JAKARTA, Khatulistiwa news- (28/08) - Sehubungan, Tersiar kabar yang berembus dari informasi jejaring media sosial dan pemberitaan bahwasanya, Pembangunan Dermaga Folley berlokasi di Distrik Misool Timur Raja Ampat, Papua Barat Daya menuai protes dari warga yang mengatasnamakan perwakilan Pemilik Hak Ulayat atas Tanah Adat.
Sebelumnya, dilansir dari berita yang tersiar sebelumnya bahwa Nikson Moom selaku perwakilan pemilik hak ulayat katakan,“ Tahun 2013 itu pembangunan tahap penimbunan. Kemudian di tahun 2019 baru dimulai dengan pembangunan fisik dermaga dengan luas tanah 125 m2 ×100m2 (seratus dua puluh lima meter persegi kali seratus meter persegi),” Demikian kata Nikson kisar awal bulan mei 2023 silam.
Adapun lanjut Nixon katakan, setiap proses pembangunan diatas tanah adat, masyarakat itu harus diselesaikan terlebih dahulu soal ganti rugi. ” Bukan menakut-nakuti masyarakat dengan bahasa jangan menghambat proses pembangunan. Kami tak pernah, tak mau menghambat proses pembangunan, malah kami mendukung program yang dicanangkan Pemerintah. Tapi tolong hak ganti rugi masyarakat itu diberikan,” imbuh Nikson,
“ Selama ini bahasa yang biasa dikembangkan oleh kontraktor untuk membangun atas nama Pemerintah itu, bahasanya jangan pernah menghambat pembangunan. Sehingga bahasa itu membuat masyarakat awam yang tidak tau menau sehingga tidak membuat protes walau belum mendapat ganti rugi. Padahal menurut Undang-Undang (UU) ada namanya ganti rugi. Sehingga kami menganggap selama ini kami dibohongi,” sambungnya.
Lantaran itu, dalam keterangan rilis tertulis singkatnya diterima awak media, Aliansi Masyarakat Papua - Papua Barat For Jokowi - Ma'ruf berencana akan sambangi Kantor Kementerian Perhubungan RI pada akhir bulan Agustus 2023 ini untuk melaporkan hal tersebut.
" Kami menduga kuat ada tindakan oknum Pejabat Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub RI yang melakukan Penguasaan secara sepihak Tanah Milik Adat Warga Kampung Folley tersebut tanpa ganti rugi yang layak," demikian ujar Adrianus Wanma menegaskan.
Adrianus Wanma, yang merupakan anak mantan Bupati Raja Ampat selama dua (2) periode semenjak era Pemerintahan SBY itu pun menjelaskan," Kami meminta agar Menteri Perhubungan RI melakukan Audt Internal
atas pembangunan Dermaga Folley tersebut guna mengetahui Anggaran Pengadaan
Tanah," timpal Eks Relawan Jokowi-Ma’ruf Amin pada Pilpres 2019 itu.
Perlu diketahui, Bahwa pada Tahun Anggaran 2018 - 2019 telah dibangun 'Dermaga Folley/Pelabuhan' yang merupakan akses Penyeberangan Ferry ASDP Kampung Folley, Distrik Misool Timur, Kabupaten Raja
Ampat, Provinsi Papua Barat Daya, sebagai akses dan Logistik yang masuk dan keluar
Pulau Besar Misool dan sekitarnya, oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Darat
Kementerian Perhubungan Republik Indonesia dengan menggunakan APBN sejumlah 186
Miliar.
Dermaga Folley tersebut, dengan batas-batas sebagai berikut :
- Sebelah Utara dengan Tanah Kebun Bapa YOEL,
- Sebelah Timur dengan Kampung
Distrik Misool Timur
- Sebelah Selatan dengan Foll Pulau
- Sebelah Barat dengan Kantor
Pemda
" Diduga Tanah milik Adat diperoleh melalui hibah Siluman dari tiga orang Oknum
yang mengatasnamakan Pemilik Tanah kepada Pemerintah Distrik Misool Timur, yang
dibuat di bawah tangan tanggal 13 Pebruari 2019 tanpa sepengetahuan NIKSON MOON
dan KALEB FANDIPO selaku Pemilik Tanah Adat yang sah," pungkas Adrianus Wanma.
Kemudian pihak Dirjen Perhubungan Darat
melaksanakan Pembangunan Dermaga Folley, selanjutnya pada Tanggal 10 Juni
2022 Kepala BPTT Wilayah XXV Propinsi Papua dan Papua Barat atas nama Kementerian
Perhubungan menyerahkan Dermaga Folley tersebut (Hibah) di bawah tangan kepada
Sekretaris Daerah Kabupaten Raja Ampat mewakili Pemerintah Kabupaten Raja Ampat,
dengan nilai hibah sebesar Rp.186. 020. 376. 430,- (seratus delapan puluh enam
miliar dua puluh juta tiga ratus tujuh puluh enam ribu empat ratus tiga puluh rupiah)
sesuai Berita Acara Serah Terima Hibah berupa pembangunan Dermaga Penyeberangan
Folley, Dermaga Penyeberangan Waigeo dan sarana bantu Navigasi Penyeberangan
(SBNP) dari Kementerian Perhubungan kepada Pemerintah Kabupaten Raja Ampat Nomor
: PL.108/5/II/BPTD-WIL.XXV/2022 dan Nomor : 503/325/STDA tertanggal 10 Juni 2022.
" Patut diduga tindakan Oknum Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan RI tersebut, merupakan perbuatan sewenang-wenang dan kejahatan dalam Jabatan yang melanggar beberapa Instrumen Hukum Positif Indonesia yaitu,
(1) Pasal 28B ayat (2) Jo Pasal 28H ayat(4) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;-
(2) Pasal 36 ayat(1),(2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi
Manusia (HAM),
(3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah bagi
Pembangunan untuk kepentingan Umum," kemukanya.
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi
Papua sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021
Tentang Perubahan Undang-Undang 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus bagi
Provinsi Papua, tandasnya berikan keterangan singkat.(Niko)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar