BERITA TERKINI

Piutang BLBI Jangan Ulang Kebobrokan BPPN Masa Lalu, Sebaiknya Satgas BLBI Menilai Aset Obligor Disita Masuk Kas Negara Wajib Tunai

 



JAKARTA, Khatulistiwa news (02/04) - Sekjen Gerakan Hidupkan Masyarakat Sejahtera (HMS), Hardjuno Wiwoho angkat bicara seraya mengkritik pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengenai nilai aset yang obligor dan debitur Bantuan Likuiditas Bank Indonesia ( BLBI ). 


Lantaran itulah, Aset obligor BLBI yang disita belum bisa dinyatakan nilainya sebelum benar - benar dijual menjadi uang tunai dan masuk ke kas negara.


Menurut Hardjuno bahwa aset obligor BLBI yang disita belum bisa dinyatakan nilainya sebelum benar-benar dijual menjadi uang tunai dan masuk kas negara. 


Jikalau dinyatakan telah menyita sebanyak 19,9 juta meter tanah lalu nilainya Rp19 triliun, ini saya kira tidak elok dikeluarkan oleh menteri yang mengerti hukum." Aset itu kan belum dijual, belum jadi uang cash untuk membayar ganti rugi utang mereka yang nilainya sudah jelas itu," kata Hardjuno kala diskusi "Quo Vadis BLBI" di Yogyakarta, Sabtu (02/04)


Semtara, Menkopolhukam Mahfud MD menyatakan Satgas BLBI telah menyita aset senilai Rp19 triliun dari para obligor BLBI. 


" Sampai saat ini, Satgas BLBI sudah berhasil menyita aset tanah seluas 19.988.942,35 (19,9 juta) meter persegi yang kalau dinilai dengan uang seluruhnya dengan perhitungan konservatif dengan hitungan rata-rata sebesar Rp19.134.633.815.293 (Rp19 triliun)," ujar Mahfud kemarin pada Jumat (01/04). 


Menurut Hardjuno, klaim Mahfud MD bahwa Satgas telah menyita aset obligor sebanyak 19 juta meter dengan perhitungan rata-rata nilainya Rp19 triliun adalah pernyataan berbahaya dan berimplikasi hukum. Aset sitaan, bukanlah sitaan tunai dan belum masuk kas negara, hngga belum bisa dihitung. 


Hal serupa pernah dilakukan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang keliru dalam memerkirakan nilai aset sebagai nilai pembayaran utang. Sebab, setelah dijual nilai tunai hanya 5% dari perkiraan. "Ingat BPPN menerima aset lalu sudah dikatakan nilainya sekian-sekian, utang obligor lunas, dikasih SKL (Surat Keterangan Lunas). Ternyata setelah dijual nilainya hanya 5% dari perkiraan. Ini siapa yang tanggung jawab? Seharusnya bisa disebut sebagai korupsi karena rugikan negara, ini kesalahan fatal yang jangan diulang lagi," ujarnya.


lanjutnya menyarankan agar Satgas tidak menilai valuasi aset seperti tanah yang disita, karena bisa saja nilainya digelembungkan. 


" Yang harus dinilai adalah ketika aset tersebut sudah dijual dan hasil penjualannya disetorkan ke kas negara sebagai pengembalian kerugian negara," terang Sekjen Gerakan HMS itu

 

Jadi angka klaim Satgas BLBI sudah sukses menyita aset sebesar Rp19,1 Trilliun itu hanyalah angka perkiraan yang cenderung kosong melompong. Tanah-tanah sitaan yang dulu diklaim Rp9,8 triliun itu dan sekarang tambah lagi ini, kita perkirakan jika dilelang nilainya tak lebih dari Rp1-2 triliun," kata Hardjuno. 


Satgas BLBI harus menghentikan klaim-klaim nilai rupiah terkait nilai aset sitaannya dan menunggu sampai aset tersebut dilelang menjadi uang rupiah dan masuk kas negara. 


"Simpel saja, tidak usah jadi klaim-klaim politik. BLBI ini perkara sederhana, orang berutang ya harus bayar sesuai utangnya. Sederhana jangan diperumit dengan angka-angka yang tidak berdasar," kata Hardjuno. 


Untuk diketahui Satgas BLBI menyatakan akan mengejar total utang obligor BLBI nakal sebesar Rp110 triliun. Sampai saat ini Satgas BLBI melakukan penyitaan sejumlah aset tanah para obligor dan belum dilelang.(Niko) 

Khatulistiwa News Designed by Templateism.com Copyright © 2014

Gambar tema oleh Bim. Diberdayakan oleh Blogger.