BERITA TERKINI

Pengamat : Kebangkrutan PLN Akibat Ditawan Mafia Batubara

 



JAKARTA,Khatulistiwa News.com- (3/12) - Salamuddin Daeng, pengamat Ekonomi Politik AEPI menilai bahwa sebenarnya Dirut PLN telah menyadari benar apa masalah yang terjadi di PLN sejak dia menjabat sebagai Dirut. Demikian ujarnya memberikan keterangan singkat, Jakarta (2/12/2020)


Adapun, kemuka Daeng mengatakan masalah PLN datang dari kebijakan pemerintah berkaitan dengan harga bahan bakar dan harga listrik swasta yang wajib dibeli PLN. 


Selain itu, lanjutnya menyebutkan satu lagi masalah datang dari sektor keuangan akibat utang PLN yang sangat besar dalam mengejar ambisi mega proyek 35 ribu megawatt. Masalah itulah yang mengakibatkan PLN rugi besar.


"Meski harga batubara dan harga minyak telah turun hingga level terendah dalam sejarah, tapi PLN tetap rugi. Tahun 2020 PLN diprediksi menderita kerugian Rp. 44,3 triliun. Kerugian yang terus meningkat dari tahun sebelumnya. Lebih gawat lagi tahun 2021 kerugian PLN akan mencapai Rp. 83,7 triliun," bebernya memaparkan.


"Sudah tak ada untung lagi dalam kamus PLN dimasa kini dan mendatang. Kerugiannya akan terus membengkak dari tahun ke tahun," timpal pengamat Ekonomi senior itu.


Lalu, ungkap Daeng mengatakan,"Dari mana sumber kerugian PLN ? Ada tiga hal ; pertama, dari pembelian bahan bakar jumlahya 34,6% dari total biaya, pembelian listrik swasta 41,2% dari total biaya, biaya depresiasi dan keuangan sebesar 15,8% . Ketiga komponen biaya tersebut 91,6% dari total biaya yang dikeluarkan PLN," paparnya.


"Ini adalah bisnis BUMN paling konyol, dimana sebagian besar pengeluaran atau biaya PLN ditentukan oleh kebijakan pemerintah. Pembelian bahan bakar harganya dipatok dalam formulasi yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Pembelian listrik swasta juga  ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Kedua biaya ini mencakup 75,8 % biaya yang harus ditanggung PLN," kata Daeng mengkritisi.


Lanjut Daeng Kemudian, dalam hal ini Siapa yang untung dengan kebijakan harga bahan bakar dan harga listrik swasta ?, cetusnya menimpali.


"Tidak lain adalah oligarki pebisnis bahan bakar terutama pebisnis batu bara. Siapa lagi yang untung paling besar ? Yakni pebisnis pembangkit batubara, mereka punya tambang batubara dan sekaligus mereka punya pembangkit," kata Daeng menilai.


Ditengarai dalam hal ini tentunya PLN tidak akan pernah untung, sebaliknya pebisnis pembangkit tak akan pernah rugi, demikian juga pemasok batubara ke PLN juga tidak akan pernah rugi. Akan untung sepanjang jalan PLN melakukan bisnis listrik, ungkap Daeng.


"Siapa yang dirugikan? Tidak lain adalah masyarakat Indonesia. Harga listrik Indonesia adalah salah satu yang paling mahal. Harga listrik Indonesia lebih mahal dari harga listrik India, China yang merupakan pesaing utama dalam perdagangan global," ujarnya.


"Jika dibandingkan dengan pendapatan perkapita rakyat Indonesia, harga listrik Indonesia adalah salah satu yang paling menghisap di dunia," ungkap Daeng.


"Satu kata kunci bagi PLN untuk selamat dan keluar dari jebakan kerugian. Kata kunci adalah renegosiasi," jelasnya.


"Apa yang harus di renegosiasi yakni pertama, harga bahan bakar terutama batubara. Kedua,  harga listrik yang wajib dibeli dengan skema _take or pay_ milik swasta, dan ketiga adalah utang utang PLN warisan masa lalu. Renegosiasi ini telah menjadi komitmen Dirut PLN dalam membenahi struktur keuangan PLN dan menyelamatkan PLN dari kebangkrutan," paparnya.


"Apa kabar renegosiasi ini ya? Semoga telah berjalan sebagaimana yang dijanjikan kepada publik. KAMI SERUKAN KEPADA KPK DAN PENEGAK HUKUM SEGERA USUT KEJAHATAN MAFIA BATUBARA DI PLN YANG MERUGIKAN HAJAT HIDUP ORANG BANYAK," pungkas Daeng singkat.(Niko)

Khatulistiwa News Designed by Templateism.com Copyright © 2014

Gambar tema oleh Bim. Diberdayakan oleh Blogger.