Oleh :
H. Albar Sentosa Subari ( Ketua Pembina Adat Sumsel ).
Dan
Marsal ( Pemerhati Sosial dan Hukum Adat Indonesia )
Muara Enim,Khatulistiwa news (15/06) Sedang menjadi perbincangan yang hangat berkaitan dengan berdiri nya rumah makan ataupun warung yang bermenukan " Rendang Padang berlebel " Babiambo" yang berlokasi di Jakarta.
Tentu saja akan mendapatkan tanggapan masyarakat umum, khusus masyarakat Minangkabau Sumatera Barat.
Dari sisi masyarakat umumnya tentu ada yang pro dan kontra.
Artikel kita seperti judul di atas hanya akan menyoroti secara nilai nilai budaya masyarakat Minangkabau Sumatera Barat , yang tentunya mereka sangat keberatan dan sangat menyinggung berat , karena mereka memiliki budaya khas yang sudah kita kenal mendunia yaitu " Masakan Padang'.
Adat budaya masyarakat Minangkabau erat sekali hubungannya dengan agama Islam, sebagaimana terungkap dalam philosofi mereka yaitu Adat bersandi Syara' , Syara' bersandi Kitabullah. ( Baca Al Quran).
Sehingga jelas sebagai tolok ukurnya adalah apakah makanan itu haram atau halal sudah diatur dalam Al Qur'an.
Kemarahan atas peristiwa di atas dengan adanya warung Babiambo akan menyulut masyarakat Minangkabau , sebagaimana disuarakan oleh Gubernur, Ketua MUI baik Propinsi maupun di Pusat.
Dan tidak ketinggalan juga keberatan tersebut disuarakan oleh Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM).
Selaku Ketua Pembina Adat Sumatera Selatan sangat mendukung rencana Pemerintah Propinsi Sumatera Barat, untuk memberlakukan sertifikasi HALAL khusus nya untuk masakan Minang, yang dikeluarkan oleh Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau baik yang berada di Sumatera Barat maupun cabang cabangnya di seluruh Indonesia.
Karena secara fakta ada juga rumah atau warung yang menggunakan identitas khusus Masakan Minang, yang pengelolaannya ataupun pemiliknya tidak berkaitan dengan suku Minangkabau.
Sehingga perlu di identifikasi dan inventarisasi rumah ataupun warung berlebel yang menggunakan identitas khusus Masakan Minang.
Sebab setiap konsumen yang akan membeli dan mengkonsumsi makanan tersebut pasti dan yakin tidak ada unsur unsur yang bertentangan dengan syariat Islam dan nilai budaya masyarakat Minangkabau khususnya.
Malah yang sangat disayangkan bagi kelompok kelompok tertentu membanding bandingkan dengan kasus kasus yang tidak ada relevansinya dengan jenis makanan yang dimasak ataupun diolah oleh etnis etnis tertentu. Tentu saja ini tidak akan menyelesaikan masalah , malah akan menimbulkan pertentangan sesama warga masyarakat Indonesia yang ber Ketuhanan Yang Maha Esa.
Apa yang dimaksud dengan adat bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah.
Jauh sebelum memeluk agama Islam, masyarakat Minangkabau sudah dikenal sebagai masyarakat adat. Adat yang terpakai pada waktu itu, bukan lah adat bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah, seperti sekarang, melainkan adat bersendi alur, alur bersendi patut dan mungkin artinya layak, senonoh baik, pantas dan selaras. Patut merupakan perkiraan keadaan, pertimbangan, rasa dan daya pikir
Adat ini telah merupakan tiang yang memperkuat berdirinya masyarakat Minangkabau pada waktu itu. Pada waktu agama Islam masuk ke Minangkabau, masyarakat merasa bahwa adat bersendi alur, alur bersendi patut dan mungkin tidak bertentangan dengan agama Islam.
Usaha usaha menyesuaikan ajaran agama Islam ke dalam tata kehidupan beradat masyarakat Minangkabau telah dimulai sejak masyarakat Minangkabau menerima ajaran Islam sebagai agama mereka, yaitu sejak berdirinya kerajaan Pagaruyung. Perkembangan agama itu mula mula secara evolusi, namun kemudian secara revolusi dengan pecahnya perang Padri.
Pada permulaan perpaduan ajaran agama Islam itu lahir pepatah adat bersendi syarak, syarak bersendi adat. Kemudian dalam musyawarah Bukit Marapalam pada zaman Pari, perpaduan adat dan agama dipertegas dengan mengatakan adat bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah . Inilah sampai sekarang menjadi peraturan hidup sehari hari masyarakat Minangkabau.
Seperti dikatakan pepatah adat;
Si Amat mandi ka luak
Luak Parigi paga bilah
Bilah bapilah kasadonyo
Adat bersendi syarak
Syarak bersendi kitabullah
Sanda manyanda kaduonyo
Pinang masak Bungo bakarang
Timpo manimpo salaronyo
Jatuah baserak daun sunghkai
Tiang tagak sandi datang
Kokoh mengokoh kaduonyo
Adat Jo syarak takkan bacarai.(Redaksi)


Tidak ada komentar:
Posting Komentar