Jakarta,Khatulistiwa news (27/9) – Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (DPP IMM) kembali menyoroti kinerja Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim terkait problemetika “tim bayangan” yang dikontraknya, Selasa (27/9/22).
Ketua DPP IMM Bidang Riset dan Pengembangan Keilmuan, Muhammad Habibi, dalam rilisnya menyatakan, tidak ada urgensinya sama sekali Menteri Nadiem mengontrak 400 orang dalam tim bayangan terkait solusi atas beragamnya permasalahan dunia pendidikan Indonesia saat ini. Selain itu, menurutnya Undang-Undang Kementerian Negara tidak memperbolehkan Menteri membentuk tim khusus yang kewenangan, tugas pokok dan fungsinya setara dengan Direktorat Jenderal sebagaimana tentang kinerja tim bayangan yang disampaikan Nadiem dalam forum United Nations Transforming Education Summit di markas PBB, New York Amerika Serikat yang lalu.
“Tidak ada urgensinya sama sekali Mendikbud mengontrak ratusan orang untuk jadi tim bayangan merumuskan kebijakan. Seharusnya, dari awal menteri bertanya kepada DPR dan menyampaikan kepada publik terkait pembentukan tim bayangan itu alasannya apa, dasarnya apa, diperbolehkan tidak membentuk tim seperti itu dalam Undang-Undang Kementerian Negara, jangan ujug-ujug menyampaikan punya “jin qorin” di forum internasional sedangkan publik kita sendiri belum tahu tentang itu, belum lagi darimana sumber anggaraannya buat gaji orang-orang itu," ujarnya.
Desak BPK dan KPK selidiki tim bayangan.
Habibi menambahkan, tim bayangan yang disebut Nadiem harus diselidiki keberadaannya oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebab, Nadiem mengatakan tim tersebut merupakan Vendor yang dikontraknya menggunakan Anggaran Pemerintah Belanja Negara (APBN) untuk membantu merumuskan kebijakan digitalisasi pendidikan saat ini. Disisi lain, Nadiem tidak menjelaskan secara rinci tupoksi tim bayangan tersebut. Menurutnya, jika tim ini dibentuk tanpa transparansi seperti ini maka BPK dapat melakukan audit penggunaan APBN oleh Nadiem dan KPK dapat melakukan penyelidikan terhadap potensi penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan Nadiem dalam membentuk tim bayangan tersebut.
Kegaduhan tim bayangan yang dibentuk ini disoroti DPP IMM karena rancangan anggaran tentang pembentukan tim tidak disampaikan Nadiem dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada Komisi X DPR-RI. Legislator sendiri tidak mengetahui adanya pembentukan tim bayangan yang disampaikan Nadiem pada forum PBB yang lalu, terlebih masyarakat secara luas. Artinya, pembentukan tim bayangan yang dijelaskan Nadiem bekerjasama dengan PT. Telkomunikasi Indonesia (Telkom) ini tidak transpaaran. Inovasi ini semestinya tidak diapresiasi publik mengingat sosialiasi cara kerja tim bayangan Nadiem ini tidak dilakukan kepada publik sehingga muncul kecurigaan akan janggalnya tim tersebut.
Pada 9 September 2022 yang lalu, Komisi X menyetujui pagu anggaran sementara Kemendikbud-Ristek RI RAPBN TA 2023 sebesar Rp80.221.010.125.000 (80,2 Triliun) dan usulan tambahan Rp10.145.822.090.000 (10,1 Triliun). Dari total anggaran yang disetujui, Sekretariat Jenderal merupakan unit Kemendikbud-Ristek yang mendapat alokasi anggaran tertinggi sebesar Rp33.940.663.178,00. Unit ini juga mendapat usulan tambahan anggaran yang paling besar, yakni Rp6.186.589.073,00. Sehingga totalnya menjadi Rp40.127.252.251,00.
Unit dengan anggaran terbesar kedua adalah Ditjen Dikti-Ristek Rp29.554.650.560,00. Tambahan anggaran yang diusulkan senilai Rp657.797.530,00 sehingga totalnya Rp30.212.448.090,00. Kemudian ada Ditjen Vokasi dengan alokasi anggaran Rp4.096.031.657, 00 diusulkan mendapat tambahan Rp1.177.740.274,00 dan total Rp5.27.771.931,00. Untuk Ditjen GTK alokasi anggaran sebesar Rp4.223.183.362,00 diusulkan mendapat tambahan Rp716.043.352,00 dan totalnya Rp4.939.226.714,00. Ditjen PAUD Dikdasmen sebesar Rp2.509.889.132,00 dengan tambahan Rp288.670.000,00 menjadi Rp2.798. 559.132,00.
