Jakarta khatulistiwa news (14/04) - Beberapa jam lalu, Ketua MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) Bambang Soesatyo menyatakan bahwa persoalan Amandemen Konstitusi terbatas tentang PPHN dan Kewenangan MPR belum final.
Ikhwal hal tersebut, paparan Ketua MPR tersebut secara tidak langsung menyampaikan awalnya menargetkan masalah Amandemen Konstitusi Terbatas selesai bulan April. Hal itupun juga sama sekali tidak ada agenda penambahan jabatan Presiden 3 periode atau perpanjangan masa jabatan Presiden.
Lantaran pernyataan ketua MPR itu, Yudi Syamhudi Suyuti yang merupakan aktivis Muda kritis angkat bicara seraya menjelaskan, kalau persoalan ini akan benar - benar final ketika hasil pengkajian dari Badan Pengkajian menyerahkan ke Fraksi-Fraksi di MPR yang terdiri dari DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) dan DPD (Dewan Perwakilan Daerah).
" Lalu dari Fraksi-Fraksi menghasilkan persetujuan atau tidak. Proses ini artinya, jabatan 3 periode Presiden dan perpanjangan, benar-benar sama sekali tidak ada dalam pembahasan," Demikian ujar Aktivis Muda Penggagas Fraksi Rakyat di Parlemen, yang juga merupakan Ketua Presidium Majelis Rakyat Indonesia (MRI)
Sehubungan itulah, Dirinya bahkan justru mempertanyakan di kala Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) hanya dipayungi Undang-Undang, bukan dengan Ketetapan MPR (TAP MPR). Ungkapnya hal tersebut tidak mampu untuk memayungi Pokok-Pokok Haluan Negara.
" Karena Pokok-Pokok Haluan Negara ini merupakan Kerangka Kerja Negara berkedaulatan Rakyat sesuai Dasar Negara Indonesia, Pancasila yang pada masa lalu disebut Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN)," kemuka Bung Yudi, sapaan akrab penggagas Fraksi Rakyat di Parlemen itu menjelaskan.
Oleh karenanya, payungnya harus kuat dan dalam pembuatan, pelaksanaan dan pertanggung jawabannya, harus benar-benar melibatkan seluruh komponen rakyat, terang Dia.
Dan memang MPR perlu ditingkatkan statusnya sebagai Lembaga Tertinggi Negara, yang tidak hanya beranggotakan DPR dan DPD saja dalam konteks demokratis mutakhirnya, cetusnya mengkritisi.
" Tetap diperlukan Fraksi Rakyat yang berwujud Badan Partisipasi Warga sebagai saluran rakyat langsung secara independen non partisan yang utusan-utusannya meliputi golongan-golongan rakyat, kelompok masyarakat, serikat-serikat, mahasiswa, organisasi masyarakat sipil dan seluruh elemen kekuatan rakyat sampai tingkat individu," timpal Yudi Suyuti.
Dalam hal ini, lanjutnya menduga menyangkut perubahan konstitusi tentang kedudukan politik rakyat, justru Partai-Partai Politik menjadi takut. "Karena mungkin kedaulatan partai politiknya berpotensi hilang digantikan oleh politik dan kedaulatan rakyat. Saya juga menduga mereka Partai-Partai Politik tersebut seperti sengaja menunggangi issue-issue yang ditakuti Rakyat Banyak melalui penambahan Jabatan 3 Presiden atau Penundaan Pemilu," kata Yudi.
Akan tetapi, berbeda dengan kehendak politik DPD yang ingin memperkuat institusinya untuk terlibat dalam pembuatan Undang-Undang yang menyangkut Daerah - Daerah di Indonesia.
Namun, di DPR khususnya Partai - Partai seperti PDIP, Gerindra justru terasa paranoidnya dengan kembalinya kedaulatan rakyat.
Lebih lanjut, Yudi pun mengingatkan agar ke depan waspada (hati - hati) dengan DPR (legislatif).
Ditengarai, akan hal tersebut patut diduga justru ingin memperkuat kedaulatan partai - partai politik untuk menginjak rakyat yang saat ini justru semakin tidak dipercaya Rakyat." Padahal sumber-sumber kekuatan politik, ekonomi, sosial, pertahanan, keamanan dan internasional di Indonesia saat ini berasal dari Undang-Undang, Uji Kelayakan dan Persetujan DPR yang merupakan representasi Partai-Partai Politik. Ternasuk soal Presiden dan Wakil Presiden yang harus diusung Partai Politik dengan Ambang Batas 20 %," pungkas Yudi menandaskan.(Niko)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar