N
Oleh :
H. Albar Sentosa Subari ( Ketua Pembina Adat Sumsel ).
Dan
Marsal ( Pemerhati Sosial dan Hukum Adat Indonesia )
Muara Enim, Khatulistiwa news (10/07) - Mediasi merupakan satu bentuk alternatif penyelesaian sengketa, di samping yang sudah ada kita kenal selama ini seperti melalui pengadilan.
Mediasi telah berkembang sejalan dengan tumbuhnya keinginan menyelesaikan sengketa secara cepat dan murah ( prinsip di dalam Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana) serta dapat memuaskan para pihak yang bersengketa.
Filosofi yang dikandung dalam menyelesaikan perselisihan di dalam mediasi, bahwa manusia secara lahiriah tidak menginginkan dirinya bergelimang konflik dan persengketaan dalam rentang waktu yang lama.
Manusia berusaha untuk menghindari dan keluar dari konflik, meskipun konflik atau sengketa tidak mungkin dihilangkan dari kenyataan kehidupan sehari-hari.
Pencarian pola penyelesaian sengketa terus dilakukan manusia, dalam rangka memenuhi fitrah nya untuk hidup damai, aman, adil dan sejahtera.
Kita tidak dapat menafikan keberadaan lembaga peradilan, merupakan salah satu lembaga Penyelesaian sengketa yang berperan selama ini. Namun beberapa kasus putusan yang diberikan pengadilan belum mampu membuat kepuasan dan keadilan bagi kedua belah pihak - para pihak yang bersengketa. Putusan pengadilan cenderung memuaskan satu pihak dan tidak memuaskan pihak lain. Pihak yang mampu membuktikan bahwa dirinya memiliki hak atas sesuatu, maka pihak tersebut akan dimenangkan oleh pengadilan ( baca cara berfikir barat-individual-formal).
S baliknya , pihak yang tidak mampu mengajukan bukti bahwa dia memiliki hak terhadap sesuatu, maka pihak tersebut pasti dikalahkan oleh pengadilan, walaupun secara hakiki pihak tersebut memiliki hak ( catatan; bukti formal bisa didapat dengan berbagai cara).
Dalam konteks ini, penyelesaian sengketa melalui pengadilan menuntut " pembuktian formal", " tanpa menghiraukan " kemampuan para pihak dalam mengajukan alat bukti. Ambil saja contoh dalam sengketa tanah dimana masyarakat baik secara individu maupun kelompok, selalu mengalami hambatan dalam pembuktian formal, terutama masyarakat dusun/desa,: Jarang atau tidak ada bukti tanah dalam bentuk sertifikat- disebabkan beberapa faktor).
Menang kalah merupakan hasil akhir yang akan dituai para pihak, jika sengketa diselesaikan melalui jalur pengadilan.
Konsekuensi menang kalah, akan menumbuhkan sikap ketidakpuasan salah satu pihak terhadap putusan pengadilan. Pihak kalah akan menggunakan jalur hukum, karena ia merasa tidak adil terhadap suatu putusan, selama masih diberikan kesempatan oleh suatu sistem hukum.. Akibatnya, penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan memerlukan waktu yang cukup lama, serta biaya yang cukup tinggi, kadang kadang melebihi dari objek yang dipersengketakan. Hal ini menggambarkan bahwa penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan membawa dampak negatif pada renggang nya hubungan silaturahmi antara para pihak yang bersengketa, kadang kadang pula mereka masih satu keluarga misalnya sengketa waris dan sebagainya.
Mediasi sebagai warisan budaya Indonesia yang dalam bahasa sehari hari disebut PERDAMAIAN, merupakan alternatif penyelesaian sengketa yang dapat digunakan oleh para pihak di luar pengadilan. Lembaga ini memberikan kesempatan kepada para pihak untuk berperan mengambil inisiatif, guna menyelesaikan sengketa dibantu pihak ketiga sebagai mediator.
Prinsip yang dituju adalah sama sama menang ( win-win solution), sehingga para pihak yang terlibat merasakan tidak ada yang menang dan pihak yang kalah.
Mediasi bukan hanya mempercepat proses penyelesaian sengketa, tetapi juga menghilangkan dendam dan memperteguh hubungan silaturahmi.
Akhirnya dengan metode mediasi yang memang sudah dikenal dalam sistem hukum di Indonesia ( hukum syariah, hukum adat dan sistem hukum nasional).
Dengan philosofi nya adalah mampu menjaga nilai nilai kemanusiaan dan menempatkan manusia sebagai makhluk sosial yang bermartabat. Dalam bahasa Dr. O. Notohamidjojo, adalah Memanusiakan Manusia.
Dalam istilah Dr. Hamonangan Albariansyah SH MH, dalam Disertasi nya berjudul Penyelesaian Tindak Pidana Kealpaan Yang Mengakibatkan Kematian Pada Kecelakaan Kerja adalah melalui Keadilan Restoratif.
Dalam bahasa hukum adatnya untuk mengembalikan keseimbangan yang terganggu. Akibat dari satu perbuatan seseorang atau sekelompok orang yang merugikan orang atau sekelompok orang yang menimbulkan kerugian baik materil dan / atau non materil ( baik bersifat publik maupun sipil- bahasa ilmu hukum positif nya).(Redaksi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar