BERITA TERKINI

Simbur Cahaya Hanya Petunjuk

 

Oleh : 


H. Albar Sentosa Subari ( Ketua Pembina Adat Sumsel ). 

Dan 


Marsal ( Pemerhati Hukum Adat Indonesia )


Muara Enim, Khatulistiwa News (09/03) Menarik kita membaca kata pengantar dari De Resident A.M.Hens dan Resident Tideman (surat tanggal 14 Januari 1928 no 627/21), dalam cetakan Simbur Cahaya tahun 1922 dan Simbur Cahaya versi Pasirah Bond tahun 1926.

Yang keduanya merupakan lanjutan yang dikeluarkan,disalin , diterangkan dan dibuat oleh Mr.LWC.van den Berg.pada kata penutup pengantar dikatakan bahwa buku adat dan Oendang Oendang ini boleh dipakai Hanya Seperti Petunjuk.

Demikian pula kalau kita menoleh kebelakang bahwa SIMBUR CAHAYA ini pertama adalah aturan yang dibuat oleh kerajaan-kesultanan Palembang untuk dapat mengikat dan mendorong orientasi para kepala marga di bawah kerajaan, yang biasa tertulis dalam piagam piagam Sultan.

Dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa Simbur Cahaya itu adalah suatu ciptaan yang dibuat dari atas, jadi bukan lah suatu sistem hukum yang berlaku sebagai volksgeist masyarakat hukum adat (Von Savigny).

Keyakinan penulis diperkuat pendapat Prof. Dr.H.Moch.Koesnoe,SH, dalam surat pribadi nya saat Lembaga Adat Sumsel mau menyusun kompilasi adat istiadat di Sumatera Selatan.

Dalam suratnya kepada penulis tanggal 21 April 1997.bahwa Buku hukum , seperti Simbur Cahaya harus hati hati dibaca, karena ini adalah buatan dari kalangan atas, bukan tumbuh dari masyarakat.

Kalau dia berasal dari atas maka bukan lah itu hukum adat.

Sebab yang dikategorikan sebagai hukum adat adalah hukum asli Indonesia (artinya hukum yang benar benar tumbuh dan berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat (istilah Prof Djojodiguno dan diteruskan oleh Prof.Iman Sudiyat SH, bahwa sifat Hukum Adat adalah dinamis dan Plastis).

Hukum adat tidak tertulis (istilah teknis juridis- dibuat oleh lembaga yang berwenang).

Prof Dr.Soerjono Soekanto menggunakan istilah tercatat untuk hukum adat.

Dan Hukum Adat mendapat pengaruh agama. Maksudnya adalah hukum adat itu selalu diwarnai oleh agama/ kepercayaan masyarakat hukum adat nya masing-masing.

Kalau Prof.Dr. Hazairin, menggunakan istilah hukum adat adalah hasil endapan kesusilaan.

Simpul bahwa 

Pertama Simbur Cahaya adalah suatu pedoman.

Kedua karena pedoman yang dibuat dari atas, maka dia bukanlah merupakan sistem hukum adat yang menunjukkan nilai nilai budaya (volksgeist).

Ketiga karena Simbur Cahaya dibuat Tertulis (bukan bahasa hukum)atau tercatat maka lebih tepat disebut dengan kompilasi, bukan kitab ataupun kodifikasi.

Keempat pembukuan Simbur Cahaya menurut pemahaman penulis minimal sudah melalui tiga phase perkembangan, yaitu phase susunan kerajaan atau kesultanan Palembang, yg kedua buatan Belanda dan terakhir buatan Pasirah Bond.

Dari ketiga phase tersebut mengalami perubahan perubahan tergantung situasi saat penggunaan nya karena banyak dipengaruhi faktor kepentingan kepentingan atasan.

Malah dizaman kemerdekaan ini sudah banyak disalin dan disesuaikan dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baku, seperti cetakan yang pernah dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Sumatera Selatan , Kabupaten Banyuasin dan oleh Dewan Pembinaan Adat istiadat Sumatera Selatan. Pada masa Gubernur Sumatera Selatan H.Rosihan Arsyad. Penyusunan diketuai oleh bapak H.Ali Amin,SH, dan penulis ikut dalam penyusunan naskah Simbur Cahaya dimaksud yang sebelumnya dilakukan penelusuran ke wilayah hukum adat yang ada di Sumatera Selatan yang waktu itu baru sepuluh kabupaten kota, sebelum pemekaran.

Yang hasilnya sudah tercetak dan diterbitkan dalam bentuk buku berjudul Kompilasi Adat Istiadat di sepuluh kabupaten kota,dan dalam buku Lukisan Adat Istiadat Sumatera Selatan dalam dua bahasa Indonesia Inggris melalui penerbit Universitas Sriwijaya.

Sesuai dengan surat keputusan Gubernur Sumatera Selatan tanggal 22 Agustus 1998 nomor 674/SK/III/1998.(Redaksi) 

Khatulistiwa News Designed by Templateism.com Copyright © 2014

Gambar tema oleh Bim. Diberdayakan oleh Blogger.