BERITA TERKINI

Setop Polemik Akuisisi Saham BCA dengan Harga Murah, Sasmito Usulkan Bentuk Tim Khusus

 


JAKARTA, Khatulistiwa news (20/09) - Klarifikasi Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sekaligus CEO BPI Danantara, Rosan Roeslani yang membantah isu akuisisi 51 persen Bank Central Asia (BCA), dinilai hanya untuk menenangkan pelaku pasar. 

 

Bantahan dari Bos Danantara itu, justru membuka kembali perdebatan lama terait megaskandal BLBI dan dugaan patgulipat dalam akuisisi 51 persen saham BCA oleh swasta (Djarum Group) yang hingga kini masih menyisakan pertanyaan besar.


“Menepis isu bukan berarti menyembuhkan luka lama. Yang rakyat butuhkan adalah investigasi transparan atas proses bailout dan pembelian BCA. Tanpa itu, keadilan fiskal hanya akan jadi jargon,” kata ekonom senior asal UGM, Sasmito Hadinagoro, Jakarta, Rabu (20/8/2025).


Sasmito yang juga Ketua Lembaga Pengkajian Ekonomi dan Keuangan Negara (LPEKN) itu, menilai kasus BCA, tidak bisa dilepaskan dari rangkaian kebijakan BLBI di masa lalu. Pada 2002, misalnya, nilai aset riil BCA mencapai Rp117 triliun. 


"Saya kira, kasus (akuisisi saham) BCA ini, tidak bisa dilepaskan dari rangkaian kebijakan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) pada akhir 1990-an. Jadi, silahkan bantah, tidak apa-apa. Malah semakin membuka beberapa faktanya," ungkap Sasmito.


Sementara kewajiban negara yang dicatat hanya Rp60 triliun, dengan skema cicilan Rp7 triliun per tahun. “Mengapa negara harus melepas BCA dengan harga murah pasca bailout? Sejatinya, negara berhak mempertahankan minimal 51 persen sahamnya di BCA, tanpa harus mengeluarkan biaya tambahan,” terang Sasmito.


Ia menambahkan, proses pembelian BCA oleh swasta pasca bailout, bukan hanya merugikan fiskal negara. Namun juga merampas hak rakyat atas aset strategis yang seharusnya dikuasai negara.


Sasmito menegaskan, dana bailout sejatinya bersumber dari pajak rakyat yang menjadi tulang punggung APBN. Pajak yang dipungut dari rakyat, harus diposisikan sebagai equity negara. Atau penyertaan modal pemerintah, bukan sekadar utang yang kemudin dialihkan dengan mudah untuk kepentingan swasta. 


“Pajak itu modal negara. Maka hasilnya wajib kembali ke rakyat, bukan jadi bancakan segelintir elite,” kata Sasmito.


Untuk menyelesaikan kegaduhan ini, dia mendesak dilakukannya revolusi keuangan negara yang dijalankan dengan 3 langkah strategis. Pertama, investigasi ulang proses bailout dan pembelian BCA, termasuk siapa saja yang diuntungkan.


Kedua, lanjut Sasmito, reformasi fiskal dan transparansi penggunaan pajak rakyat, agar APBN benar-benar berpihak kepada rakyat. Ketiga, reposisi aset strategis, dengan mengembalikan kendali BCA dan seluruh aset BLBI ke pangkuan negara.


"Kami usulkan Presiden Prabowo Subianto membentuk tim khusus pemberantasan mafia keuangan negara dan bersedia memimpinnya. Sebagai upaya menegakkan kembali kedaulatan ekonomi," pungkasnya.


Sebelumnya, Rosan menepis isu BPI Danantara bakal mencaplok saham mayoritas BCA.  Dia berharap isu ini tidak menimbulkan spekulasi liar di pasar. “Enggak ada,” kata Rosan usai rapat tertutup bersama Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (19/8/2025).


Saat dikonfirmasi apakah sudah ada pembicaraan terkait rencana itu, manan Dubes RI untu Ameria Serikat (AS) itu, langsung ngacir meninggalkan awak media.


Dikutip dari keterbukaan informasi BCA menjawab surat dari Bursa Efek Indonesia (BEI), disebutkan bahwa nilai aset BCA pada 2002 mencapai Rp117 triliun. Tiba-tiba, nilai pasar BCA terjun bebas menjadi hanya Rp10 triliun. Turunnya hingga 107 triliun. 


Dalam surat yang diteken Corporate Secretary BCA, I Ketut Alam Wangsawijaya, dituliskan harga pasar tidak ditentukan oleh nilai aset yang mencapai Rp117 triliun. Namun ditentukan harga saham perusahaan di pasar saham dan jumlah saham yang beredar. Ketemulah angka Rp10 triliun, bukan Rp117 triliun. 


Selain itu, BCA membantah memiliki utang ke pemerintah sebesar Rp60 triliun yang dilunasi dengan mencicil Rp7 triliun per tahun. Dalam neraca keuangan, BCA justru menggenggam obligasi pemerintah senilai Rp60 triliun dan sudah diselesaikan sesuai ketentuan dan hukum yang berlaku, pada 2009. ( Niko)

Khatulistiwa News Designed by Templateism.com Copyright © 2014

Gambar tema oleh Bim. Diberdayakan oleh Blogger.