Oleh :
H. Albar Sentosa Subari ( Ketua Pembina Adat Sumsel ).
Dan
Marsal ( Pemerhati Sosial dan Hukum Adat Indonesia )
Muara Enim, Khatulistiwa news (17/01)- Adapun jenis jenis konflik dalam bidang kesehatan antara lain.
1. Tenaga kesehatan berhadapan dengan pasien.
Jenis konflik antara lain tenaga kesehatan dengan pasien ini yang paling banyak terjadi. Kebanyakan penyebab adalah merasa tidak puas terhadap pelayanan yang disebabkan oleh informasi tentang penyakit dan proses pengobatan dan perawatan yang dialami, kurang cepat dan tepat pelayanannya, perilaku tenaga kesehatan yang kurang ramah atau sopan. Di sini pentingnya pembagian kerja yang baik dan adil antara dokter dan perawat.
Kalaborasi antara dokter dan perawat akan terjalin baik bila tingkat keahlian seimbang. Misalnya level dokter dan Nets memiliki bekal keilmuan yang tidak jauh berbeda. Saat ini kebanyakan lulusan Nets sudah ada di ruang rawat inap. Dokter spesialis seharusnya tidak perlu ragu untuk memberikan kewenangan lebih kepada Ners yang notebene lulusan S1 profesi untuk menjelaskan proses pengobatan dan keperawatan. Nets dengan kemampuan memahami patofisiologi , farmakologi, proses diagnostik dan prognosa penyakit dengan baik, akan mampu memberikan penjelasan yang sempurna tentang penyakit kepada pasien dan keluarga nya. Perubahan kemampuan perawat ini , sebenarnya sudah dinantikan masyarakat. Masyarakat juga semakin kritis dengan melihat para dokter spesialis yang memiliki beban kerja yang tinggi, sehingga tidak ada waktu untuk menjelaskan pada saat kunjungan pasien.
Bahkan prediksi waktu kesembuhan dan kepulangan seharusnya dapat dilakukan oleh seorang perawat yang profesional. Kepulangan pasien seharusnya sudah mulai diputuskan oleh seorang perawat seperti di negara negara Eropa atau USA. Mengingat perawatlah yang 24 jam memahami kondisi pasien. Di samping itu perawat memiliki tugas pokok yang meliputi bio-psiko-spiritual dalam menangani kesembuhan dan pemulihan pasien. Alangkah baiknya kalo ada kebijakan khusus kapan seseorang perawat boleh memulangkan pasien dengan catatan perawat mampu menjamin kondisi biologi/fisiologi sudah stabil, sosiologis tidak ada masalahnya dengan keluarga dan masyarakat, dan spiritual nya mantap. Seorang perawat yang sudah ahli, akan meringankan beban kerja dokter, karena perawat akan tahu dan mengerti kapan harus dirawat sendiri dan kapan harus berkolaborasi dengan dokter. Kondisi ini menurunkan beban biaya rumah sakit yang harus dikeluarkan dan beban jasa bagi pasien atau keluarga nya.
2. Tenaga kesehatan berhadapan dengan tenaga kesehatan.
Jenis konflik ini sebenarnya jarang terjadi, karena porsi kerja tiap jenis tenaga kesehatan mudah dibedakan.
Tiap tenaga kesehatan memiliki wewenang dan otoritas masing masing. Konflik akan terjadi bila suatu profesi merasa otoritas atau kewenangan nya diusik atau dikurangi oleh intervensi profesi lain. Cara menyelesaikan konflik ini lebih cepat bila duduk bersama dari profesi yang terlibat untuk mengkaji ulang, apa tanggung jawab dan otoritas masing masing profesi, dimana areal abu abu dan mana areal yang jelas.
3. Institusi kesehatan berhadapan dengan tenaga kesehatan.
Seperti rumah sakit dengan tenaga kesehatan jaringan terjadi. Walaupun sebenarnya ada kejadian yang harus perlu dibuat lebih detail. Konflik tenaga perawat atau dokter dengan fasilitas kesehatan seperti rumah sakit sering terjadi, tapi khusus individu sehingga dianggap masalah pribadi dokter atau perawat. Hal ini disebabkan para tenaga kesehatan melihat bahwa telah terjadi ketidak beresan para manajer rumah sakit dalam mengatur dan memberdayakan tenaga kesehatan dengan baik.
Kasus ini sering muncul karena suasana kerja yang kurang jelas dalam pembagian beban kerja. Kebiasaan senior menganggap tenaga baru merupakan orang yang memiliki berlebihan sehingga tumpukan beban pantas untuk mereka.Tindakan yang rasional adalah para tenaga baru akan melakukan rasionalisasi antara beban kerja dengan upah yang didapat. Mereka akan bertambah frustasi bila melihat senior bersikap dengan mudah melakukan bullying untuk dan cara memperlakukan junior. Bagi tenaga baru akan melakukan respon diam dan langsung mengundurkan diri atau melakukan kritikan, menunggu jawaban dan mengundurkan diri. Bagi yang berani akan mengkritik kepada manajer rumah sakit.
Tujuan tenaga baru mengkritik biasanya adalah menggairahkan suasana kerja yang profesional, dan ilmiah serta kondusif. Akan tetapi, para senior menganggap kritik adalah ancaman atas kemapanan sehingga dianggap tidak ada. Inilah jadinya drop out tenaga baru tidak tertahankan.
4. Institusi kesehatan berhadapan dengan pasien/keluarga/masyarakat.
Kasus seperti ini sering dan sudah lama yang akan terus ada disetiap fasilitas kesehatan. Pasien selalu ingin diperlakukan bak bos yang ingin diperhatikan dan dipenuhi kebutuhan nya setiap detik. Ingin ditemani perawat atau dokter setiap dibutuhkan. Ingin dilayani seperti layaknya yang diterima di hotel dengan fasilitas yang memanjakan. Kasus mudah dan sederhana yang akan diselesaikan tanpa banyak melibatkan banyak pihak. Bila komplain pasien yang sifatnya mudah muncul segera ditangani dan diselesaikan, maka akan selesai dengan memuaskan. Akan tetapi bila pasien ikut membawa keluarga/masyarakat agar terlibat dalam kasus yang sedang dialaminya dengan tenaga kesehatan dan atau institusi kesehatan akan berjalan panjang dan ruwet.
Jenis konflik yang melibatkan orang lain akan menambah kompleks permasalahan yang sedang terjadi. Hal ini terjadi karena kebiasaan keluarga/masyarakat ingin membawa setiap masalah ke ranah hukum yang lebih tinggi yaitu pengadilan. Walaupun mereka tau masalah nya akan memakan waktu lama dan biaya besar.
Bila suatu masalah dapat diselesaikan secara kekeluargaan, maka masih dalam ranah etika.
5. Institusi kesehatan berhadapan dengan institusi kesehatan.
Ini jarang sekali terjadi, dimana kebanyakan disebabkan oleh faktor nonteknis atau miskomunikasi, sehingga sering menimbulkan kesalahpahaman yang tidak tuntas dan saling mencurigai antar instansi kesehatan. Faktor tersebut misalnya keterbatasan fasilitas kesehatan dan ketidakmampuan atau kurang keahlian tenaga kesehatan secara kuantitatif maupun kualitatif, atau kefanatikan tentang tingkat prestasi rumah sakit yang tinggi yang dipaksakan manajer kepada tenaga kesehatan. Kedua penyebab utama tersebut sulit diatasi bila tidak ada kemauan yang kuat untuk mengatasi nya. Fasilitas akan mudah ditutupi bila sudah ada finansial yang mencukupi. Keahlian tenaga kesehatan merupakan suatu kekurangan institusi yang agak lama mengatasi nya. Hal ini disebabkan mendidik keahlian butuh waktu lama dan biaya yang tidak sedikit.
Konflik antar institusi akan saling menurunkan kredibilitas. Suatu institusi kesehatan akan naik derajat nya di masyarakat bila memiliki tenaga kesehatan yang cukup yang memiliki kompetensi sesuai dengan yang diinginkan.
Sebaliknya bila kompetensi tenaga kesehatan kurang baik maka akan menurunkan status mutu layanan fasilitas kesehatan. Di samping itu, kelengkapan sarana dan prasarana juga akan menentukan konflik antara institusi pelayanan. Untuk saat ini statis prestasi dan kredibilitas juga akan ditentukan oleh kemampuan menerapkan teknologi informasi yang dapat mempermudah layanan pasien. Cara registrasi dan pemilihan ruang rawat inap serta jenis pengobatan dan perawatan melalui internet atau handphone akan menjadi pilihan utama pasien saat ini.
Untuk mengurangi konflik yang terjadi secara diam diam antar fasilitas adalah dengan membentuk jaringan rujukan yang baik dan jaringan konsultasi yang aksesnya tahan lama. Kredibilitas dan prestasi setiap instansi pelayanan akan baik, ditandai oleh banyak nya pasien yang datang BOR di atas 70 persen.
Jarang melakukan rujukan kritis, angka kematian rendah, tidak ada kasus kematian pasien akibat cidera/jatuh dan angka infeksi nosokomial yang rendah serta terakreditasi A oleh Kars dan nilai inspektorat wajar tanpa pengecualian.(Redaksi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar