BERITA TERKINI

Profesor Jimly Asshiddiqie: Demokrasi di Indonesia Mengalami Kemunduran Penulis : Prof. Denny Indrayana mantan Wamenkumham RI

 



AUSTRALIA,Khatulistiwa news  (28/07) - Professor Jimly Asshiddiqie menerima gelar Profesor Kehormatan dari Melbourne Law School melalui Program Miegunyah Fellowship, salah satu program paling bergengsi di Australia, Melbourne (27/07/2023) pada hari Kamis malam, di Melbourne University.


Gelar kehormatan tersebut tentu merupakan prestasi yang sangat membanggakan, karena proses pemilihannya yang sangat selektif. Sepengetahuan saya, baru Profesor Jimly Asshiddiqie yang mendapatkannya dari Indonesia.


Sedangkan orang Indonesia yang pernah mendapatkan gelar profesor dari Fakultas Hukum Melbourne, yang tahun lalu terbaik ke-5 di dunia, hanya segelintir orang. Di antara yang sedikit itu, selain Profesor Jimly adalah Profesor Adnan Buyung Nasution di tahun 2010 dan Profesor Todung Mulya Lubis pada tahun 2014. Saya sendiri pernah pula mendapatkan kehormatan sebagai Profesor Tamu di Melbourne Law School, dan mengajar pada tahun 2016—2019.


Dalam pidato pengukuhannya selaku Guru Besar Kehormatan tadi malam, Profesor Jimly membawakan pidato berjudul, "Democratic Regression and the Rule of Law in Indonesia", artinya "Kemunduran Demokrasi dan Rule of Law di Indonesia". Dalam pidatonya sekitar 1 jam, Profesor Jimly Asshiddiqie berpendapat:


"Ada enam hal yang melanda dunia yang berpengaruh dan ikut menentukan penurunan kualitas demokrasi di seluruh dunia, yang juga berpengaruh terhadap kinerja demokrasi dan negara hukum, khususnya di Indonesia. Keenam hal itu adalah (i) munculnya gelombang rasialisme dan Islamophobia di seluruh dunia; (ii) meluaskan ujaran kebencian, permusuhan, disinformasi, dan miskomunikasi di ruang publik; (iii) gejala deinstitutionalisasi politik; (iv) berkembangnya praktik benturan kepentingan antara bisnis dan politik; (v) munculnya kecenderungan baru dimana 4 kekuatan yang saya namakan “macro quaru-politica” yang meliputi “state, civil society, market, and the media” bergerak ke arah genggaman satu tangan kekuasaan; dan (vi) adanya ancaman covid-19 yang dibajak dan disalahgunakan untuk membuat keputusan-keputusan kenegaraan yang tidak partisipatoris dan mengabaikan pentingnya prinsip “deliberative democracy” dan partisipasi publik yang substantif".


Dalam orasi ilmiahnya, Profesor Jimly menguraikan banyak hal, terkait kemunduran demokrasi dan agenda pemberantasan korupsi di tanah air, beberapa fokus di antaranya, Profesor Jimly mengkritik dan merisaukan hadirnya totalitarian model baru dengan menumpuknya kekuasaan politik pada seseorang saja yang, "menguasai jaringan bisnis, jaringan industri media, dan jaringan sosial masyarakat (NGO's)". Penumpukan kekuasaan itulah, salah satunya, yang menimbulkan benturan kepentingan yang ujungnya amat merusak demokrasi dan tatanan negara hukum Indonesia.


Dalam penyerahan Guru Besar Kehormatan yang dinisiasi oleh Profesor Tim Lindsey sebagai Direktur CILIS (Centre for Indonesian Law, Islam and Society) tersebut, hadir pula Dekan Fakultas Hukum Melbourne, Profesor Matthew Harding, yang secara simbolik menyerahkan plakat Guru Besar Kehormatan kepada Profesor Jimly Ashiddiqie. 


Sebagai balasannya, Profesor Jimly Asshidiqie menyerahkan 65 bukunya—dari 75 yang telah Beliau tulis, untuk disumbangkan ke perpustakaan di Melbourne Law School.


Selamat Profesor Jimly Asshidiqie!

Melbourne, 28 Juli 2023


Denny Indrayana   (Niko) 

Khatulistiwa News Designed by Templateism.com Copyright © 2014

Gambar tema oleh Bim. Diberdayakan oleh Blogger.