BERITA TERKINI

WIBAWA HUKUM MENURUT PANDANGAN ISLAM

 

Oleh : 

Marsal ( Penghulu KUA kecamatan Muara Enim )


Muara Enim,Khatulistiwa News.com- (27/12)

Salah satu tugas pokok yang harus di jalankan oleh para penyelenggara pemerintahan di suatu masyarakat ialah menjalankan hukum secara adil dan merata, secara tegas dan bijaksana. Sebab dengan hukum yang adil, serta tegas dan bijaksana itu, maka hak hak rakyat mulai dari rakyat yang paling kecil hingga paling besar, mulai dari yang paling lemah  sampai yang paling kuat, dan mulai dari rakyat yang paling dekat hingga yang paling jauh, semua akan dapat terpenuhi secara adil

Dan baik. Secara umum tidak ada yang di rugikan , jugà tidak ada yang menindas dan terlindas.

Jika hukum yang adil dan merata, serta tegas dan bijaksana itu dapat di laksanakan di masyarakat, maka setiap anggota masyarakat pasti mendukungnya, menghormati dan mentaatinya. Tegasnya, hukum di masyarakat makin berwibawa dan di junjung tinggi oleh masyarakat. Para penjahatpun akan berfikir panjang jika mau berbuat kejahatan. 


Namun sebaliknya jika hukum tidak di tegakkan secara tegas,adil dan merata, maka akan banyak rakyat yang dirugikan dan tertindas. Maka dari itu rakyat makin tidak percaya terhadap para penyelenggara hukum, bahkan mereka makin di benci oleh rakyat. 


Rakyat juga selalu tidak puas  dengan putusan putusan hukum. Ketidak pecayaan dan ketidakpuasan itu kemudian melahirkan tindakan tindakan menghakimi sendiri atau penghakiman massa. Di saat itulah wibawa hukum menurun, tidak lagi di hargai dan di jinjung tunggi.

Jika demikian maka penegakkan hukum secara tegas, adil dan merata menurut pandangan islam adalah sangat penting, begitu pentingnya sehingga Allah SWT berfirman dalam Qur an surat An Nisa' ayat 58. yang artinya : 

"... dan apabila kamu menetapkan suatu hukum di antara manusia, supaya kamu tetapkan secara adil ...".


Akan tetapi meskipun sudah cukup jelas mengenai pentingnya penegakkan hukum secara adil, merata, tegas dan bijaksana. Ternyata dalam kehidupan masyarakat kita masih ada hukum hukum yang tidak di tegakkan secara tegas, adil dan merata. Hal itu dapat kita saksikan dalam kehidupan kita sehari hari, banyak kasus kasus yang tidak di selesaikan secara tuntas bahkan terkesan di "petieskan", atau di biarkan begitu saja. Banyak pula kasus kasus yang di selesaikan dengan penuh rekayasa, sehingga masyarakat geli mendengarnya. 


Demikian pula banyak kasus kasus yang di adukan rakyat kepada wakil wakil mereka di DPRD, DPR - MPR, namun kasus kasus tersebut belum tertangani secara serius, atau hanya di tampung dan di tampung hingga menumpuk.


Akibat itu semua maka wajar bila kemudian rakyat makin tidak percaya dapat pelaksanaan hukum di masyarakat, juga kurang percara kepada wakil wakil mereka di pemerintahan. Dan wajar pula di kemudian hari rakyat main hakim sendiri, karena beranggapan bahwa jika kasusnya di serahkan kepada pihak yang berwajib tidak akan di tangani secara adil, jika demikian berarti telah terjadi krisis kepercayaan terhadap hukum yang berlaku, tegasnya wibawa hukum di masyarakat kita sedang menurun, atau sedang terpuruk.


Hal demikian itu dapat terjadi karena :


Pertama, Yang menyebabkan wibawa hukum menurun ialah adanya manusia manusia tertentu yang tidak bisa di adili atau mempunyai kekebalan hukum. Manusia manusia tersebut tidak bisa di adili karena mereka mempunyai kekuatan dan punya posisi tinggi. Akibatnya para abdi hukum yang bertugas menyelidiki, menuntut dan mengadili sebuah kasus tidak dapat berbuat banyak.



