitia Persiapan Kembalinya Sistem Pemerintahan Marga belum terwujud.
Bahwa tugas dari Panitia tersebut adalah
a. Mensosialisasikan UU no 22 tahun 1999 dan hasil seminar dan lokakarya adat istiadat pada tanggal 30 April-1 Mei 2003
b. Melakukan penelitian mengenai kesiapan di kabupaten
c. Inventarisasi tanah tanah Marga.
d. Mengadakan konsultasi dengan Pemda dan DPRD kabupaten.
e. Usaha usaha lain yang terkait dengan sistem pemerintahan marga
f. Perlu dijaga agar jangan timbul gejolak dalam masyarakat, melainkan harus dilakukan dengan Arif dan bijaksana, agar semua pihak dapat keuntungan dan tidak ada pihak yang dirugikan.
Seiring dengan perkembangan zaman pada tanggal 15 Januari 2014 keluarlah UU nomor 6 tahun 2014 tentang Desa.
Tentu semua ini memerlukan proses penyesuaian kembali akibat regulasi perundangan undangan dan harmonisasi Perundangan undangan lainnya.
Cuma harapan masih diharapkan kalau jadi revisi UI Pembentukan Provinsi Sumatera Selatan yaitu Undang-undang nomor 25 tahun 1959. Kalau memungkinkan bisa ditambahkan pasal mengenai Kesatuan Masyarakat Hukum Adat di Kabupaten kota se Sumatera Selatan.
Yang sekarang sedang disusun Naskah Akademik nya. Setelah melalui beberapa kegiatan tim ahli DPR RI komisi 2 berkunjung dan berdiskusi dengan pihak pihak yang berkompeten.
Pada tanggal 21 Februari 2022 tim sudah dialog dengan Ketua Pembina Adat Sumatera Selatan.(Redaksi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar