BERITA TERKINI

Analisis Terhadap Teori Resepsi

 

Oleh: 


H Albar S Subari ( Ketua Pembina Adat Sumsel / Peneliti Hukum Adat Indonesia )

Dan

Marsal ( Penghulu Kecamatan Muaraenim / Pemerhati Hukum Adat )



Muara Enim,Khatulistiwa News.com-

Dari bahasan kita sebelumnya bahwa pengikut teori resepsi yang disistimatiskan dan diilmiahkan oleh Ter Haar seperti diurai sebelum maka dapat kita analisis sebagai berikut:


Pendapat pendukung teori tersebut yang menyatakan Hukum islam tidak mencerminkan keadilan rakyat Indonesia (misalnya membedakan hak kaum laki laki dengan wanita di dalam hukum kekeluargaan dan waris: penulis) dan bukan merupakan kenyataan hukum dalam masyarakat (yang mengenal persamaan)., tidaklah benar. Pernyataan pernyataan seperti itu hanya alasan belaka, sedang tujuan nya menurut Hazairin, adalah untuk merintangi perkembangan hukum islam di Indonesia, mencabut atau menghapuskan kedudukan hukum islam dari lingkungan tata hukum Hindia Belanda. 



Pendapat Ter Haar yang selalu mempertentangkan Hukum Islam dengan Hukum Adat secara tajam, tidaklah pula didukung oleh kenyataan masyarakat. Di semua daerah di seluruh nusantara rakyat sendiri tidak mempertentangkan adat dengan islam. 


Di Minangkabau sendiri misalnya, adat  dan islam dapat hidup berdampingan dan telah ditentukan pula tempat dan kedudukan masing masing dalam masyarakat. 


Oleh karena itu maka ada penulis yang mengatakan bahwa " sebenarnya konflik hukum islam dengan hukum adat itu adalah issue buatan regim kolonial untuk mengukukuhkan penjajahan Belanda di Indonesia ( Dahlan Ranumihardjo, 1978)


Ter Haar seorang yang menguasai politik hukum pemerintahan kolonial pada bagian kedua permulaan abad kedua puluh ini menyatakan dengan tegas bahwa Hukum Adat bukan Hukum Kewarisan Islam yang berlaku bagi orang islam di Jawa dan Madura.


Pendapat ini diterima oleh pemerintah Belanda, yang tercermin dalam Pasal 134 ayat 2 IS baru (1929) yang berbunyi : dalam hal terjadi perkara perdata antar sesama orang islam, akan diselesaikan oleh hakim agama  islam apabila hukum adat mereka menghentikannya dan sejauh tidak ditentukan lain dengan suatu ordonansi,."


Pasal 134 ayat 2 IS (indische staatsregeling: Undang Dasar Hindia Belanda), inilah menurut Hazairin yang menjadi landasan legal teori resepsi yang sudah mulai dikembangkan secara sistematis pada permulaan abad ke XX ini dan dilaksanakan melalui S. 1931: 53 jo.  S. 1937 : 116.


Teori itu mengajar kan bahwa hukum islam yang hidup di dalam masyarakat adat, sedangkan menurut Al-Qur"an hukum islam itu berlaku dan mesti dilaksanakan terhadap seseorang sejak ia masuk islam, semenjak dia mengucapkan syahadatain (dua kalimah syahadat). 


Namun disayang sampai dewasa ini secara teori masih ada kita yang mempertahankan teori tersebut didalam penulisan ilmiah untuk membenarkan pendapatnya. 

Secara praktek sejak diadakan perubahan pasal pasal di dalam Undang Undang Tentang Pengadilan Agama. Sudah tidak menjadi persoalan lagi.(Redaksi)


Khatulistiwa News Designed by Templateism.com Copyright © 2014

Gambar tema oleh Bim. Diberdayakan oleh Blogger.