Oleh :
H. Albar Sentosa Subari ( Ketua Pembina Adat Sumsel ).
Dan
Marsal ( Pemerhati Sosial dan Hukum Adat Indonesia )
Muara Enim,Khatulistiwa news (03/8) Tulisan ini terinspirasi dari judul di media cetak: Uang 10 M Dikemas di Kardus dan Jangan Serakah, Kue Di bagi bagi .
Dua judul di atas saling berhubungan dalam kasus yang sama yang sedang diperiksa di Pengadilan.
Apa makna korupsi? Tidak hanya pemukim Jakarta, tingkat Desa sekali pun sudah tahu bahwa korupsi, penggerogot, pengrusak keuangan negara.
Ada yang sudah terungkap, namun berapa banyak si pelaku?. Hanya Allah SWT yang mengetahui nya.
Adakah korupsi bentuk lain? Jangan terpaku memahami korupsi menyangkut keuangan. Secara formal benar. Sebab itu, sengaja diciptakan undang undang tentang pemberantasan korupsi.
Singkat kata, bila diumpamakan mengangguk ikan, undang undang tentang pemberantasan tindak Pidana korupsi itu sama dengan " pukat harimau", sanggup menampung apapun bentuk serta bobot perbuatan " durjana" itu .
Masalahnya, akan kah kita berandalkan palu hukum undang-undang mengiring manusia agar berjalan di jalan yang lurus dan benar?. Tindakan dalam agama tertentu - Islam jalan demikian disebut Shirothol Mustaqim. Jalan lurus yang diredhoi illahi Rabbi. Pertanyaan, mengapa manusia sering alpha kepada Nya.
Mungkin ada yang bertanya, sejauh mana kajian agama Islam dalam bahasan korupsi?
Firman Allah ini terjemahan nya " Telah kami turunkan padamu kitab (Qur'an) dengan kebenaran, Supaya kamu mengadili manusia - menurut petunjuk Allah kepadamu,
Dan janganlah kamu menjadi lawan (yang tiada bersalah), Karena (membela) orang khianat. ( Qur'an surat An Nisa': 105).
Selain, dalam surat An-Nisa ayat 105, Allah SWT juga telah berfirman dalam surat lainnya, yakni Al-Baqarah ayat 188 yang artinya:
"Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui."
Begitulah pandangan islam terkait perbuatan korupsi yang seakan akan sudah menjadi tradisi di Indonesia.
Kamu jangan pernah melakukan korupsi ya, dalam hal apa pun itu dilarang.
Mudah sekali memahami Firman Allah SWT di atas, pertama, jadikan Al Qur'an menjadi pegangan menegakkan keadilan. Kedua, bila menegakkan keadilan, yang pertama wajib bagi dirinya sendiri, disebut hati nurani.
Hati nurani selalu berbahasa jujur serta keadilan demikian dalam undang undang pokok pokok kehakiman dan penjelasan bahwa pertanggungjawaban keadilan dari seorang hakim, pertama kepada Allah, kedua pada diri Sendiri.
Adakah pihak yang masih ragu, bila yang demikian dapat diterapkan di negara menentukan keadilan ditegakkan atas nama Allah Yang Maha Esa, bukan atas nama hukum?. Tindak Pidana korupsi benalu penghisap masyarakat, penghancur sendi kehidupan bangsa dan negara yang lahir dan hanya atas berkat Rahmad Allah Yang Maha Esa tidak sesulit seperti dirumuskan dalam undang undang.
Gampang gampang sulit menjabarkan pemberantasan serta penanggulangan tindak Pidana korupsi semata mata berdasarkan nalar pertanggungjawaban di dunia sebatas penyelesaian hukum. Walaupun seorang koruptor terjerat oleh peraturan hukum, seperti berulang kali terbukti dari fakta, Bila ditanya hakim kemana dan dimana uang hasil korupsinya disimpan?. Jawabannya sudah diperhitungkan, habis berfoya foya, Habis berjudi. Ratusan juta bahkan milyaran habis difoya foyakan dan untuk berjudi. Tidak masuk akal. Uang sebanyak apapun tidak cukup belanja, berfoya, dan lain sebagainya.
Pernah ada alasan mencari dana pembangunan pajak yang tidak halal dipungut dan dijadikan anggaran pembangunan. Tegas Allah berkata Jangan campurkan yang hak dengan yang bathil.
Allah SWT berfirman dalam QS. An-Nisa ayat 29 yang artinya:
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu."
Beberapa ulama fiqih pun juga sepakat, jika menggunakan atau meraih harta dari hasil tindak pidana korupsi, itu sama saja dengan memakan hasil rampasan, judi, dan curian. Di mana, itu hukumnya haram.(Redaksi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar