JAKARTA,Khatulistiwa news (23/05) - Dugaan praktik korup di areal kerja Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam (IUPHHK-HA) PT Inhutani II Unit Pulau Laut, kembali dilaporkan ke Mabes Polri dan Kejaksaan Agung. Sebelumnya, laporan serupa juga pernah disampaikan oleh Sawit Watch kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kali ini laporan juga diadukan langsung oleh *Indrayana Centre for Goverment Constitution, and Society (INTEGRITY) _Law Firm_* ke Mabes Polri dan Kejagung. “Sekitar pukul 10:00 waktu setempat, laporan diserahkan melalui loket pengaduan pada masing-masing instansi penegak hukum di atas dengan tetap memperhatikan protokol Covid-19,” ungkap Harimuddin, S.H., salah satu _Partner_ INTEGRITY.
Sebagai informasi, pada 19 Juni 2017 silam, oknum direksi PT Inhutani II mengadakan kerja sama perkebunan sawit di sebagian area IUPHHK-HA bersama PT Multi Sarana Agro Mandiri (PT MSAM) selaku Terlapor—korporasi kebun sawit yang terkenal dimiliki oleh seorang konglomerat di Kalimantan Selatan (Kalsel). Kerja sama perkebunan pada waktu itu tidak hanya menyalahgunakan pengelolaan kawasan hutan karena belum mendapatkan persetujuan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Menteri LHK). Namun, lebih jauh bertujuan mengubah total kawasan hutan menjadi HGU perkebunan sawit.
“Kerja sama perkebunan sawit ini selain tanpa persetujuan Menteri, diduga kuat bermaksud mengalihkan kekayaan negara berupa hutan kepada korporasi dengan cara-cara yang tidak sah. Perjanjian kerja sama yang menjadi bukti dalam Laporan ini, secara terang benderang mewajibkan PT MSAM mengalihkan areal izin pemanfaatan hutan PT Inhutani II menjadi tanah HGU PT MSAM, sebelum ada perubahan status kawasan”, sambung Denny Indrayana, _Senior Partner_ INTEGRITY.
Puncaknya terjadi pada 4 September 2018, ketika Menteri ATR/BPN menerbitkan Keputusan Pemberian HGU kepada PT MSAM dengan Nomor: 81/HGU/KEM-ATR/BPN/2018. Pemberian HGU ini berada persis di atas IUPHHK-HA PT Inhutani II sebagaimana niatan dalam Perjanjian Kerja Sama tahun 2017 silam, tanpa sedikit pun mempertimbangkan ada tidaknya persetujuan Menteri LHK terkait perubahan status kawasan.
“Penerbitan HGU kepada PT MSAM menyebabkan hilangnya hutan negara seluas 8.610 ha yang dahulu dimanfaatkan oleh PT Inhutani II. Secara garis besar, PT Inhutani II kehilangan wilayah kelola di atas hutan yang begitu luas, di saat bersamaan korporasi ini memperoleh aset baru berupa titel hak atas tanah”, pungkas Guru Besar Hukum Tata Negara ini.
Selain mencuatnya potensi korupsi, laporan ini juga diharapkan menjadi kanal yang dapat menyalurkan keluh-kesah masyarakat yang terkena dampak aktivitas bisnis PT MSAM. Tidak sedikit pihak yang menjadi korban kriminalisasi, intimidasi, perampasan lahan, dan sebagainya. Setidaknya, sejak tahun 2018 hingga 2021, nama PT MSAM selalu muncul dalam konflik dan sengketa lahan dengan warga di Kotabaru, Kalsel. “Kami berupaya bersinergi dengan Mabes Polri dan Kejagung dalam pemberantasan korupsi di bidang kehutanan, khususnya hutan yang dikelola PT Inhutani II. Laporan ini sekaligus menjadi ikhtiar bersama warga Kotabaru yang menghendaki adanya penegakan hukum terhadap perbuatan-perbuatan PT MSAM”, demikian tutup Harimuddin.(Niko)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar