BERITA TERKINI

Ketetapan Menteri ESDM Penghentian Pasokan BBM Berkualitas Dinilai Sesat

 


JAKARTA, Khatulistiwa news (19/09) - Ketetapan pemerintah melalui Menteri ESDM Bahlil Lahaladia yang menghentikan pasokan BBM SPBU swasta yang bersumber dari pasokan impor BBM berkualitas adalah sesat.


Demikian Ahmad Safrudin, selaku Direktur Eksekutif KPBB memberikan pernyataan dalam keterangan tertulis singkatnya. 


Hal tersebut, dinilai sesat lantaran menguntungkan kepentingan mafia MIGAS yang menghendaki dominasi impor dan pengadaan BBM nasional dalam satu genggaman, ujarnya


Dampaknya maka masyarakat tidak mendapatkan BBM dengan kualitas yang memadai dan dengan harga terjangkau.  Hal ini indikasi menguatnya kartel BBM sekalipun Petral sudah dilikuidasi pada 2015.


" Adalah sesat penetapan impor BBM hanya boleh dilakukan oleh Pertamina sebagai jalur satu pintu.  Ketetapan tanpa opsi impor oleh pihak lain termasuk pengelola SPBU swasta, berpotensi menghilangkan persaingan sehat dan merugikan konsumen untuk mendapatkan harga yang lebih bersaing dan dengan kualitas yang lebih baik," tuturnya 


Ketetapan ini juga menghancurkan daya saing produsen BBM dengan kualitas yang lebih baik, terangnya


Sementara, menurut direktur eksekutif KPBB pun menjelaskan dengan hilangnya peluang masyarakat untuk mendapatkan BBM dengan kualitas yang lebih baik, maka akan memicu tingginya pencemaran udara dari sumber kendaraan bermotor; dampak langsung atas penggunaan BBM berkualitas rendah.  


Sebagaimana diketahui, bahwa selama ini Pertamina masih memasok BBM dengan kualitas di bawah standard atau di bawah spesifikasi BBM yang memenuhi persyaratan teknologi kendaraan yang saat ini diadopsi berdasarkan peraturan perundangan di Republik Indonesia.


" Bahwa dalam rangka mengendalikan pencemaran udara dari sector transportasi, maka pemerintah melalui Menteri Lingkungan Hidup menetapkan regulasi PermenLHK No P20/2017 tentang Ambang Batas Gas Buang Emisi Kendaraan Bermotor," ujarnya


Peraturan ini dibuat merujuk pada PP No 22/2021 tentang Pedoman Penyelenggaraaan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagai turunan amanat UU No 32/2009 tentang Perlundungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.  


Selain itu, regulasi ini juga merupakan amanat PP No 55/2012 tentang Standard Kendaraan sebagai turunan amanat UU No 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya.  


Regulasi ini mengamanatkan untuk menetapkan standard kendaraan bermotor yang lebih baik seseuai dengan perkembangan teknologi kendaraan; dalam hal ini standard emisi kendaraan.  


Berdasarkan perkembangan teknologi dan kemampuan masyarakat Indonesia, maka ditetapkan Republik Indonesia mengadopsi kendaraan berstandard Euro4/IV mulai Oktober 2018. 


Sementara itu, mulai 2014 negara-negara lain sudah mulai mengadopsi standard Euro6/VI yang memiliki standard emisi jauh lebih ketat.  Namun dengan pertimbangan kemampuan daya beli masyarakat, maka regulasi tersebut menetapkan standard Euro4/IV, dengan catatan pada 2024/2025 bergeser ke standard yang lebih ketat yaitu Euro6/VI.


Namun demikian semenjak regulasi standard emisi kendaraan tersebut ditetapkan (10 Maret 2017), tidak ada respon positif dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Menteri ESDM), di mana seharusnya melalui Dirjen Minyak dan Gas Bumi (Dirjen MIGAS) menetapkan spesifikasi baru atas BBM yang boleh diproduksi dan diedarkan di wilayah Republik Indonesia.  