Selanjutnya, Ditjen Kebudayaan senilai Rp1.779.310.942,00 dengan tambahan Rp897.937.027,00 sehingga totalnya Rp2.667.247.969,00. Untuk BSKAP sebesar Rp756.724.604,00 tambahan yang diusulkan Rp83.048.564,00 menjadi Rp839.773.168,00. Badan Bahasa mendapatkan alokasi Rp558.467.934,00 dan Itjen Kemendikbud-Ristek sebesar Rp201.110.601,00. Kedua unit tidak diusulkan mendapat tambahan anggaran. Dari total semua unit di Kemendikbud-Ristek beserta usulan tambahan anggaran, secara total kementerian tersebut akan mendapat alokasi anggaran Rp90.366.833.215,00 atau senilai Rp90,3 triliun.
Selain itu, Nadiem diminta untuk serius dalam menjalankan kinerja pada Kementerian yang dipimpinnya. Sumber Daya Manusia yang ada pada Kemendikbudristekdikti jumlahnya sangat banyak, tentu dari sekian banyak SDM tersebut tentu memiliki kualitas karena direkrut melalui penerimaan seleksi Aparatur Sipil Negara (ASN) dengan sistem yang ketat. Bukan justru menyerahkan tugas yang dilakukannya kepada tim yang tidak jelas asal-usul pembentukannya.
“Kami DPP IMM merasa, BPK harus dan wajib sifatnya melakukan audit terhadap penggunaan APBN yang digunakan Nadiem mengontrak jin qorin itu. Pun halnya KPK, kami mendesak KPK melakukan penyelidikan, karena jika ketiadaan transparansi semacam ini berpotensi ada penyalahgunaan kewenangan dan hal tersebut pastinya berkaitan dengan kerugian negara. Terlebih, anggaran fantastis yang diterima oleh Nadiem itu tidak disebutkan peruntukannya untuk jin qorin yang membantu kebijakan digitalisasi kebijakannya itu, lalu 400 orang itu digaji dari anggaran yang dialokasikan untuk apa, kan tidak mungkin pakai uang pribadinya mas Menteri, itu pasti pakai APBN yang 80,2 T plus 10,1 T itu. Lebih baik Menteri serius saja menjalankan kinerja kementerian dengan mempercayai Dirjen dan ASN-ASN nya, karena sekarang ini Nadiem sedang memimpin kementerian yang berdasar pada regulasi dan transparansi, bukan perusahaan swasta yang bisa kapan saja dirubah-rubah anggaran dan aturan mainnya," tegas Habibi.
Fokus selesaikan problem RUU Sisdiknas
DPP IMM pun mendesak Mendikbud menyelesaikan permasalahan Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas). Sebab, RUU Sisdiknas ini menurut Habibi masih bergulir seperti bola salju, pembahasannya tetap berjalan namun masalah-masalah pendidikannya belum dicarikan jalan keluar. Sebagaimana diketahui jika RUU Sisdiknas ini menggunakan metode Omnibus Law dengan menggabungkan tiga Undang-Undang sekaligus kedalam satu bentuk Undang-Undang.
Habibi menegaskan jika konsepsi, sistem dan manajerial pendidikan dasar-menengah dan tinggi itu tidaklah sama. Jika keduanya disatukan lantas muncul pemahaman seakan-akan pendidikan dasar-menengah dan tinggi itu sama, muncul pula pertanyaan apakah sanggup siswa dasar-menegah menerima konsep pendidikan yang setara dengan mahasiswa pada perguruan tinggi. Selain itu, tunjangan profesi guru dan nama “madrasah” akan dihapuskan dalam RUU Sisdiknas tersebut, publik saat ini menanti jika keduanya tetap dipertahankan dalam RUU Sisdiknas.
Inovasi digitalisasi yang akan dilakukan Nadiem tentu harus patuh terhadap regulasi. Sebab, penyelesaian berbagai permasalahan dunia pendidikan Indonesia saat ini tidak dapat diselesaikan hanya dengan menciptakan terobosan teknologi. Mendikbud Nadiem terkesan tidak integral melihat permasalahan dunia pendidikan, misal, teknologi yang dirancang Nadiem sebagai metode pembelajaran apakah dapat ditunjang dengan fasilitas jaringan internet di seluruh daerah Indonesia.
Mungkin jika membahas persoalan teknologi di daerah perkotaan, guru, tenaga pendidik, siswa dan orang tua siswa sudah cukup cakap memanfaatkan teknologi. Namun, disisi lain masih banyak daerah terpencil di Indonesia yang tidak memiliki jaringan internet. Permasalahan ini harus diselesaikan Nadiem terlebih dahulu sebelum merancang inovasi digital lebih jauh dikemudian hari.
Dengan banyaknya problem pendidikan di Indonesia saat ini, DPP IMM mendesak, Pertama, BPK dan KPK melakukan audit serta penyelidikan atas tim bayangan yang dibentuk Mendikbud. Kedua, mendesak Mendikbud melakukan transparansi publik atas pembentukan tim bayangannnya. Ketiga, mendesak Nadiem Makarim serius menjalankan kinerjanya sebagai Mendikbud serta tetap mempertahankan tunjangan guru dan nama madrasah ada dalam ketentuan RUU Sisdiknas yang digagasnya. [Prely Yulianto/Red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar