Oleh : H Albar Sentosa Subari, SH SU ( Ketua Lembaga Adat Melayu Peduli Marga Batang Hari Sembilan ) dan
Marshal ( Pengamat Sosial Budaya dan Hukum Adat Indonedia )
Muara Enim, Khatulistiwa news (29/12) Tanggal Januari 2026 tinggal beberapa hari lagi.Ada satu peristiwa hukum yang sangat penting bagi bangsa Indonesia yaitu pada tanggal 2 Januari 2026, adalah momen yang sangat dinantikan oleh bangsa Indonesia ( terutama bagi mereka yang berprofesi di bidang penegakan hukum) baik praktisi maupun akademisi.
Yaitu berlaku undang undang nomor 1 tahun 2023 tentang Kitab Undang Undang Hukum Pidana Nasional ( KUHP Nasional).
Dengan berlakunya KUHP Nasional tersebut banyak asas yang tadinya merupakan salah satu ciri khas KUHP lama ( WvS), yang sangat ketat dipegang oleh para penegak hukum ( polisi, jaksa dan hakim) di Indonesia yang berlaku nya berdasarkan asas konkordansi, unifikasi dan kodifikasi sistem hukum kontinental. ( Asas Legalitas), tiada seorangpun boleh dipertanggungjawabkan secara hukum tanpa ada peraturan perundang-undangan yang lebih dahulu berlaku).
Asas ini adalah pengaruh dari ajaran " legisten ( positivisten) yang mengatakan Rechts is Wet. Diluar undang undang tidak ada hukum. Beda dengan sistem hukum yang berlaku di negara anglosaxon ( Amerika Serikat dan Inggris serta negara lainnya yang mendapat pengaruh dari nya).
Perubahan asas legalitas ( legalitas tertutup), sebagaimana dianut oleh WvS ( diterjemahkan secara pribadi - bukan resmi, oleh Soesilo dan penterjemah lainnya dengan Kitab Undang Undang Hukum Pidana), Dengan berlakunya UU No 1 tahun 2023 ( KUHP Nasional), asas legalitas telah mengalami perubahan yang signifikan. Yaitu mengakui sistem hukum " yang hidup dalam masyarakat ", walaupun akhirnya juga terlebih dahulu di tulisan kan ( istilah tekhnis juridis) melalui aturan perundangan undangan yaitu Peraturan Daerah ( PERDA) kabupaten dan kota.
Prof. Dr. Mulyadi, SH dan Prof. Dr. Barda Nawawi, SH ( keduanya guru besar ilmu hukum pidana Universitas Diponegoro Semarang - dan anggota komisi penyusun naskah KUHP Nasional, mengistilahkan dengan asas " legalitas terbuka".
Menurut penulis selaku pengiat yang mendalami ilmu hukum adat bahwa pergeseran makna legalitas ( tadinya tertutup - sekarang terbuka), adalah suatu kewajaran yang tidak dapat dielakkan dalam situasi perkembangan hukum nasional, baik dilihat dari sisi sejarah maupun philosovis serta sosiologis nya sangat berbeda seperti lahir dan bumi antara sistem hukum kolonial ( WvS), dengan sistem hukum dalam KUHP Nasional.
Dikatakan KUHP Nasional karena, Undang Undang nomor 1 tahun 2023 tentang KUHP Nasional adalah hasil karya putra putri Indonesia, yang sumbernya adalah bahan hukum idel dan bahan hukum Riel dari nilai nilai Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia.
Prof. Iman Sudiyat SH, mengatakan hukum nasional adalah hukum yang bentuk dan substansi nya berasal/ bersumber dari nilai nilai yang hidup dalam masyarakat.
KUHP Nasional merupakan hukum materiil yang mengatur atau berisikan pasal pasal ( 624 pasal) , tentang tindak pidana ( perbuatan pidana).
Kebetulan juga pada tanggal 2 Januari 2026 , akan diberlakukan hukum formil nya yaitu Kitab Hukum Acara Pidana ( KUHAP) sebagai pengganti KUHAP yang lama .
Namun kesemuanya itu akan berjalan sesuai dengan philosovis bangsa Indonesia ( Pancasila), sangat tergantung pada manusianya juga ( polisi, jaksa dan hakim serta advokat) .
Teringat dengan perkataan Prof. Drs. H. Hasbullah Bakrie, SH, mengatakan " seindah indah pasal dalam satu undang undang walaupun terbuat dari emas, tidak akan berguna: kalau penyelenggara nya tetap bobrok.
Prof. Dr. Satjipto Rahardjo SH dan Prof. Dr. Soerjono Soekanto, SH mengatakan hukum dan bisa efektif kalau tidak ditunjang faktor lain yaitu petugas hukum ( polisi, jaksa, advokat dan hakim). ( Red )

Tidak ada komentar:
Posting Komentar