BERITA TERKINI

SETELAH 15 RAMADHAN DI SUNNAHKAN BACA QUNUT DI WITIR AKHIR

 

Oleh : 


Marsal ( Penghulu KUA Kecamatan Muara Enim )


Muara Enim,Khatulistiwa  news (18/04) Menurut Imam al-Nawawi dalam al-Adzkar menjelaskan:


ويستحب القنوت عندنا في النصف الأخير من شهر رمضان في الركعة الأخيرة من الوتر، ولنا وجه: أن يقنت فيها في جميع شهر رمضان، ووجه ثالث: في جميع السنة، وهو مذهبُ أبي حنيفة، والمعروف من مذهبنا هو الأوّل


“Menurut kami, disunnahkan qunut di akhir witir pada separuh akhir Ramadhan. Ada juga dari kalangan kami (Syafi’iyyah) yang berpendapat, disunnah qunut di sepanjang Ramadhan. Kemudian ada pula yang berpendapat bahwa disunnahkan qunut di seluruh shalat sunnah. Ini menurut Madzhab Abu Hanifah. Namun yang baik menurut madzhab kami adalah model yang pertama, yaitu qunut pada separuh akhir Ramadhan.”

Imam al-Nawawi mempunyai pandangan bahwa: disunnahkan qunut di akhir shalat witir pada separuh akhir Ramadhan (15 ramadhan ke atas). Meskipun menurut sebagian pendapat ada yang membolehkan qunut sepanjang Ramadhan, namun pendapat yang paling kuat dalam madzhab Syafi’i adalah qunut dikhususkan pada separuh akhir Ramadhan. Wallahu a’lam.


Penjelasan Tambahan Tentang Do’a Qunut Witir 15 Ramadhan 2021


Penjelasan Ahli hadis Al-Hafidz Al-Baihaqi memberi penjelasan, riwayat qunut dalam salat Witir setelah separuh kedua bulan Ramadlan (15 ramadhan malam ke 16 ramadhan) dalam kitabnya As-Sunan al-Kubra 2/498, baik yang diriwayatkan dari Sahabat maupun Tabi’in:

Ubay bin Ka’b (Sahabat)


عَنْ مُحَمَّدٍ هُوَ ابْنُ سِيْرِيْنَ عَنْ بَعْضِ اَصْحَابِهِ أَنَّ اُبَىَّ بْنَ كَعْبٍ اَمَّهُمْ يَعْنِىْ فِيْ رَمَضَانَ وَكاَنَ يَقْنُتُ فِيْ النِّصْفِ اْلأَخِيْرِ مِنْ رَمَضَانَ


“Dari Muhammad, yaitu Ibnu Sirin, dari sebagian sahabatnya, sesungguhnya Ubay bin Ka’ab menjadi imam mereka yakni pada bulan Ramadlan dan dia berqunut pada separoh terakhir dari bulan Ramadhan”.


عَنِ الْحَسَنِ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ t جَمَعَ النَّاسَ عَلَى اُبَىِّ بْنِ كَعْبٍ فَكَانَ يُصَلِّىْ بِهِمْ عِشْرِيْنَ لَيْلَةً وَلاَ يَقْنُتُ بِهِمْ اِلاَّ فِي النِّصْفِ الْبَاقِى


“Dari Hasan, sesunggguhnya Umar bin Khatthab mengumpulkan manusia pada ubay bin Ka’ab dan dia berjamaah bersama mereka dengan dua puluh rakaat pada (setiap) malam dan dia tidak berqunut bersama mereka kecuali pada paroh yang tersisa (dari bulan Ramadhan)”


Abdullah bin Umar (Sahabat)

عَنْ نَافِعٍ اَنَّ ابْنَ عُمَرَ كَانَ لاَ يَقْنُتُ فِي الْوِتْرِ اِلاَّ فِي النِّصْفِ مِنْ رَمَضَانَ


“Dari Nafi’, sesungguhnya Ibnu Umar tidak berqunut pada shalat witir kecuali pada separoh terakhir dari bulan Ramadhan”.

Ibnu Sirin (Tabi’in)


عَنِ ابْنِ مِسْكِيْنَ قَالَ: كَانَ ابْنُ سِيْرِيْنَ يَكْرَهُ الْقُنُوْتَ فِي الْوِتْرِ اِلاَّ فِي النِّصْفِ اْلاَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ


“Dari Ibnu Miskin, dia berkata, Ibnu Sirina memakruhkan (membenci) berqunut pada shalat witir kecuali pada paroh terakhir dari bulan Ramadhan”.

Qatadah (Tabi’in).


عَنْ قَتَادَةَ قَالَ: اَلْقُنُوْتُ فِي النِّصْفِ اْلاَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ


“Dari Qatadah, dia berkata “Qunut itu pada paroh yang terakhir dari bulan Ramadhan”.

Berdasarkan riwayat-riwayat di atas banyak madzhab yang menjadikannya sebagai dalil melakukan doa Qunut saat witir Ramadan separuh kedua. Misalnya


Pandangan Madzhab Syafi’ie:


فَصْلٌ فِي الْقُنُوْتِ وَهُوَ مُسْتَحَبٌّ بَعْدَ الرَّفْعِ مِنَ الرُّكُوْعِ فِي الرَّكْعَةِ الثَّانِيَّةِ مِنَ الصُّبْحِ وَكَذَلِكَ الرَّكْعَةُ اْلأَخِيْرَةُ مِنَ الْوِتْرِ فِي النِّصْفِ اْلأَخِيْرِ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ

“(Fasal tentang qunut). Qunut disunnahkan setelah bangkit dari ruku’ pada rakaat kedua dari shalat shubuh, begitupula pada rakaat terakhir dari shalat witir pada paroh terakhir dari bulan Ramadhan,” (Raudlah al-Thalibin I/93).


Pandangan Madzhab Maliki:


وَلاَ يَقْنُتُ فِيْهِ إِلاَّ فِي النِّصْفِ اْلاَخِيْرِ مِنْ رَمَضَانَ، رُوِيَ ذَلِكَ عَنْ عَلِيٍّ وَأُبَيٍّ وَهُوَ قَوْلُ مَالِكٍ وَالشَّافِعِيِّ اِخْتَارَهُ اْلاَثْرَمُ لِمَا رُوِيَ أَنَّ عُمَرَ جَمَعَ النَّاسَ عَلَى أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ فَكَانَ يُصَلِّيْ بِهِمْ عِشْرِيْنَ وَلاَ يَقْنُتُ اِلاَّ فِي النِّصْفِ الثَّانِيْ، رواه أبو داود


“Dan tidak disunnahkan berqunut pada witir kecuali pada separoh terakhir dari Ramadlan. Riwayat tersebut dari Ali dan Ubay, itulah pendapat Imam Malik dan Imam Syafi’i yang dipilih oleh Imam Atsram karena berdasarkan riwayat sesungguhnya Umar mengumpulkan umat Islam pada Ubay bin Ka’ab, lalu dia shalat bersama mereka sebanyak dua puluh rakaat dan tidak berqunut kecuali pada separoh kedua. Hadits Riwayat Abu Dawud,” (Syarh al-Kabir li Ibni Qudamah I/719)


Qunut witir ini dibaca saat shalat witir tiga rakaat, bakda rukuk ketika iktidal.

Bacaan qunut witir adalah: 


اللَّهُمَّ اهْدِنِى فِيمَنْ هَدَيْتَ وَعَافِنِى فِيمَنْ عَافَيْتَ وَتَوَلَّنِى فِيمَنْ تَوَلَّيْتَ وَبَارِكْ لِى فِيمَا أَعْطَيْتَ وَقِنِى شَرَّ مَا قَضَيْتَ فَإِنَّكَ تَقْضِى وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ وَإِنَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ


ALLAHUMMAHDINII FIIMAN HADAIT, WA’AAFINI FIIMAN ‘AFAIT, WATAWALLANII FIIMAN TAWALLAIT, WABAARIK LII FIIMA A’THAIT, WAQINII SYARRAMA QADLAIT, FAINNAKA TAQDHI WALAA YUQDHO ‘ALAIK, WAINNAHU LAA YADZILLU MAN WAALAIT, TABAARAKTA RABBANA WATA’AALAIT.” 


(Artinya: Ya Allah, berilah aku petunjuk di antara orang-orang yang Engkau beri petunjuk, dan berilah aku keselamatan di antara orang-orang yang telah Engkau beri keselamatan, uruslah diriku di antara orang-orang yang telah Engkau urus, berkahilah untukku apa yang telah Engkau berikan kepadaku, lindungilah aku dari keburukan apa yang telah Engkau tetapkan, sesungguhnya Engkau Yang memutuskan dan tidak diputuskan kepadaku, sesungguhnya tidak akan hina orang yang telah Engkau jaga dan Engkau tolong. Engkau Maha Suci dan Maha Tinggi)” (HR. Abu Daud, no. 1425; An-Nasai, no. 1745; Tirmidzi, no. 464. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini sahih).


Kalau shalatnya berjamaah, bisa diubah dengan kata ganti jamak, contohnya: ALLAHUMMAHDINAA...................................................


Inilah pendapat yang masyhur dalam madzhab Syafiiyah dan ada perkataan dari Imam Ahmad mengenai hal ini. Ketika Abu Daud menanyakan pada Imam Ahmad, Apakah qunut itu sepanjang waktu?Jika engkau mau”, jawab Imam Ahmad. Abu Daud bertanya lagi, Apa pendapat yang engkau pilih?” Jawab Imam Ahmad, Adapun saya tidaklah berqunut kecuali setelah pertengahan Ramadhan. Namun, jika aku bermakmum di belakang imam lain dan ia berqunut, maka aku pun mengikutinya.” (Masail Ahmad li Abi Daud, 66). Mereka pun berdalil tentang riwayat dari Ibnu ‘Umar, diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dengan sanad sahih (Al-Mushannaf, 2:98).


Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,


كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا دَخَلَ اَلْعَشْرُ -أَيْ: اَلْعَشْرُ اَلْأَخِيرُ مِنْ رَمَضَانَ- شَدَّ مِئْزَرَهُ, وَأَحْيَا لَيْلَهُ, وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa ketika memasuki 10 Ramadhan terakhir, beliau bersungguh-sungguh dalam ibadah (dengan meninggalkan istri-istrinya), menghidupkan malam-malam tersebut dengan ibadah, dan membangunkan istri-istrinya untuk beribadah. Muttafaqun ‘alaih. 

(HR. Bukhari, no. 2024 dan Muslim, no. 1174).


Kesungguhan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam beribadah pada 10 hari terakhir Ramadhan ada dua alasan:


1. Sepuluh hari terakhir tersebut adalah penutup bulan Ramadhan yang diberkahi. Dan setiap amalan itu dinilai dari akhirnya.


2. Sepuluh hari terakhir tersebut diharapkan didapatkan malam Lailatul Qadar. Ketika ia sibuk dengan ibadah di hari-hari terakhir tersebut, maka ia mudah mendapatkan maghfiroh atau ampunan dari Allah Ta’ala.

Lihat Minhatul ‘Allam fii Syarh Bulughil Marom, Syaikh ‘Abdullah bin Sholih Al Fauzan, terbitan Dar Ibnul Jauzi, cetakan ketiga, tahun 1432 H, 5: 51-52.


Dalam shahihain, dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,


كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – أَجْوَدَ النَّاسِ ، وَأَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِى رَمَضَانَ ، حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ ، وَكَانَ جِبْرِيلُ – عَلَيْهِ السَّلاَمُ – يَلْقَاهُ فِى كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ ، فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ فَلَرَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنَ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ


Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling gemar bersedekah. Semangat beliau dalam bersedekah lebih membara lagi ketika bulan Ramadhan tatkala itu Jibril menemui beliau. Jibril menemui beliau setiap malamnya di bulan Ramadhan. Jibril mengajarkan Al-Qur’an kala itu. Dan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah yang paling semangat dalam melakukan kebaikan bagai angin yang bertiup.” (HR. Bukhari no. 3554 dan Muslim no. 2307)


Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Al juud berarti rajin dan banyak memberi (berderma)” (Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 291). Jadi maksud hadits adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam rajin memberi sedekah pada orang lain di bulan Ramadhan.


Allah memerintahkan kita untuk muhasabah diri,


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ (18) وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ فَأَنْسَاهُمْ أَنْفُسَهُمْ أُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ (19)


Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. Al-Hasyr: 18-19) (Redaksi)

Khatulistiwa News Designed by Templateism.com Copyright © 2014

Gambar tema oleh Bim. Diberdayakan oleh Blogger.