BERITA TERKINI

JAM-Pidum Menyetujui 10 Restorative Justice, Salah Satunya Perkara Penggelapan di Bantul

 



JAKARTA, Khatulistiwa news (20/05) - Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspose virtual dalam rangka menyetujui 10 (sepuluh) permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme Restorative Justice (keadilan restoratif) pada Selasa 20 Mei 2025.


Adapun salah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap Tersangka Suradi bin Atemo Suseno (Alm) dari Kejaksaan Negeri Bantul yang disangka melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.


Kronologi bermula pada hari Kamis, tanggal 18 April 2024 sekitar pukul 09.06 WIB, telah terjadi dugaan tindak pidana penggelapan yang terjadi di Toko Besi Rukun Karya, beralamat di Kweni RT. 04, Panggungharjo, Sewon, Bantul. Tersangka Suradi bin Atemo Suseno (Alm.), yang diketahui bekerja sebagai mandor buruh bangunan, meminjam sepeda motor Honda Vario/NC11A3CB AT No. Pol. AB-2109-HJ berwarna violet silver milik Saksi Korban S. Netty Indrawati melalui perantara temannya, saksi Bety.


Namun, setelah dipinjam, sepeda motor tersebut tidak dikembalikan, melainkan dijaminkan tanpa seizin pemiliknya kepada seorang bernama Sdr. UDIN (saat ini berstatus DPO), yang merupakan tukang proyek dari Tersangka. 


Berdasarkan pengakuan, tindakan tersebut dilakukan oleh Tersangka karena uang yang seharusnya dibayarkan kepada Sdr. Udin telah digunakan oleh Tersangka untuk biaya pengobatan anaknya yang sedang menderita penyakit kanker kelenjar getah bening.


Sekitar sebulan kemudian, pada bulan Mei 2024, saksi korban S. Netty Indrawati menagih pertanggungjawaban Tersangka dan meminta agar sepeda motornya segera dikembalikan. Namun, Tersangka menyatakan tidak memiliki uang untuk menebus motor tersebut yang telah dijaminkan.


Akibat perbuatan Tersangka, Saksi Korban S. Netty Indrawati mengalami kerugian material sekitar Rp8.000.000 (delapan juta rupiah). Selanjutnya, pada tanggal 17 Maret 2025, antara Tersangka dan Saksi terjadi upaya perdamaian, di mana disepakati bahwa Tersangka akan mengganti kerugian dengan membayar sebesar Rp4.500.000 (empat juta lima ratus ribu rupiah) sebagai pengganti dari harga sepeda motor bekas yang digelapkan.


Mengetahui kasus posisi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Bantul, Farhan, S.H., M.H. dan Kasi Pidum Andri Winanto, S.H., M.H. serta Jaksa Fasilitator Muninggar Setyani, S.H. menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice.


Dalam proses perdamaian, Tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada Saksi Korban. Lalu Saksi Korban meminta agar proses hukum yang dijalani oleh Tersangka dihentikan.


Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri Bantul mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi D.I Yogyakarta Riono Budisantoso, S.H., M.A.


Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi D.I Yogyakarta sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan mengajukan permohonan kepada JAM-Pidum dan permohonan tersebut disetujui dalam ekspose Restorative Justice yang digelar pada Selasa, 20 Mei 2025.


Selain itu, JAM-Pidum juga menyetujui perkara lain melalui mekanisme keadilan restoratif, terhadap 9 (sembilan) perkara lain yaitu:

Tersangka Ariadin als Ardi als Muma dari Kejaksaan Negeri Dompu, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan


Tersangka Hendra Setiawan als Eza dari Kejaksaan Negeri Dompu, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan jo. Pasal 56 KUHP. 


Tersangka Sudirmansyah bin Burhanudin (Alm) dari Kejaksaan Negeri Balikpapan, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.


Tersangka Topan Sahara Putra als. Topan bin Saiful Mizan dari Kejaksaan Negeri Kotabaru, yang disangka melanggar Kesatu Pasal 378 KUHP tentang Penipuan jo. Pasal 55 Ayat (1) ke - 1 KUHP atau Kedua Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan jo. Pasal 55 Ayat (1) ke -1 KUHP.


Tersangka Herniati als Herni binti H. Kacong (Alm) dari Kejaksaan Negeri Kotabaru, yang disangka melanggar Kesatu Pasal 378 KUHP tentang Penipuan jo. Pasal 55 Ayat (1) ke - 1 KUHP atau Kedua Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan jo. Pasal 55 Ayat (1) ke -1 KUHP.


Tersangka Rommy Anggana Siregar als Rommy bin Bambang dari Kejaksaan Negeri Tabalong, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 atau Pasal 480 ke-2 KUHP tentang Penadahan.


Tersangka Paryana als Bagor bin Samari dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Magelang, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.


Tersangka Dede Kurniawan als Dede bin Mirwan Rediar (Alm) dari Kejaksaan Negeri Bangka Barat, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.


Tersangka Hasbullah bin Azwir dari Kejaksaan Negeri Meranti, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Subsidair Pasal 44 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.


Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:

Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;

Tersangka belum pernah dihukum;

Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;

Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;

Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;

Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;

Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;

Pertimbangan sosiologis;

Masyarakat merespon positif.


“Para Kepala Kejaksaan Negeri dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” pungkas JAM-Pidum. ,( Niko)

Khatulistiwa News Designed by Templateism.com Copyright © 2014

Gambar tema oleh Bim. Diberdayakan oleh Blogger.