Oleh:
Dr. H. Syarif Husain, S.Ag. M.Si ( Widiyaiswara Madya BDK Palembang )
Dan
MARSAL ( Penghulu KUA Kecamatan Muara Enim )
Muara Enim, Khatulistiwa news (06/05) Pertama tama Marilah kita senantiasa bersyukur kepada Allah atas nikmat yang telah dianugerahkan kepada kita, Shalawat dan salam semoga tercurah kepada nabi Muhammad Saw., beserta keluarga dan sahabatnya serta kepada para pengikutnya yang setia dan ta’at kepadanya hingga Yaumil Aakhir.
Bulan suci Ramdhan telah berlalu, hari-hari yang penuh rahmat,berkah, dan maghfirah telah pergi meninggalkan kita. Bulan Ramadhan yang sering kita rindukan kehadirannya telah hilang dan kita tidak pernah tahu apakah kita akan bertemu lagi atau tidak,dengan Ramadhan yang akan datang? Namun tetap kita berharap kepada Allah, agar bulan yang telah hadir dengan janji dari Ilahi
pelipatgandaan pahala, penekankan pengendalian hawa nafsu, serta
momen untuk menumpuk amal shaleh, dapat dipertemukan kembali
pada tahun-tahun yang akan datang. Aamiin. Kini, saat ini, kita telah
memasuki bulan Syawwal.
Kaum muslimin rahimakumullah,
Allah Swt. telah menganugerahkan berbagai kemurahan-Nya di
bulan suci Ramadhan, karena memang dengan Qudrat dan Iradat-Nya
Allah melebihkan bulan Ramadhan di atas bulan lainnya,
sebagaimana Allah melebihkan hari Jum’at di atas hari-hari lainnya,
atau melebihkan sepertiga malam terakhir di setiap malam dibanding
waktu-waktu lainnya. Allah berkeinginan agar hamba-hamba-Nya
mau dan mampu memanfaatkan kemurahan tersebut untuk amal
shaleh serta menjadi hamba-hamba-nya yang pandai bersyukur atas
karunia tersebut.
Kemudian Allah mengingatkan hamba-hamba-Nya dengan bulan
Ramadhan terhadap mereka yang sering lalai, serta selalu sibuk
dengan urusan duniawi. Hamba-hamba-Nya yang senantiasa terlena
dengan aktivitas dirinya sendiri. Sementara kegiatan yang diniatkan
untuk peningkatan amal shaleh dan ibadah kepada Allah, ia anggap
tidak penting, dilalaikan dan bahkan sering dilupakan. Allah
menyindir mereka dengan bulan Ramadhan agar mereka sadar, dan
apabila dengan sindiran Ramadhan masih juga tidak sadar berarti
mereka benar-benar telah rugi karena perbuatannya sendiri.
Perhatikan hadits Rasulullah Saw. dalam riwayat Imam Tirmizi:
Yang Artinya :
Dan celakalah seseorang, bulan Ramadhan menemuinya
kemudian keluar (berpisah dengan Ramadhan) sebelum ia mendapatkan ampunan.
Selama bulan suci Ramadhan, dengan penuh semangat kita
pupuk dan kita tambah terus pundi-pundi amal shaleh dengan
berbagai ibadah, baik ibadah wajib maupun sunnah, ibadah mahdhah
maupun ibadah ghairu mahdhah. Maka pada bulan Syawwal ini
pertahankanlah amal ibadah yang sudah kita bina selama bulan
Ramadhan tersebut, bahkan harus kita tingkatkan di bulan Syawal ini.
Menurut sebagian ulama bahwa makna Syawal adalah meningkat,
naik, atau pasang. Maka pada bulan Syawal ini amal kita naik dan
meningkat hasil peribadatan kita selama bulan Ramadhan. Insya
Allah.
Janganlah kita seperti hamba-hamba Allah yang disindir melalui
firman-Nya:
Yang artinya :
Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang
menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi
cerai berai kembali.
