BERITA TERKINI

NIKAH SIRI DAN KONSEKUENSI HUKUMNYA

 


Oleh : 



Marsal ( Penghulu KUA Kecamatan Muara Enim )


Muara Enim Khatulistiwa News.com-(5/2)
Nikah siri adalah sebuah pernikahan yang tidak dicatat di Kantor Urusan Agama. Pernikahan siri, yang secara agama di anggap sah, apa bila memenuhi syarat dan rukun pernikahan pada kenyataannya justru memunculkan banyak sekali permasalahan yang berimbas pada kerugian di pihak perempuan . nikah siri sering diambil sebagai jalan pintas pasangan untuk bisa melegalkan hubungan suami isteri, meski tindakan tersebut pada dasarnya adalah pelanggaran UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Tulisan ini berusaha mengungkap faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi seseorang melakukan pernikahan siri, disamping problem-problem dan dampak yang berimbas pada perempuan. Pada dasarnya pernikahan siri di lakukan karena ada hal-hal yang di rasa tidak memungkinkan bagi pasangan untuk menikah secara formal. Ada banyak faktor yang melatarbelakangi terjadinya pernikahan siri, yang menurut penulis, semua alasan tersebut mengarah kepada pernikahan siri dipandang sebagai jalan pintas yang lebih mudah untuk menghalalkan hubungan suami isteri. Problem yang menyertai pernikahan siri yang paling nyata adalah problem hukum khususnya bagi perempuan, tapi juga problem intern dalam keluarga, problem sosial dan psikologis yang menyangkut opini publik yang menimbulkan tekanan batin bagi perilaku, problem agama yang perlu mempertanyakan lagi keabsahan nikah siri yang akhir-akhir marak terjadi di Indonesia. Dampak pernikahan siri bagi perempuan adalah secara hukum, istri tidak dianggap sebagai isteri sah, tidak berhak mendapat wariasan jika suami meninggal, tidak berhak mendapat harta gono-gini bila terjadi perpisahan. Dampak tersebut juga belaku bagi anak kandung hasil pernikahan siri dan anak tersebut segala sesuatunya di nasabkan ke ibunya.

Faktor-faktor yang melatar belakangi terjadinya pernikahan siri adalah :
1. Nikah siri dilakukan karena hubungan yang tidak direstui oleh orang tua kedua pihak atau salah satu pihak. Misalnya orang tua kedua pihak atau salah satu pihak berniat menjodohkan anaknya dengan calon pilihan mereka.
2. Nikah siri dilakukan karena adanya hubungan terlarang, misalnya salah satu atau kedua pihak sebelumnya  pernah menikah secara resmi tetapi ingin menikah lagi dengan orang lain.
3. Nikah siri dilakukan dengan alasan seseorang merasa sudah tidak bahagia dengan pasangannya, sehingga timbul niatan untuk mencari pasangan lain.
4. Nikah siri dilakukan dengan dalih menghindari dosa karena zina atau pun sudaj hamil dulu, Kekhawatiran kekhawatiran tersebut banyak dialami oleh pasangan mahasisawa. Hubungan yang semakin hari semakin dekat, menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya perbuatan yang melanggar Hukum. Pernikahan siri dianggap sebagai jalan keluar yang mampu mengahalalkan gejolak cinta.                                                          
5. Nikah siri dilakukan karena pasangan merasa belum siap secara materi dan secara sosial. Hal ini biasa dilakukan oleh para mahasiswa, disamping khawatir karena terjadi zina , mereka masih kuliah, belum punya persiapan jika harus terbebani masalah rumah tangga. Status pernikahan pun masih disembunyikan supaya tidak menghambat pergaulan dan aktivitas dengan teman-teman dikampus.
6. Nikah siri sering ditempatkan sebagai sebuah pilihan ketika seseorang hendak berpoligami dengan sejumlah alasannya tersendiri. Contoh kasus berikut:
Yono menikahi Bunga ( Nama yang di samarkan ) yang masih dibawah umur 19 tahun, sebagai istri kedua. Yang menjadi kontroversial adalah usia Bunga masih 15 tahun. Dengan dalih sah secara agama, dan berpedoman kepada pernikahan Rasul dan Aisyah yang masih berumur 9 tahun, pernikahan tersebut berlangsung bahkan dengan persetujuan orang tua Bunga dan istri pertama Yono. Namun karena sorotan dari berbagai kalangan, Yono akhirnya mengembalikan Bunga kepada orang tuanya.

7. Nikah siri dilakukan karena pasangan memang tidak tahu dan tidak mau tahu prosedur hukum. Hal ini bisa terjadi pada suatu masyarakat wilayah desa terpencil yang jarang bersentuhan dengan dunia luar. Lain lagi dengan komunitas jamaah tertentu misalnya, yang menganggap bahwa kyai atau pemimpin jamaah adalah rujukan utama dalam semua permasalahan termasuk urusan pernikahan. Asal sudah di nikahkan oleh kyainya, pernikahan sudah sah secara Islam dan tidak perlu dicatatkan.

8. Nikah siri dilakukan hanya untuk penjajakan dan menghalalkan hubungan badan saja. Bila setelah menikah ternyata tidak ada kecocokan maka akan mudah menceraikannya tanpa harus melewati prosedur yang berbeli-belit di persidangan. Dilihat dari tujuannya, hal ini sangat merendahkan posisi perempuan yang dijadikan objek semata, tanpa ada pernghargaan terhadap lembaga pernikahan baik secara Islam maupun secara hukum.

9. Nikah siri dilakukan untuk menghindari beban biaya dan prosedur administrasi yang berbelit-belit. Biasanya pernikahan semacam ini dilakukan oleh kalangan pendatang yang tidak mempunyai KTP. Disamping alasan biaya, alasan administrasi juga menjadi kendalanya.
10. Nikah siri dilakukan karena alasan pernikahan  beda agama. Biasanya salah satu pasangan bersedia menjadi muallaf (masuk Islam) untuk memperoleh keabsahan pernikahannya.

11. Dan masih banyak faktor-faktor lain, semua alasan tersebut mengarah kepada posisi perkawinan siri dipandang sebagai jalan yang lebih mudah untuk menghalalkan hubungan suami istri.
Dampak Hukum Nikah Siri  Pernikahan merupakan perbuatan hukum, jadi segala sesuatu yang ditimbulkan akibat pernikahan adalah sah secara hukum. Mengingat pernikahan siri cacat demi hukum, maka tidak ada perlindungan hukum bagi suami, istri maupun anak. Problem-problem yang muncul mayoritas adalah problem hukum yang mungkin tidak pernah dibayangkan ketika seseorang pertama kali memutuskan untuk menikah siri. Dalam hal ini istri adalah pihak yang paling dirugikan sedangkan suami hampir tidak memiliki kerugian apa apa.   Pada dasarnya dalam setiap perkawinan selalu akan muncul problem yang menyertai. Sejauh perkawinan itu sah secara hukum.

Sebut saja pernikahan antara Syekh Puji dengan Ulfa. Dengan dalih sah secara agama, seorang laki-laki bebas untuk menikahi perempuan manapun yang ia mau, bahkan bila harus berbenturan dengan hukum positif dimana dia tinggal. Apalagi bilak posisi laki-laki tersebut adalah tokoh agama yang mempunyai banyak santri, calon istri yang dinikahi merasa terangkat status sosialnya. Namun bagaimana dengan lingkungan dan masyarakat sekitar yang merasa  terganggu dengan keputusan tersebut? Bagaimana dengan UU perkawinan yang sudah diabaikan, ditambah pengabaian terhadap UU Perlindungan Anak, perlindungan terhadap hak kesehatan reproduksi perempuan dan sebagainya. Seorang anak masih di bawah umur, seharusnya diberi kesempatan untuk berkembang dan menikmati masa menjelang remaja sebagaimana anak-anak seusianya. Kesehatan reproduksinya masih belum memungkinkan untuk diperlakukan sebagaimana perempuan dewasa, yang bila tidak diperhatikan tentunya rawan terhadap berbagai penyakit yang berhubungan dengan organ kewanitaan.   Problem-problem diatas hanya sebagian kecil dari banyak kasus-kasus pernikahan siri yang lain.

Harus diakui bahwa pernikahan siri rawan sekali terhadpa konflik, baik konflik internal dalam rumah tangga maupun konflik eksternal yang berhubungan dengan hukum dan masyarakat. Problem problem tersebut diantaranya adalah :

1. Problem keluarga. Konflik dalam keluarga ini bisa muncul bila :

a) Pernikahan siri yang dilakukan tidak atas persetujuan orang tua atau sebaliknya, paksaan dari orang tua.

b) Perselingkuhan. Nikah siri yang terjadi karena perselingkuhan biasanya memunculkan problem keluarga yang lebih rumit. Problem dengan istrinya yang sah tentu tidak bisa dianggap sepele. Seperti kasus Bambang Triatmojo dan Mayangsari adalah adalah kasus pernikahan siri yang berbuntut panjang. Bagaimana Mayangsari harus bertahan dari tekanan pihak istri dan anak-anaknya yang sah. Sementara dia sendiri sebenarnya butuh dukungan, perhatian, dan butuh kekuatan untuk tetap bisa eksis di tengah-tengah penilaian negatif masyarakat terhadap dirinya. Ini merupakan gambaran yang sangat kontras dengan kondisi pernikahan siri ketika pertama kali dilangsungkan, dengan tujuan menghindarri zina, ketenangan bathin dan tujuan-tujuan mulia yang lain.

c) Poligami. Pernikahan siri yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini identik dengan perselingkuhan dan poligami. Masyarakatpun seakan tidak bisa memahami bahwa perempuan adalah perempuan adalah                                                            
korban dan butuh dilindungi. Yang terjadi justru sebaliknya, prasangka dan pandangan negatif justru lebih banyak ditujukan kepada pihak perempuan dari pada pihak laki-laki.

d) Beda Agama. Pernikahan siri sendiri adalah pelanggaran terhadap hukum positif. Bila dilakukan karena alasan beda agama, misal salah satu ingin menjadi muallaf tapi belum siap secara kaffah, maka permasalahan yang muncul adalah status anak dan benturan dengan hukum positif. Bila seseorang menjadi muallaf hanya untuk melegalkan pernikahan secara islam saja, maka keabsahan pernikahannya dipertanyakan.

Problem akan muncul pada anak-anak ketika melewati  tahap perkembangan. Bagaimana seorang anak harus memilih agama orang tuanya yang berbeda.

1.Lebih parah lagi kalau anak tersebut tidak bisa memilih dan akhirnya tidak memiliki konsep aqidah yang jelas.

2. Problem Ekonomi dan Studi  Problem ekonomi ini biasanya menyertai para mahasiswa yang tanpa sepengetahuan atau tanpa persetujuan orang tua melakukan nikah siri. Mereka haru mencari biaya sendiri untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Ditengah aktivitasnya sebagai mahasiswa, dia harus bisa membagi waktu untuk kuliah, pekerjaan dan keluarga barunya. Hal ini tentu akan berimbas pada studinya yang tidak lancar, bahkan terhenti karena pernikahan yang dilakukan cukup menyertakan problem-problem yang serius.

3. Problem Hukum Nikah siri adalah pelanggaran hukum. Kalau saja pemerintah bisa lebih tegas lagi, maka para pelaku nikah siri bisa dikenakan sanksi hukum. Problem hukum dalam pernikahan siri terjadi pada pihak perempuan dan anak. Sebagai istri yang sah secara agama, istri tidak bisa menuntut hak nafkah lahir batin hak waris bila terjadi perceraian, hak pengaduan bila terjadi kekerasan dalam rumah tangga, atau hak perlindungan  hukum bila ditinggal pergi tanpa pesan. Posisi suami yang tidak tersentuh hukum, memunculkan ruang yang lebar bagi terjadinya kekerasan dalam rumah tangga yang yang dilakukan oleh suami terhadap istri. Kekerasan tersebut banyak dijumpai entah dalam bentuk kekerasan fisik, psikhis, ekonomi maupun kekerasan seksual. Pernikahan ini sangat menguntungkan pihak suami , karena a). Suami bebas untuk menikah lagi , karena pernikahannya dianggap tidak pernah ada secara hukum, b). Suami bisa berkelit dan menghindar dari kewajibannya memberi nafkah kepada isteri dan anak anak, c). Suami tidak dipusingkan dengan pembagian harta gono-gini, warisan, hak nafkah istri maupun hak nafkah dan hak pendidikan anak ketika terjadi perceraian.

4. Problem Sosial dan Psikologis Hidup serumah tanpa bisa menunjukan surat nikah resmi merupakan hal yang tidak semua orang bisa memaklumi. Masyarakat akan mempertanyakan, mengapa harus menikah siri, mengapa harus sembunyi sembunyi ? Dan pertanyaan-pertanyaan tersebut akan merebak membawa image negatif bagi perempuan pelaku nikah siri. Hamil dulu kah? Perempuan simpanankah? Tidak disetujui orangtua? Dan bermacam macam prasangka lain yang memicu pergunjingan di kalangan masyarakat.

Para perangkat desa sejujurnya juga kesulitan untuk mendata status keluarga tersebut karena bukti tertulis tidak bisa ditunjukan. Kondisi ini bisa menyebabkan sulit beradaptasi dengan lingkungan, sulit untuk pembuktiannya karena pernikahannya dilakukan secara tidak formal, dan akhirnya bisa terisolasi dari lingkungan , yang akan berdampak pada kondisi psikhis terutama bagi perempuan. Baik itu pernikahan siri yang dilakukan oleh masyarakat awam atau pun publik figur. Semua contoh kasus nikah siri diatas menyisakan problem sosial. Hanya saja kadar tekanan dari masyarakat berbeda. Kasus syekh puji mungkin yang paling menghebohkan, karena semua pihak turut tangan.

Komnas Perlindungan Anak adalah yang paling berupaya keras menghalangi pernikahannya. Sayangnya, tidak ada cendikiawan muslim, alim ulama maupun tokoh agama yang bisa memberi penjelasan tentang makna nika siri yang sesungguhnya. Melihat
kondisi tersebut, pada akhirnya justru melicinkan anggapan masyarakat bahwa pernikahan siri merupakan alternatif tercepat untuk melegalkan hubungan suami istri.

5. Problem Agama Pernikahan siri dalam poligami yang dilakukan oleh A’a Gym, Rhoma Irama maupun publik figur justru menguatkan anggapan masyarakat bahwa nikah siri adalah alternatif  yang dilakukan bila seseorang ingin melakukan hubungan suami isteri secara halal atau untuk berpoligami.

Mengingat banyak sekali dampak negatifnya, peran tokoh agama seharusnya adalah memberi pengertian bahwa pernikahan siri bukan hal yang positif terutama yang kaum perempuan. Yang terjadi justru pernikahan siri dilakukan oleh pemuka agama.

Di sinilah sebenarnya nikah siri meski sah secara agama, namun menjadi problem agama tersendiri yang harus segera dicari penyelesaiannya. Nikah siri memang sah secara agama, namun dampak negatifnya jauh lebih banyak dari pada ketenangan bathin yang di dapat. Fenomena yang terjadi sekarang adalah nikah siri ditempuh oleh berbagai kalangan terkesan hanya ingin mencari solusi atas hasrat seksualnya yang sudah tidak terbendung. Kalau opini negatif masyarakat tentang nikah siri sudah terbentuk seperti ini, bukankah ini sama saja dengan opini negatif terhadap Islam. Disinilah pernikahan siri yang keabsahannya secara agama justru mendatangkan mudhharat yang lebih besar.

Tulisan di atas dapat di simpulan :

1. Nikah siri menurut hukum positif adalah Perkawinan yang dilakukan tidak sesuai dengan UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Pada peraturan perundang-undangan tersebut menyebutkan bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu, dan tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya pernikahan siri antara lain; nikah sirih dilakukan karena hubungan yang tidak direstui oleh orang tua kedua pihak atau salah satu pihak, karena adanya hubungan terlarang,

Seseorang merasa sudah tidak bahagia dengan pasangannya, sehingga timbul niatan untuk mencari pasangan lain, menghindari dosa (zina), pasangan merasa belum siap secara materi dan secara sosial, tidak mendapat izin dalam berpoligami, pasangan tidak tahu dan tidak mau tahu prosedur hukum, untuk penjajakan dan menghalalkan hubungan badan saja, untuk menghindari beban biaya dan prosedur administrasi yang berbelitbelit, karena alasan nikah beda agama, dan masih banyak faktor lain.

3. Dampak hukum yang bisa timbul dari pernikahan siri, antara lain; dapat menimbulkan konflik dalam keluarga, misalnya karena tidak direstui, nikah beda agama, poligami dan lain sebagainya, dampak ekonomi dan pendidikan, hal ini biasanya dilakukan oleh mahasiswa, dampak hukum yaitu pernikahan siri adalah sebuah pelanggaran hukum, problem sosial dan psikologis serta dampak pada agama, misalnya pernikahan sirih yang dilakukan oleh ustazd atau kyai.
(Redaksi)

Khatulistiwa News Designed by Templateism.com Copyright © 2014

Gambar tema oleh Bim. Diberdayakan oleh Blogger.