BERITA TERKINI

Pengacara Pembela Pilar konstitusi (P3K) Nilai Ada Dugaan Pelanggaran Hukum dan Etika Pemberitaan Mendahului Putusan MKMK Yang Akan di Putus

 


JAKARTA, Khatulistiwa news (06/10) - Sehubungan terkait pemberitaan media nasional, sebelumnya pada tanggal 3 November 2023 dengan judul “Anwar Usman Terbukti Bersalah, MKMK Umumkan Putusan Besok Selasa” dan juga pada akun Instagram @tempodotco yang tak lain milik Tempo.co telah tersebar dan Tersiar sekitar Pukul 16.00 Wib dengan tagline “Anwar Usman Terbukti Bersalah, MKMK Umumkan Putusan Selasa Pekan Depan” dan Kompas.TV dengan Judul “KETUA MKMK JIMLY SEBUT ANWAR USMAN TERBUKTI BERSALAH”


Para praktisi hukum yang tergabung dalam PENGACARA PEMBELA PILAR KONSTITUSI (P3K), menyebutkan dalam keterangan tertulis singkatnya dimana Pemberitaan yang saling berkaitan satu sama lain berisi peristiwa dugaan pelanggaran hukum dan etika Jurnalistik, dengan uraian sebagai berikut: 


Bahwa pada laman Tempo.co dengan alamat website https://nasional.tempo.co/read/1792281/anwar-usman-terbukti-bersalah-mkmk-umumkan-putusan-besok-selasa dengan Judul berita “Anwar Usman Terbukti Bersalah, MKMK Umumkan Putusan Besok Selasa”, tanggal 3 November 2023, berisi kutipan sebagai berikut:


“Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi atau MKMK Jimly Asshiddiqie membenarkan Ketua MK Anwar Usman terbukti bersalah dalam memutuskan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia minimal capres-cawapres. "Iyalah," kata Jimly di Gedung MK, Jakarta, Jumat, 3 November 2023, menjawab pertanyaan apakah paman Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka itu terbukti bersalah”.

Bahwa pada laman Kompas.TV dengan alamat website https://www.kompas.tv/video/457785/ketua-mkmk-jimly-sebut-anwar-usman-terbukti-bersalah dengan judul “Ketua Mkmk Jimly Sebut Anwar Usman Terbukti Bersalah”


Bahwa pemberitaan Tempo.co dan Kompas.TV yang telah mendahului putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang akan di putus pada tanggal 7 November 2023, tidak adanya pernyataan Ketua MKMK (Jimly Asshiddiqie) dalam laman berita Tempo.co yang menyatakan “Ketua MK Anwar Usman bersalah” dan Kompas.TV memuat Judul “Ketua Mkmk Jimly Sebut Anwar Usman Terbukti Bersalah” , demikian ungkap PENGACARA PEMBELA PILAR KONSTITUSI (P3K), Rizal Khoirur Roziqin SH, Rubby Cahyadi SH MH, serta Maydika Ramadani SH, MH


Ungkapnya menjelaskan, bahwa adanya penyebaran Berita bahong yang dilakukan pihak Tempo.co dan Kompas.TV adalah merupakan upaya penggiringan opini publik untuk membatalkan Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait uji materi UU Pemilu soal batas usia capres dan cawapres.


" Bahwa pernyataan Ketua MKMK (Jimly Asshiddiqie) tersebut, hanya terdapat pada laman Berita Tempo.co dan Kompas.TV saja dan tidak ada Berita di media Berita online lainnya, dimana pemberitaan terkait Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang menimbulkan pro-kontra dikalangan masyarakat Indonesia," terangnya. 


