BERITA TERKINI

Hardjuno: Tumpukan Utang Kian Gerus APBN Bakal Jadi 'Bom Waktu' , Sri Mulyani Harus Tanggung Jawab




JAKARTA,Khatulistiwa News.com.
Ketua Umum Hidupkan Masyarakat Sejahtera (HMS) Center, Hardjuno Wiwoho menilai pemerintah menaruh bom waktu bagi bangsa Indonesia hingga 10 tahun ke depan. Pasalnya, uang pajak rakyat yang dikumpulkan melalui APBN harus menanggung beban akibat melebarnya defisit APBN 2020.

Diketahui, sebelumnya saat raker dengan Badan Anggaran DPR RI pada Kamis (18/6) lalu Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan dampak pandemi virus corona (Covid-19) berisiko mengerek defisit anggaran penerimaan dan belanja negara (APBN) menjadi kian lebar. Bahkan, peningkatan defisit bakal menjadi beban bagi negara hingga 10 tahun ke depan.

"Dengan adanya Covid-19 kita mengalami defisit yang meningkat secara dramatis, dan ini akan menjadi beban 10 tahun ke depan," ujar Sri Mulyani

Merespon pernyataan Menkeu itulah, Hardjuno angkat bicara seraya menanggapi dan mengatakan,“Jangan bermimpi tentang peningkatan kesejahteraan rakyat. Karena uang pajak rakyat akan dipakai membayar utang,” jelasnya di Jakarta, Selasa (23/6/2020)

Timpal Hardjuno katakan defisit anggaran yang dalam dan koreksi pertumbuhan ekonomi menjadi pemicu meningkatnya porsi utang pemerintah."Peningkatan utang diproyeksi terjadi karena negara membutuhkan tambahan dana untuk membiayai pengeluaran, yang tak sebanding dengan pendapatan. Saat ini saja, utang sudah menjadi beban berat APBN. Bahkan utang sudah mulai mengerus APBN," paparnya mengkritisi.

Sehubungan itulah, Hardjuno mengingatkan pemerintah Indonesia agar tidak selalu mengandalkan utang dari negara lain dalam mengatasi persoalan ekonomi."Bukan pemerintah yang akan menanggung beban tersebut melainkan rakyat Indonesia hingga anak cucu. Jangan lupa, yang membayar warisan utang ini adalah generasi sekarang dan mendatang,” imbuhnya.

Defisit fiskal tahun ini diperkirakan akan melebar menjadi 6,34 persen atau setara Rp 1.039,2 triliun terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Dimana, pelebaran defisit APBN tahun ini terjadi karena pemerintah membutuhkan dana yang besar untuk penanggulangan dampak pandemi Covid-19. Salah satu peruntukannya yaitu program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebesar Rp 695,2 triliun.

Hardjuno sampaikan peningkatan defisit ini disebabkan Menteri Keuangan (Menkeu) tidak menghitung alokasi anggaran untuk pemulihan ekonomi atau untuk covid secara akurat. Akibat, tahun ini, alokasi anggaran dan program menumpuk pada APBN 2020 ini, kemukanya.

Ditambah, yang lebih mengherankan lagi lanjut Hardjuno, ada program pemerintah yang justru tidak berkaitan dengan covid-19 atau pemulihan ekonomi.

Namun diikutsertakan dalam program pemulihan ekonomi. Semisalnya saja seperti, dana talangan buat BUMN seperti Garuda dan BUMN lainnya. Padahal sebetulnya, keuangan BUMN sudah jelek sebelum covid 19, tetapi dimasukan dalam APBN covid-19, lanjut Hardjuno.

“Makanya, jangan heran kalau defisit APBN membengkak. Dan saya kira, Menkeu Sri Mulyani harus tanggung jawab sebagai bendahara negara,” pungkasnya.(Nico)

Khatulistiwa News Designed by Templateism.com Copyright © 2014

Gambar tema oleh Bim. Diberdayakan oleh Blogger.