BERITA TERKINI

Daeng : Tiga Pukulan Bagi Ekonomi SINUHUN

 



JAKARTA,Khatulistiwa News.com (20/01) - Peneliti dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Salamudin Daeng kembali angkat bicara dan mengkritisi perkembangan terkini Sinuhun (Presiden Joko Widodo) yang tengah menghadapi tiga masalah pukulan ekonomi. Dimana, ungkapnya meski punya uang banyak saja belum tentu mudah menyelesaikan masalah ini."Apalagi kalau sedang kesulitan uang, betapa sulitnya. Syukur kalau masih bisa tidur, sehingga punya waktu bermimpi. Demikian sulit masalah yang dihadapi Pemerintah saat ini," ujar Daeng berdasarkan keterangan tertulis singkatnya pada Selasa (19/01), Jakarta.


Adapun, Salamuddin Daeng mengutarakan bahwa ketiga (3) masalah yang datang bersamaan di tahun 2021 yakni ;

Pertama (1). Masalah keuangan negara dan BUMN akibat tata kelola APBN dan keuangan BUMN yang buruk. APBN defisit melebar hingga 1000 triliun lebih, dan tidak mungkin bisa ditutup oleh pemerintah dengan utang baru. Walaupun dapat utang baru, bagaimana mungkin bisa bayar bunga di masa mendatang.


Lalu yang Kedua (2), Masalah pandemi corona sekarang mungkin telah menjadi epidemi yang membutuhkam uang besar untuk membeli vaksin, membeli obat, membeli alat kesehatan, dan menangani masalah dalam jangka panjang. Sementara corona terus meningkat dan konon belum mencapai puncaknya. Sisi lain vaksinasi masih kontroversi dikarenakan perbedaan pendapat diantara banyak pihak dan mungkin akibat persaingan para produsen vaksin. Sementara untuk pengadaan vaksin pemerintah pusat belum pasti punya uang untuk mengatasi pandemi ini. Sri Mulyani akan memalak anggaran pemda  Rp. 15 triliun untuk membeli vaksin.


Selanjutnya yang Ketiga (3), Masalah akibat kerusakan lingkungan yang memicu bencana alam dimana mana di tanah air. Banjir bandang, tanah longsor, gempa bumi, puting beliung, gunung meletus, mengguncang lahir batin penduduk Indonesia. Padahal korban bencana alam tahunan sejak awal pemerintahan ini belum pulih dari luka lahir batin. Membutuhkan biaya besar untuk memulihkan kehidupan  korban bencana. Sementara pemerintah tidak memiliki uang yang.cukup buat menolong rakyat. Buat mengamankan jalannya pemerintahan saja celengan sudah kering.


"Itulah, bagi saya pertumbuhan ekonomi alias growth bukan lagi indikator yang penting, tak perlu lagi pemerintah bicara ini. Mengejar pertumbuhan ekonomi tidaklah mendesak dan tidak lagi menjadi pertanyaan publik. Hal yang paling mendesak adalah darimana pemerintah mendapatkan uang buat mengatasi ketiga masalah di atas, pukulan bertubi tubi," ungkap Daeng menyampaikan.


Lanjut Daeng mengemukakan bahwa, memang ada UU No 2 tahun 2020 memberi kelekuasaan kepada pemerintah untuk mengambil utang di atas 3 persen GDP. Dan tahun lalu pemerintah berhutang 1000 triliun lebih sebagian besar dari penjualan SUN. 


"Tahun ini 2021 juga utang baru targetmya 1000 triliun lebih. Tapi utang luar negeri tidak mudah. Lembaga keuangan multilateral tidak menaruh Indonesia sebagai prioritas untuk dibantu atau ditolong. Bahkan Indonesia harus mau membantu tetangga tetangganya. Mungkin lembaga keuangan multilateral sudah _emoh_. Atau jangan jangan mereka punya rencana lain buat Indonesia," sindirnya menkritisi.


Berkenaan dengan hal tersebut ditegaskan peneliti dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Salamudin Daeng kalau Utang lebih dari Rp. 1000 triliun setahun sampai tahun 2023, akan diperoleh dengan menyedot uang bank, dana Jamsostek, dana haji, dana taspen, dan dana asabri, dan dana perusahaan asuransi serta dana pensiun BUMN, ke dalam Surat Utang Negara (SUN). Sementara semua dana publik tersebut dirundung masalah korupsi  yang parah, paparnya.


"Akibat lain, adalah liquditas di bank dan di masyarakat bisa kering kerontang, orang susah usaha dan susah belanja. Setelah situasi remuk redam akan datang  masalah baru yakni bayar utang, bayar bunga, bayar jatuh tempo, bayar pokok utang, semuanya  akan sangat berat, bukan hanya membahayakan keuangan negara, namun eksistensi negara," kata Daeng.


Sementara, menurutnya memprediksikan samar samar mulai terdengar rencana pemerintah cetak uang Rp.300 triliun, ibarat separuh dari jumlah uang beredar saat ini."Artinya jika terjadi uang masayarat berpotensi kehilangan uang separuh digondol "tuyul" alias inflasi," timpal pengamat ekonomi senior itu.


"Betapa berat ya, hanya dengan bersabar bisa menerima keadaan sekarang ini. Hanya dengan bahu membahu, gotong royong. Begitukah Sinuhun?", pungkas Daeng singkat.(Niko)

Khatulistiwa News Designed by Templateism.com Copyright © 2014

Gambar tema oleh Bim. Diberdayakan oleh Blogger.