Oleh :
H. Albar Sentosa Subari ( Ketua Pembina Adat Sumsel ).
Dan
Marsal ( Pemerhati Sosial dan Hukum Adat Indonesia )
Muara Enim, Khatulistiwa news (14/11) Istilah " cacat hukum" , akhir akhir ini banyak diperbincangkan oleh masyarakat umumnya, dan ahli hukum khususnya.
Bicara istilah cacat hukum, teringat saat saat permulaan ikut perkuliahan di bangku awal mengikuti pelajaran kuliah ilmu hukum.
Namun secara umumnya, sesuatu yang dapat dikategorikan perbuatan hukum yang dapat dikatakan cacat hukum minimal ada dua syarat yang tidak terpenuhi, baik secara keseluruhan maupun sebagian yang dilanggar.
Yaitu syarat formil dan syarat materiil.
Syarat formil adalah persyaratan yang harus dipenuhi sesuai dengan ketentuan formal yang berlaku seperti sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Kalau dalam istilah Prof. Subekti SH dalam bukunya Pokok Pokok Hukum Perdata, mengatakan suatu perbuatan hukum itu sah apabila memenuhi syarat objektif dan syarat subjektif.
Apabila syarat objektif tidak terpenuhi atau dilanggar mengakibatkan perbuatan hukum tersebut Batal dengan sendirinya. Tanpa harus dimintakan pembatalan dari pengadilan.
Sedangkan kalau tidak terpenuhi syarat subjektif maka dalam perbuatan hukum khususnya perdata akibat nya Dapat dibatalkan, tentu melalui pengadilan.
Kembali kepada fokus kita di atas soal Cacat hukum atas suatu perbuatan hukum . Apabila tidak terpenuhi unsur formal nya maka otomatis itu batal demi hukum.
Kalau kita bawa dalam teori mengenai BAHAN HUKUM, mengatakan bahwa suatu peraturan baca hukum itu harus memenuhi dua unsur yaitu bahan ideal dan bahan hukum Riel.
Kawasan pembicaraan masalah " bahan hukum" lebih bersifat philosofi.
Tentu variabel philosofi nya adalah philosofi Pancasila sebagai pandangan hidup berbangsa dan bernegara.
Bahan hukum ideal, adalah suatu variabel sesuatu hukum itu bernilai apabila memenuhi unsur unsur ideal. Misalnya bisa menjadi ilustrasi ajaran dari Plato , bahwa seorang pemimpin yang ideal adalah mereka mereka yang telah matang pikiran dan sudah bisa memasuki alam kebijakan yang dapat menjamin keseimbangan pikiran dan perasaan. Makanya kenapa Muhammad Saw diangkat Allah menjadi Rasul pemimpin umat saat umur nya mencapai 40 tahun, tentu Allah SWT telah memiliki keyakinan seseorang yang berusia demikian sudah bisa diberi amanah.
Bahan hukum Riel, bermakna suatu peraturan atau hukum yang baik apabila telah mengakomodir persoalan persoalan yang ada dimasyarakat. Dengan demikian diharapkan akan membuat masyarakat yang aman sejahtera.
Hal ini sesuai dengan cita hukum dalam pembukaan UUD 45 yang bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Itulah yang merupakan tujuan hukum di Indonesia ( masyarakat yang adil dan makmur).
Bukan seperti teori yang diajarkan oleh ahli hukum barat bahwa tujuan hukum adalah berupa kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan.
Menurut Prof Dr. H.M.Koenoe , SH guru besar hukum yang mengajar di dalam dan luar negeri mengatakan bahwa tujuan hukum Indonesia adalah tercantum dalam Rechtside sebagaimana tertulis dalam Pembukaan UUD tahun 1945. Dan itu harus direalisasikan dalam hidup berbangsa dan bernegara. Tentu harus Berawa dari suatu aturan atau putusan yang tidak mengandung CACAT HUKUM.
Bahan hukum ideal, banyak berkait dengan nilai nilai dalam Sila sila Pancasila, baik nilai atau moral meliputi nilai atau moral agama, adat istiadat serta nilai yang terkandung dalam suatu profesi dalam menjalankan tugas sebagai penyelenggara negara Indonesia baik di bidang eksekutif, legislatif dan yudikatif. Kalau ini dilanggar akan berdampak pada nilai keberlakuan dari suatu produk hukum.
Apalagi dalam negara yang mengakui kedaulatan rakyat dan hukum sebagai panglima di atas politik dan kekuasaan. Kalau ini dilanggar akan bertentangan dengan konstitusi. (Redaksi)


Tidak ada komentar:
Posting Komentar