" Menteri ESDM membiarkan Dirjen MIGAS melakukan pembangkangan hukum atas perintah peraturan perundangan di atas untuk menindaklanjuti kebutuhan pelaksaan kebijakan untuk memperbaiki kualitas udara, membuka ruang fiscal baru melalui kehadiran teknologi kendaraan berteknologi baru dan upaya mentrigger pertumbuhan ekonomi melalui adopsi teknologi kendaan tipe baru serta mempertahankan daya saing industry otomotif nasional dengan produksi kendaraan tipe baru yang diminati baik secara nasional maupun globa," ujar Ahmad Safrudin


Akibatnya, produksi industry otomotif nasional stagnan, tidak berkembang karena ketiadaan BBM yang memenuhi ketentuan teknologi kendaraan berstandard Euro4/IV.  


" Hadirnya di antara SPBU milik swasta yang menyediaan BBM dengan spesifikasi yang memenuhi kebutuhan teknologi kendaraan Euro5/V dan dengan harga yang wajar, adalah oasis bagi pemilik kendaraan bermotor berstandard Euro4/IV," jelasnya.  


Namun sayangnya, kemuka Direktur Eksekutif KPBB menambahkan bahwa oasis tersebut dihancurkan oleh Menteri ESDM dan Dirjen MIGAS atas nama demi menjaga keseimbangan neraca komoditas MIGAS nasional, penyeragaman spesifikasi BBM nasional, dan memposisikan Pertamina sebagai pemasok satu-satunya bagi distribusi BBM nasional.   


Dalam hal ini, lanjutnya menjelaskan Ketetapan Menteri ESDM jelas sesat, mengingat sebagai berikut:

1. Untuk mengejar pertumbuhan ekonomi 8% yang dicanangkan oleh Presiden Prabowo Subiyanto, maka kini saatnya melakukan deregulasi di segala bidang termasuk sector produksi dan pemasaran BBM.  Langkah Menteri ESDM dalam mengetatkan regulasi sehingga mengurangi ruang gerak industry sector MIGAS, jelas sesat karena membangkang target pertumbuhan ekonomi yang dicanangkan oleh Presiden.


2. Ketetapan tersebut menghadirkan single supplier atas produk BBM yang berdampak kehancuran persaingan sehat dalam perdagangan BBM sehingga masyarakat tidak memiliki pilihan atas keberadaan BBM dengan kualitas terbaik dan dengan harga terjangkau.


3. Ketetapan untuk mengikuti spesifikasi BBM yang diproduksi dan diedarkan oleh PERTAMINA bagi produsen BBM yang selama ini mengedarkan BBM dengan kualitas yang lebih baik adalah langkah mundur (set back) dalam terciptanya good governance, tata kelola pemerintahan yang baik.


4. Menghambat pertumbuhan ekonomi sector otomotif dan MIGAS, di mana sesuai dengan tuntutan perlindungan lingkungan hidup dan iklim global, saat ini preferensi pasar otomotif adalah tertuju pada kendaraan rendah emisi dan hemat energi.  Set back pada penggunaan BBM dengan kualitas lebih rendah menghambat penerapan kendaraan rendah emisi dan hemat bahan bakar sebagaimana halnya kendaraan berstandard Euro4/IV yang diadopsi saat ini.


5. Memposisikan untuk kembali menggunakan BBM berkualitas rendah sehingga akan memperparah pencemaran udara dan emisi GRK dari kendaraan bermotor.


Maka dari itulah, Rekomendasi yang diajukan untuk ke depannya, yaitu:

1. Hentikan rencana ketetapan Menteri ESDM dalam memberantas peran swasta pada impor BBM bersih.

2. Revisi Ketetapan Spesifikasi BBM yang diterbitkan oleh Dirjen MIGAS mengingat ketetapan yang ada sudah out of date dan membangkang terhadap peraturan perundangan di atasnya.

3. Segera lakukan shifting impor BBM yang dilakukan oleh importer atas order dari PERTAMINA; yaitu shifting dari impor BBM dengan kualitas busuk (rendah) ke impor BBM dengan kualitas tinggi yang mampu meng-up grade kualitas BBM produksi domestic oleh PERTAMINA. ( Niko)

Khatulistiwa News Designed by Templateism.com Copyright © 2014

Gambar tema oleh Bim. Diberdayakan oleh Blogger.