BERITA TERKINI

Obligasi Rekap BLBI Korupsi Memiskinkan Rakyat Berkelanjutan, Sekjen Gerakan HMS : Bayar Bunga dan Cicilan Dikemplang 400 Triliun Rupiah per Tahun

 






JAKARTA, Khatulistiwa news (16/04) - Korupsi merupakan kejahatan serius yang bisa merampas dan mengurangi hak-hak warga negara. Bahkan, hak asasi manusia pun bisa dirampas karena korupsi.


Bahkan, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisaris Jenderal Polisi Drs. Firli Bahuri, M.Si baru - baru ini menyatakan tidak sedikit negara di dunia gagal mencapai cita - citanya karena korupsi.


Gayung bersambut, merespon hal tersebut, pakar kebijakan publik dari Universitas Brawijaya, Malang, Andy Fefta Wijaya angkat bicara katakan beban pemerintah disebabkan perkara korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan obligasi rekapitalisasi (obligasi rekap) perbankan membuat rakyat menjadi miskin secara berkelanjutan.


Pembayaran utang untuk obligasi rekap dan piutang BLBI yang di kemplang memberatkan keuangan negara. Ini berhubungan dengan konsep opportunity cost. Jika anggaran negara tersebut tidak digunakan untuk membayar utang obligasi rekap, dana yang ada dapat digunakan mengentaskan masyarakat miskin, Demikian kata Andy melanjutkan.



Dengan pengalihan anggaran negara untuk membayar obligasi rekap BLBI, masyarakat miskin kehilangan haknya yang cukup besar untuk mendapatkan alokasi dari anggaran tersebut untuk meningkatkan taraf hidup mereka.


Secara terpisah, Sekjen Hidupkan Masyarakat Sejahtera (HMS), Hardjuno Wiwoho, mengatakan negara mesti lepas dari korupsi membelenggu seluruh kapasitas nasional sehingga sampai hari ini terus tertatih - tatih terjerat utang hingga 7.000 triliun rupiah.


Korupsi terbesar di negara ini adalah skandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan obligasi rekap BLBI. Skandal BLBI sedang dikejar oleh Satgas BLBI yang menyatakan angka piutang negara mencapai 110 triliun rupiah. Sementara obligasi rekap membuat APBN mesti membayar bunga rekap puluhan triliun per tahun sampai 2043.


Sekarang, bayar bunga dan cicilan utang total pemerintah per tahun 400 triliun rupiah. Beban APBN makin besar, pajak rakyat kecil akhirnya dikejar-kejar. PPN naik, bandingkan dengan obligasi rekap yang membuat pemerintah menyubsidi bank-bank besar puluhan triliun per tahun dari 1999 sampai 2043 nanti, atau kalau ditotal mencapai 4.000 triliun rupiah sendiri untuk bayar obligasi rekap," kata Hardjuno menjelaskan. Jakarta, Jumat (15/4).


Lantaran Pembayaran bunga rekap setiap tahun itu, Lanjut Hardjuno, menyebabkan ruang fiskal semakin terbatas membiayai program subsidi dan peningkatan kesejahteraan rakyat.


Sementara, Manajer Riset Seknas Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Badiul Hadi, mengatakan utang bunga obligasi rekap secara prinsip tidak layak ditanggung negara, apalagi dengan kondisi APBN yang kurang sehat di tengah seretnya pendapatan negara.


Badiul juga meminta agar Satgas BLBI mempercepat upaya penagihan yang hingga saat ini jauh dari target yang ditetapkan pemerintah sebesar 110 triliun rupiah. Kalau penagihan dioptimalkan bisa membantu memperkuat APBN.


Meskipun sudah mencoba mengurangi beban keuangan negara dengan reprofiling atau penerbitan obligasi baru dengan jangka waktu tenor lebih panjang, namun ternyata belum bisa juga menyelesaikan masalah.


" Kesempatan moratorium utang obligasi saat pandemi juga tidak diupayakan pemerintah," tandas Badiul.(Niko) 

Khatulistiwa News Designed by Templateism.com Copyright © 2014

Gambar tema oleh Bim. Diberdayakan oleh Blogger.