BERITA TERKINI

Tarian Pacu Jalur" dari Riau " , Tarian Lomba Bidar" dari Sum-Sel.

 



Oleh : H. Albar Sentosa Subari ( Ketua Peduli Marga Batang Hari Sembilan ). 

Dan 

Marshal ( Pemerhati Sosial dan Hukum Adat Indonesia )


Muara Enim. Khatulistiwa news (21/08) Entah suatu kebetulan atau memang ada historis nya adanya kesamaan momen dan pola tari antara Tari Pacu Jalur dari Riau dengan Tari Lomba Bidar dari Sum-Sel.

Mungkin menjadi suatu tugas seorang akademisi untuk melakukan penelitian terhadap kedua jenis tari tersebut.

Tapi secara faktual kedua tari tersebut sudah cukup lama mentradisi di kalangan masyarakat hukum adat ( suatu komunitas), biasanya acara acara seperti itu dilaksanakan pada momen momen istimewa seperti perayaan ulang tahun kemerdekaan Indonesia.

Namun untuk tahun ini ada keistimewaan dari Tari Pacu Jalur di mana  di tampilkan di istana negara Jakarta pada momen hari ulang tahun kemerdekaan ke 80 , usai upacara kenegaraan. Tarian Pacu Jalur itu dikomandoi oleh seorang remaja bernama Rayyan Akhan Dikha ( Rayyan Aura Farming).

Memang tari pacu jalur tersebut sempat viral di media sosial sebelum memperingati HUT RI ke 80 tahun ini. Sampai sampai tarian Pacu Jalur tersebut mendunia.

Kembali ke fokus pertanyaan kita di atas, apakah tarian Pacu Jalur dari Riau tersebut mempunyai sejarah dengan Tari Lomba Bidar dari Sum-Sel.

Kalau kita melihat kedua tarian itu ( pacu jalur dan lomba Bidar) ada kesamaan satu sama lain, antara lain adalah;

1, posisi penari selalu ada yang di muka tidak menutup kemungkinan juga ada berdiri di tengah.

2, pola tariannya secara tradisional adalah kedua tarian tersebut adalah gerakan tangan yang intinya untuk memberikan semangat untuk maju cepat ( meluncur cepat dari sebuah perahu panjang) kepada para pendayung yang biasanya berjumlah besar.

Karena saat itu adalah momen untuk group yang lebih dahulu finish.

3, dari sisi faktual bisa kita lihat adanya kesamaan.


Tampilan Tari Pacu Jalur dari Riau tersebut di istana negara Jakarta pada tanggal 17 Agustus 25, bagi saya sebagai seorang kolumnis dan pengamat sosial budaya ada yang menarik untuk dikaji secara philosofis.

Tak akan mungkin kejadian tersebut tanpa memiliki makna.

Antara lain kajian teoritis nya adalah bahwa kehidupan suatu bangsa yang besar baik jumlah penduduknya ataupun luasnya wilayah adalah suatu tugas yang besar pula sehingga perlu dijalankan seperti philosofis Tari Pacu Jalur bahwa roda pemerintahan harus di pimpin oleh seorang Presiden sebagai Kepala Negara sekaligus Kepala Pemerintahan. Yang tugasnya memberi semangat juang untuk membangun bangsa Indonesia, menjadi bangsa terdepan dan termaju di dalam kehidupan dunia sekarang.

Untuk mencapai kesemuanya itu harus secara bersama-sama untuk bergerak sesuai profesi nya, tanpa mengganggu satu sama lain.

Kalau perlombaan Pacu Jalur dan perlombaan Bidar finishing di titik akhir. Sedangkan Indonesia sebagai titik finish nya adalah terwujudnya secara kongkrit dari cita hukum sebagai mana termuat dalam Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia 1945.

Mungkin ini yang menjadikan idee dari penampilan Pacu Jalur dari Riau tersebut di istana negara Jakarta pada momen momen hari kemerdekaan Republik Indonesia ke depan puluh tahun. Jadi bukan tanpa makna.( red)

Khatulistiwa News Designed by Templateism.com Copyright © 2014

Gambar tema oleh Bim. Diberdayakan oleh Blogger.