Kaum muslimin rahimakumullah,
Rasulullah Saw, selalu mewanti-wanti kita sebagai umatnya,
agar jangan menjadi orang yang diumpamakan Allah dalam alQur’an menenun dengan susah payah, memintal benang menjadi
kain, namun manakala benang tersebut sudah menjadi kain lalu
diudar kembali. Itulah pekerjaan yang sia-sia, ia menjadi orang yang
bangkrut, kembali ke titik nol bahkan merugi. Kita sudah susah
payah menumpuk pundi-pundi amal selama bulan suci Ramadhan,
tapi disaat amal sudah berhasil kita kumpulkan, lalu kita melakukan
pelanggaran dan kemaksiatan kepada Allah, maka habislah, sirnalah
dan lenyaplah amal tersebut, dia hanya mendapatkan kesia-siaan
belaka.
Perihal ini pulalah yang disindir oleh Rasulullah Saw. dalam
sabdanya yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:
Rasulullah bersabda: Tahukah kamu, siapakah yang dinamakan
orang yang bangkrut? Sahabat menjawab: Orang yang bangkrut
menurut kami ialah orang yang tidak punya dirham (uang) dan tidak
pula punya harta benda. Sabda Nabi: Sesungguhnya orang yang bangkrut dari umatku adalah orang datang dihari kiamat membawa
shalat, puasa dan zakat. Dia datang tapi pernah mencaci orang ini,
menuduh (mencemarkan nama baik) orang ini, memakan (dengan
tidak menurut jalan yang halal) akan harta orang ini, menumpahkan
darah orang ini dan memukul orang ini. Maka kepada orang tempat
dia bersalah itu diberikan pula amal baiknya. Dan kepada orang ini
diberikan pula amal baiknya. Apabila amal baiknya telah habis
sebelum hutangnya lunas, maka, diambil kesalahan orang itu tadi
lalu dilemparkan kepadanya, sesudah itu dia dilemparkan ke neraka
(HR. Muslim).
Orang tersebut menjadi bangkrut, karena walaupun datang dengan membawa amal seperti shalat dan puasa, namun menzalimi
orang lain, merampas hak orang lain, maka kesalahan orang yang pernah ia zalimi ditimpakan pula kepadanya, maka jadilah ia orang
yang bangkrut bahkan menjadi orang celaka. na’udzubillah.
Selama bulan Ramadhan kita meningkatkan amal, maka pertahankanlah jangan lagi mencederai orang lain, menyakiti orang
lain. Jauhi persengketaan, hindari saling tuduh, saling fitnah, saling caci, saling merendahkan. Bersihkan hati dan pikiran dari perbuatan dosa. Pertahankanlah kesucian batin yang telah kita raih sewaktu beraktivitas selama bulan suci Ramadhan yang berakhir pada hari
raya Idul Fitri. Sudahkah kita terbebas dari tindakan menyakiti orang lain?
Seberapa ikhlas kita menginfakkan sebagian harta kekayaan kita
untuk di luar kepentingan kita? Seberapa semangat kita beribadah dibanding semangat kita melakukan aktivitas dunia? Munculkanlah pertanyaan-pertanyaan tersebut sampai kita menyadarinya, untuk
bahan introspeksi ke dalam diri kita masing-masing.
Mengubah cara pandang bahwa kerugian yang sebenarnya
bukanlah persoalan harta, melainkan amal ibadah. Amal ibadah tak
bernilai apa-apa, kecuali diikuti dengan amal sosial. Apalah artinya
pahala menggunung apabila tidak diikuti dengan akhlak yang baik. Baiknya pemahaman agama seseorang dibuktikan dengan baiknya
akhlak dan perilaku terhadap sesama. Rasulullah pernah menekankan bahwa kebanyakan yang menjadikan manusia masuk surga adalah
takwa kepada Allah dan akhlak yang mulia.
Baiknya hubungan vertikal kepada Allah Swt, harus dipadu dengan hubungan horizontal kepada sesama makhluknya. Keindahan
Islam terlihat dari keagungan akhlak para penganutnya. Mereka yang
dilembutkan hati dan perasaannya, terbuka untuk menerima Islam
dan merealisasikannya dalam kehidupan nyata. Semoga kita menjadi
orang-orang yang beruntung dengan amal ibadah dan dijauhkan dari kebangkrutan amal yang sia-sia. Aamiiin.(Redaksi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar