BERITA TERKINI

POLITIK ISLAM SEBAGAI SURI TAULADAN

 

Oleh : 



Marsal ( Penghulu KUA Kecamatan Muara Enim )

Muara Enim,Khatulistiwa News.com. (25/2)
Para Fuqaha mendefinisikan Siyasah Syari'ah sebagai kewenangan penguasa / untuk melakukan kebijakan kebijakan politik yang mengacu kepada kemaslahatan melalui peraturan yang tidak bertentangan dengan dasar dasar Agama, walaupun tidak terdapat dalil yang khusus untuk hal itu.

Penulis memberi judul Politik Islam ( Siyasah Syari'ah ) sebagai Suri tauladan ”.
Dalam Al-Qur’an Allah SWT. berfirman yang artinya :
Sesunggunya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang mengharap Allah SWT. dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah SWT.”. Q.S. al-
Ahzab [33]: 21

Rasulullah SAW. adalah suri tauladan sempurna dalam segala aspek kehidupan. Kejujuran, amanah, kecerdikan dan kesantunan beliau selalu menjadi hal utama dalam kehidupan pribadi, keluarga, dan masyarakat, baik di dunia pendidikan, ibadah, kemasyarakatan dan bahkan di dunia perpolitikan
sekalipun.

Beliau tidak pernah meminta satu jabatan dunia, namun ketika beliau diserahi amanah beliau akan bertanggung jawab dan menyelesaikan serta menyampaikan amanah tersebut dengan
sebaik-baiknya, Rasulullah SAW. bersabda kepada Abdurrahman:

“dari Abdurrahman, ia berkata: Rasulullah saw. berkata kepada saya: “wahai Abdurrahman janganlah engkau meminta-minta kekuasaan, karena jika engkau mendapatkan kekuasaan tersebut maka
engkau akan hancur karena tidak ada yang akan membantumu akibat dari ambisi tersebut, dan jika engkau di serahi jabatan tanpa engkau minta engkau akan selalu mendapat bantuan (karena engkau
dianggap cakap dan mampu).” H.R. Muslim.

Meskipun demikian, ada pengecualian bagi mereka yang memang telah memiliki kualitas, integritas dan kapabilitas untuk mengajukan dirinya guna menduduki sebuah jabatan, sebagaimana terjadi pada nabi Yusuf As. Allah SWT. berfirman:

“Nabi Yusuf As berkata: jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir) sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan.” Q.S. Yusuf [12]: 55

Walaupun dalam hal ini ada pengecualian, namun
sungguh menjadi perbuatan yang sangat tercela jika ada dianatara kita yang mengklaim bahwa hanya dirinyalah yang suci dan layak menjadi seorang pemimpin, karena klaim suci tersebut hanya berhak keluar dari yang Maha suci, Allah SWT. berfirman :
"yaitu orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari kesalahan-kesalahan kecil, sesunggunya tuhanmu maha luas ampunan-Nya dan Dia lebih mengetahui tentang keadaanmu ketika Dia menjadikanmu dari tanah dan ketika kamu masih janin
dalam perut ibumu, maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci, Dialah yang paling mengetahui tentang orang-orang yang bertakwa". Q.S An-Najm [53]: 32

Pada ayat lain, Allah SWT. berfirman:
“apakah kamu tidak memperhatikan orang yang menganggap dirinya bersih, sesungguhnya Allah membersihkan siapa yang dikehendaki- Nya dan mereka tidak dianiaya sedikitpun.” Q.S. An-Nisa [4]: 49

Rasulullah saw. adalah contoh dan panutan ideal dalam setiap hal. Akhlak beliau merupakan cerminan al-Quran itu sendiri, maka ketika Aisah ra., ditanya tentang akhlak Rasulullah SAW., Aisah menjawab:

“akhlak Rasulullah SAW. adalah al-Qur'an” H.R. Muslim
Adapun salah satu bentuk akhlak politik Qur’ani adalah firman Allah SWT. dalam al-Qur’an yang menjelaskan derajat akhlak baik dalam politik maupun dalam kehidupan sehari-hari,
yaitu:

Pertama; Raddu Al-Fi‟li bimitslihi (balasan setimpal).
Membalas perbuatan orang yang melakukan kejahatan kepada kita dengan setimpal adalah sebuah kabajikan yang diakui Al- Qur’an. Adapun kriteria setimpal adalah pembalasan yang sama baik dari sisi kualitas maupun kuantitas. Allah swt. berfirman:

“Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan serupa maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas tanggungan Allah. Sesunggunya Allah tidak menyukai orang-orang zalim.” Q.S. As-Syura [42]: 40
Membalas perbuatan jahat dengan kejahatan yang
setimpal adalah sebuah keadilan, akan tetapi al-Qur'an menyebutkan derajat yang lebih mulia yaitu Kazmul Al-ghoidz.

Kedua: Kadzmu al-Ghaidz (Menahan Amarah)
“yaitu orang-orang yang menafkahkan hartanya baik di waktu lapang maupun sempit dan orang-orang yang menahan amarahnya dan
memaafkan kesalahan orang. Allah swt. menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”. Q.S. Ali Imran [3]: 134
Menahan amarah untuk tidak membalas perbuatan jahat orang lain merupakan akhlak islami yang lebih baik, namun sikap ini bisa saja di sebabkan ketidak mampuan untuk membalas perbuatan jahat sehingga menahan amarah menjadi pilihan seseorang. Sekali lagi, al-Qur’an mengarahkan umat muslim untuk memilih sikap yang lebih mulia yaitu al-„afiin atau memaafkan.
Ketiga; al-„Afiin (Memaafkan). Sikap ini jelas lebih mulia dari dua sikap sebelumnya, dimana seseorang berada pada posisi mampu membalas kejahatan orang lain terhadapnya, namun
justru ia memilih untuk memaafkan. Kemuadian ayat di atas
mengarahkan umat muslim untuk memilih akhlak termulia yaitu al-ihsan atau berbuat baik.
Keempat; al-Ihsan (Berbuat Ihsan). Inilah puncak akhlak seorang muslim yang di ajarkan Rasulullah SAW. yaitu bukan hanya menahan amarah atau memaafkan kesalahan orang lain, akan tetapi berbuat ihsan (baik) kepada orang yang sudah berbuat jahat padahal waktu, kekuasaan, dan kekuatan
mendukung untuk membalas perbuatan tersebut. Allah SWT.
berfirman yang artinya :
“... Allah SWT. menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”.
Q.S. Ali Imran [3]: 134
Derajat akhlak rasul telah mencapai tahap kesempurnaan
sehingga Allah SWT. memuji beliau dalam satu ayatnya dengan dua penegasan. Allah swt. berfirman yang artinya :

“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” Q.S. Al-Qalam [68]: 4
Mari kita meneladani akhlak Rasulullah saw dalam
berpolitik, berlomba adalah sebuah kemestian, tapi berlombalah dengan cara yang baik, santun, teduh dan menyenangkan bukan berlomba dengan menghalalkan segala cara demi tercapai tujuan.

Unggul dalam persaingan adalah harapan, namun
unggullah dengan terhormat. Unggul karena prestasi dan program kerja bukan unggul dengan mengerdilkan dan membonsai mitra. Pilkada melahirkan persaingan menuju perbaikan bukan melahirkan permusuhan guna tercapai tujuan. Semua yang tampil adalah putra-putri bangsa yang terbaik, untuk memberikan darma dan bhakti yang paripurna, bagi bangsa, negara dan agama.
Semoga dengan meneladani sifat mulia Rasulullah SAW. kita bisa menjadi manusia yang bisa memberikan manfaat kepada orang lain sehingga mampu menjadi insan yang rahmatan lil'alamin.(Redaksi,)

Khatulistiwa News Designed by Templateism.com Copyright © 2014

Gambar tema oleh Bim. Diberdayakan oleh Blogger.