BERITA TERKINI

Jangan Salahkan Kepolisian dan Bareskrim Saja, Pigai Sebut Pemerintah & Menko Luhut Gagal Tata 1000 Tambang Ilegal

 


JAKARTA, Khatulistiwa news (27/11) - Penggiat Kemanusiaan dan mantan Komisioner HAM, Natalius Pigai sampaikan dirinya menolak hanya Kepolisian dan Bareskrim yang disalahkan, lantaran sebelumnya pengakuan Ismail Bolong yang menyeret nama Kabareskrim Irjen. Pol Agus Andrianto dalam dugaan menerima setoran dari hasil tambang ilegal di Kalimantan Timur.


Sebelumnya, Kabareskrim Irjen Pol. Agus juga menjelaskan pun memberikan pembelaan melalui keterangan tertulis, ungkapnya," Saya mempertanggungjawabkan seluruh pekerjaan saya kepada Alloh SWT, arahan Bapak Presiden kepada Kapolri dan tuntutan masyarakat yang sedemikian cerdas," jelasnya.


Di sisi lain, Agus juga menyampaikan pihaknya juga menyinggung kondisi pandemi yang nyaris melumpuhkan perekonomian dan mengakibatkan pelbagai masalah.


Sehubungan hal tersebut, Pigai pun jelaskan, bahwa Pemerintah & Menko Luhut Gagal Tata 1000 Tambang Ilegal (PETI) & cenderung Komprador dengan MNC. 


" Sudah sepatutnya rakyat menekan pemerintah sebagai sumber utama masalah tata kelola tambang," bebernya, dalam keterangan singkat tertulis.


Kemuka Pigai, Tanpa aparat kepolisian wilayah tambang ilegal telah menjadi tempat tempat yang berbahaya dari kejahatan: transaksi ilegal, kriminal, narkoba, alkohol juga prostitusi dan perdagangan pekerja seks komersial. 


" Para pelaku memiliki jaringan yang kuat dantara 1000 titik tambang ilegal. Terdapat mobilisasi ilegal barang, orang juga jasa," jelasnya.


Pendidikan dalam hal ini, ungkap Pigai menilai telah gagal kelola sumber daya ekstraktif seperti tambang, padahal 

Indonesia sebagai negara produsen dan pengekspor bahan-bahan tambang seperti Batubara, Timah, Bauksit, Nikel, Tembaga, maupun Emas.


Di samping itu, terdapat fakta bahwa Indonesia juga tempat yang ramai dengan kegiatan pertambangan rakyat skala kecil yang masih dikenal sebagai PETI (Pertambangan Tanpa Izin).


Namun Pemerintah dalam hal ini Menko Luhut Panjaitan gagal revitalisasi kegiatan pertambangan rakyat yang sebagian telah berusia ratusan tahun. Akibatnya merugikan negara karena statusnya yang tanpa izin, tidak membayar royalti, menyebabkan keresahan sosial dan merusak lingkungan.


Jumlah Pertambangan Ilegal mereka mencapai lebih dari 1.000 lokasi di berbagai daerah di Indonesia, dan kegiatan mereka menjadi gantungan hidup bagi sekitar 2 juta warga Indonesia.


Hasil-hasil pertambangan di Indonesia yang sebagian (besar) kemudian diekspor tersebut diproduksi di pertambangan - pertambangan modern ber - skala besar seperti Freeport Indonesia (tembaga) di Papua, Vale (nikel) di Sulawesi Selatan, PT Aneka Tambang (bauksit; dulu di pulau Bintan-Kepulauan Riau, dan sekarang di Kalimantan Barat. Selain itu, PT Timah (timah) di Bangka Belitung, PT Kaltim Prima Coal atau Adaro (batubara) di Kalimantan Timur, dst.


Sebagian dari mereka adalah perusahaan multinasional yang menanamkan modalnya tidak hanya di Indonesia, namun juga di belahan lain dunia. (Sumber: Hanan Nugroho, Bappenas 2020).


Kemudian, ungkap mantan Pigai mengemukakan, Keterlibatan Luhut Binsar Pandjaitan sebagai Menko  maritim dan investasi yang membawahi Kementerian Pertambangan dan Energi dimana Perusahan miliknya PT Toba Sejahtera diduga ikut berinvestasi dalam pengelolaan Tambang cenderung subjektif dan menyalahi aturan hukum dan moral. (Sumber: Walhi dan Kontras 2021). 


" Oleh karena itu, rakyat seharusnya menekan Pemerintah agar menata kembali pengelola tambang secara profesional agar bermanfaat bagi negara, rakyat, pemda, pekerja, penguasaha juga kelestarian lingkungan tetap terjaga," tandas Pigai memungkas.(Niko) 

Khatulistiwa News Designed by Templateism.com Copyright © 2014

Gambar tema oleh Bim. Diberdayakan oleh Blogger.