BERITA TERKINI

Perang Palembang 1819 Dampak Konvensi London

 


Oleh :



H Albar Sentosa Subari ( Ketua Pembina Adat Sumatera Salatan / Peneliti Hukum Adat Indonesia )

Dan



Marsal ( Penghulu KUA Kecamatan Muara Enim / Pemerhati Hukum Adat )

Muara Enim,Khatulistiwa News.com- (13/1)
Konvensi London tanggal 13 Agustus 1814 menetapkan Inggris menyerahkan kembali kepada Belanda semua koloninya yang mereka kuasai sejak 1803.

Namun tidak ditanggapi oleh Raffles. Baru tiga tahun kemudian setelah Raffles diganti oleh John Fendall. Yaitu tepat nya di tanggal 19 Agustus 1816. Untuk selanjutnya Raffles membuat dan memasang " boom waktu " yaitu masalah Aceh dan Palembang.
Edelheer Muntinghe sebagai komisaris Belanda di Palembang, mencoba mempersatukan dua kesultanan di Palembang menjadi satu kembali. Terjadinya dua Sultan ini akibat menghadapi Inggris.

Sultan Mahmud Badaruddin II mempunyai konsentrasi di pedalaman, sedangkan saudaranya Sultan Husin Diauddin di kota Palembang. Kedua saudara dapat menyetujui persatuan kembali kekuasaan Kesultanan Palembang Darussalam dengan menempatkan Sultan Mahmud Badaruddin II sebagai tampuk Kesultanan.

Raffles menganggap posnya di Bengkulu sebagai pertahanan nya yang terakhir. Di sini dia membujuk raja raja di Sumatera untuk melawan Belanda. Usaha Muntinghe menyatukan dengan sendirinya menjadi missi Raffles untuk menggagalkan nya..
Penyatuan dua kesultanan di Palembang dituangkan dalam perjanjian tanggal 20 dan 24 Juni1818.
Seiring Raffles mengirim pasukan khusus yang disebut " sepoy" di bawah komando Kapten Francis Salmond berangkat dari Bengkulu 22 Junu 1818 tiba di  Palembang 4 Juli 1818.

Alasan Raffles mencampuri urusan Palembang karena Inggris diminta oleh Sultan Husin Dianuddin membantunya, karena Belanda membuat kebijakan yang merugikan Palembang 
Komisaris Belanda, Muntinghe, seorang berpendidikan sarjana hukum pernah sebagai bawahan Raffles di Batavia cukup mengerti bagaimana cara menghadapi nya.

Kedua negara kolonial pada saat itu tidak bermusuhan (dengan Jatuhnya Napoleon, maka lepaslah Belanda dari Perancis).  Kekerasan tidak dilakukan, Muntinghe membujuk Salmond untuk meninggalkan Palembang, malahan minta dijadikan status tawanan. Dengan sendirinya permintaan ini tidak dilayani. Akhirnya pasukan Inggris dipulangkan ke Bengkulu via Batavia 
Sultan Husin Diauddin yang masalah kedudukan nya sebagai Sultan di Palembang dituntut Raffles kepada Belanda, di bujuk Muntinghe, seolah olah atas kemauannya sendiri untuk meninggal kan Palembang, menuju Batavia.

Atas fakta ini Raffles tidak mempunyai dasar lagi untuk membuat alasan menuntut suatu hak di Palembang, karena orang kepercayaan nya sudah tidak ada. Nyatanya nasib Husin Diauddin menjadi orang buangan di Cuanjur.
Dari kondisi seperti ini Sultan Mahmud Badaruddin II mengambil sikap yaitu untuk bertindak atau tidak dengan Belanda..

Setelah melalui perjuangan yang panjang akhirnya pasukan Palembang dapat menaklukkan pasukan Belanda peristiwa terjadi tanggal 15.Juni 1819.
Dari pengalaman perang pisik ini akhir nya mengambil langkah : Devide et Empera" .

Ekspedisi ini untuk menghukum Mahmud Badaruddin II menurunkan nya dari tahta dan mengangkat keponakan nya yaitu Pangeran Jayaningrat.
Peperangan demi peperangan masih berlanjut sampai akhir tahun 1821.

Tepatnya 16 Juli 1821 De Kock melantik Prabu Anom menjadi Sultan Najamuddin (IV)  dan Husin Diauddin menjadi Susuhunan Ahmad Najamuddin  ( II).
Karena tugas dan kewajiban yang ditugaskan Belanda terlalu berat. Akhirnya hanya menimbulkan keresahan dan pemberontakan baru, oleh Prabu Anom, akhirnya diserahkan kepada pemerintahan kolonial secara yuridis dan politis harus, dijadikan pemerintahan administratif kolonial yaitu keresidenan Palembang pada tanggal 7 Oktober 1823.(Redaksi)

Khatulistiwa News Designed by Templateism.com Copyright © 2014

Gambar tema oleh Bim. Diberdayakan oleh Blogger.