BERITA TERKINI

Logika Hukum di Balik Larangan Memanfaatkan Kayu Gelondongan.

 


Oleh : H Albar Sentosa Subari, SH SU ( Ketua Lembaga Adat Melayu Peduli Marga Batang Hari Sembilan ) dan Marshal ( Pengamat Sosial Budaya dan Hukum Adat )


Muara Enim,  Khatulistiwa news  (24/12) Kita saksikan bersama betapa dahsyatnya arus air bandang dan tanah longsor di saat bencana alam di Sumatera ( Aceh, Sumut dan Sumbar) beberapa waktu yang lalu.

Banjir bandang dan tanah longsor diperparah dengan hanyutnya gelondong kayu yang menyapu bersih kampung dan halaman serta memporak porandakan benda benda yang dilewatinya.

Menurut penjelasan dari Gubernur Aceh minimal ada 4 kampung yang hilang akibat dari peristiwa itu.

Belum lagi ribuan jiwa nyawa melayang termasuk orang yang hilang. Mungkin juga dapat diduga ada korban korban yang tertimbun di bawah tumpukan kayu kayu tersebut.

Tumpukan kayu gelondongan dimaksud di sini lain bisa dimanfaatkan oleh masyarakat guna membangun tempat tinggal sementara di pengungsian 

Tapi di sisi lain ada suara dari anggota DPR RI yang melarang / mengambil kayu tersebut.

Tentu ini menimbulkan pertanyaan, kenapa sampai dilarang, apakah kayu kayu gelondongan tersebut dimiliki oleh seseorang atau sekelompok orang?.

Apakah kayu kayu gelondongan tersebut akan dimanfaatkan oleh negara dan lain pertanyaan yang bisa dikembangkan.

Sebagai seorang kolumnis, menurut logika hukumnya agak kurang logis baik dari sisi normatif maupun empiris.

Dari sisi normatif tidak ada larangan yang mengatur nya. Malah dengan menggunakan logika argumentatif itu dapat masuk kriteria kondisi darurat, dan tidak bermotif bisnis.

Karena kayu kayu gelondongan tersebut tidak ada pemiliknya secara pribadi ( privatrecht), maka dapat dikategorikan sebagai harta tak bertuan ( harta Karun).

Malah secara konstitusional hak masyarakat hukum untuk memanfaatkan, bumi, air, udara dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara. Dengan maksud untuk kemakmuran rakyat Indonesia.

Hanya negara mengatur peruntukan, bukan melarang.

Mungkin anggota DPR RI tersebut menganggap kayu gelondongan tersebut dimiliki oleh perusahaan perusahaan yang bergerak di lokasi kejadian sehingga menjadikannya sebagai pemilik kayu. ?

Kalau demikian logikanya maka seharusnya pemilik nya harus bertanggung jawab mengganti kerugian materil maupun immaterial yang diakibatkan oleh nya.

Sehingga peristiwa bencana alam bukan menjadi alasan untuk tidak bertanggung jawab.

Penulis teringat dalam teori ilmu hukum guru besar ilmu hukum universitas Gadjah Mada Yogyakarta Prof. Kusumadi, SH., bahwa Perbuatan Hukum itu bukan saja diatur oleh undang-undang tapi juga oleh manusia baik yang sesuai dengan hukum, maupun yang melanggar hukum. 

Perbuatan-perbuatan melanggar hukum bisa disebabkan oleh alam. Contoh peristiwa di Sumatra beberapa waktu yang lalu.

Dalam ilmu hukum Romawi yang juga dianut di negara negara kontinental seperti Indonesia sebagai hukum peninggalan Belanda dengan asas konkordansi, unifikasi dan kodifikasi, dikategorikan sebagai barang yang disebut barang RES NULLIUS ( barang yang tidak ada pemilik), seperti menangkap burung yang terbang liar ( bukan dalam kandang). ( Red)

Khatulistiwa News Designed by Templateism.com Copyright © 2014

Gambar tema oleh Bim. Diberdayakan oleh Blogger.