Dalam sejarah Islam tidak ada manusia yang di istimewakan dalam pengadilan  semua mendapatkan hak yang sama tanpa terkecuali. Demikian pula dalam hukum hukum umum, seluruh manusia mendapatkan hak yang sama tanpa pengecualian. Sebab membeda bedakan manusia di depan hukum, akan merugikan pihak yang lemah dan menurunkan wibawah hukum itu sendiri, termasuk juga hukum Islam. Dan hal itu juga merupakan alamat kehancuran.


Dalam sejarah pengadilan Islam masa lampau, pernah Umar bin Khattab sang pemimpin dunia Islam terpaksa harus duduk sejajar dengan orang Yahudi di depan hakim, dalam kasus kesalah pahaman mengenai tanah antara Umar sengan orang Yahudi. Ternyata kasus itu tidak menurunkan wibawa Umar bin Khattab.

Oleh karena itu, salah satu jalan untuk membangun wibawa hukum di masayarakat kita, marilah kita hindari pengistimewaan terhadap golongan tertentu di depan pengadilan, dan kita berantas penggunaan kekuatan dan wewenang untuk kepentingan pribadi atau golongan. Dalam hal kesamaan di depan hakim, Raauluĺah SAW. Bersabda dengan artinya : 



" Sesungguhnya yang membinasakan orang orang yang sebelum kamu yaitu jika yang mèncuri itu golongan bangsawan ( Pejabat tinggi ), maka hukuman itu tidak di lakasanakan. tetapi jika yang mencuri itu dari mereka yang termasuk golongan lemah. Tetapi jika yang mencuri itu dari mereka yang termasuk golongan lemah ( miskin ), maka hukum itu di tegakkan. Demi Allah, seandainya  Fatimah binti Muhammad SAW mencuri, mencuri,  pastilah aku potong tangannya". ( HR Bukhari & Muslim ).


Kedua : Yang menyebabkan wibawa hukum menurun ialah karena hukum di masyarakat kita masih dapat di "beli", hukum tersebut dapat di belikarena ada oknum hakim yang materialis ( mempertuhankan harta ), dan pihak yang bersangkutan dengan kasus itu memanfaatkan keadaan tersehut. Akhirnya terjadila penyimpangan dalam pengadilan, dan lagi lagi kaum lemah la yang di rugikan.


Agama Islam melarang keras permainan suap, sebab permainan suap itu mengakibatkan hilangnya keadilan. Dan Islam juga tidak menghendaki orang orang yang materialistis itu memegang jabatan atau peranan, karena mereka itulah perusak keadilan. Oleh karena itu, untuk meninggikan wibawa hukum dalam masyarakat kita, permainan suap harus di berantas. Dalam hal suap, Rasulullah bersabda Hadis yang di Riwayatkan oleh Ahmad dan lainnya. 

yang artinya: " Laknat Allah atas orang orang yang menyuap dan yang di suap di dalam hukum ".


Ke tiga : yang menyebakabkan wibawa hukum tidak ada  lagi ialah karena sangsi hukum terlalu ringan dan pelaksanaannya tidak tegas dan ketat. Akibat terlalu ringannya sangai hukum menjadikan seseorang tidak takut dan tidak jera terhadap ancaman hukum,  bahkan nekat melakukan kejahatan. Demikian pula ketidak tegasan pelaksanaan  tersebut akhirnya di manfaatkan oleh orang tidak bertanggungjawab. Maka untuk menegakkan  wibawa hukum, sangsi hukum harus setimpal dengan perbuatan, tegas dan ketat. Allah berfirman dalam surat Shaad ayat 26 yang artinya : 

" Maka berilah keputusan di antara manusia dengan benar ".


Benar yang dimaksud dalam ayat ini ialah adil, tepat dan setimpal, lagi sesuai dengan hukum Allah.


Ke Empat : yang menyebabkan  jatuhnya wibawah hukum adalah karena tidak ada jiwa ksatria bagi penegak hukum itu sendiri, yaitu sikap berani membela kebenaran. Seorang hakim harusla berani karena benar takut karena salah, apapun resikonya. Membela kebenaran adalah keluhuran di hadapan Allah Swt.( Redaksi)

Khatulistiwa News Designed by Templateism.com Copyright © 2014

Gambar tema oleh Bim. Diberdayakan oleh Blogger.