Sehingga tidak adanya pemberitaan terkait pernyataan Ketua MKMK (Jimly Asshiddiqie) di media berita online lainnya, maka patut diduga Tempo.co dan Kompas.TV telah melakukan pelanggaran hukum berupa penyebaran berita bohong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang menyatakan bahwa “mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar”


Di samping itu, PENGACARA PEMBELA PILAR KONSTITUSI (P3K) pun menilai bahwa selain itu, pihak Tempo.co dan Kompas.TV juga melanggar Pasal 1, Pasal 2, Pasal 3 dan Pasal 4 Kode Etik Jurnalistik, menyatakan:

Pasal 1

Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.

Pasal 2

Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.

Pasal 3

Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.

Pasal 4

Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.


" Bahwa untuk diketahui, Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023, tidak dapat dibatalkan dikarenakan Putusan MK bersifat final dan mengikat, dimana putusan MK telah memiliki kekuatan hukum tetap sejak diucapkan/disampaikan dalam sidang pleno terbuka untuk umum," paparnya. 


Putusan MK tersebut harus dilaksanakan terlepas dari adanya pro dan kontra sehingga Putusan MK berlaku bagi semua orang (erga omnes) dan harus dianggap benar serta dilaksanakan (res judicata pro veritate habetur). 


Walaupun adanya sidang dugaan pelanggaran kode etik hakim Konstitusi yang sedang diperiksa oleh MKMK, tetap tidak dapat membatalkan putusan MK tersebut, karena tidak ada dasar hukum yang menyebutkan MKMK dapat membatalkan putusan Mahkamah Konstitusi. 


" Terkait dengan adanya dukungan berbagai pihak terhadap MKMK agar membatalkan putusan tersebut menunjukkan sikap pengkhianatan konstitusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 sudah demikian jelas dan tegas menyebutkan bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir serta putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat," ujarnya


Dengan demikian tidak ada upaya hukum guna membatalkan putusan MK, Jangankan putusan MKMK, putusan pengadilan yang membuktikan hakim konstitusi melakukan tindak pidana saja tidak bisa membatalkan putusan Mahkamah Konstitusi. 


Terkait hal tersebut, diberikan juga beberapa permisala. contoh kasus terkait putusan MK tidak dapat dibatalkan sebagai berikut:

Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar tahun 2014 yang tertangkap KPK dan dijatuhi pidana karena menerima suap saat menangani perkara hasil pemilihan umum (PHPU) beberapa daerah mulai dari perkara Pilkada Lebak, Gunung Mas, Sumatera Selatan dan lain-lain. 


Penjatuhan pidana terhadap Akil terkait perkara yang dia tangani di MK ternyata sama sekali tidak membuat putusan perkara tersebut dibatalkan;

Pada tahun 2017 Hakim Konstitusi Patrialis Akbar ditangkap KPK dan dijatuhi pidana karena dituduh menerima suap terkait uji materi Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Putusan pidana terhadap Patrialis Akbar, ternyata tidak bisa merubah putusan uji materi undang-undang.


Selain itu, keputusan Dewan Etik Mahkamah Konstitusi juga tidak bisa mengubah putusan atau hasil rapat Dewan Perwakilan Rakyat yaitu Kasus hakim konstitusi Arief Hidayat yang dihukum oleh Dewan Etik Mahkamah Konstitusi karena bertemu dengan sejumlah anggota DPR sebelum rapat terkait pemilihan dirinya kembali sebagai hakim konstitusi ternyata tidak merubah hasil rapat DPR yang memutuskan dia terpilih kembali sebagai hakim konstitusi.


Berdasarkan fakta yang diuraikan di atas, maka Kami Pengacara Pembela Pilar Konstitusi (P3K) menyatakan sikap agar Dewan Pers memberikan Sanksi sesuai dengan ketentuan kepada Tempo.co dan Kompas.TV yang telah melakukan pelanggaran hukum berupa penyebaran berita bohong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers Jo. Pasal 1, Pasal 2, Pasal 3 dan Pasal 4 Kode Etik Jurnalistik. (Niko) 

Khatulistiwa News Designed by Templateism.com Copyright © 2014

Gambar tema oleh Bim. Diberdayakan oleh Blogger.