BERITA TERKINI

Simbur Cahaya Dalam Kajian Teori Receptio in complexu.

 

Oleh : 


H. Albar Sentosa Subari ( Ketua Pembina Adat Sumsel ). 

Dan 


Marsal ( Pemerhati Sosial dan Hukum Adat Indonesia )


Muara Enim Khatulistiwa news (16/12) Teori Receptio in complexu menyatakan bahwa bagi orang Islam berlaku penuh hukum Islam sebab dia telah memeluk agama Islam walaupun dalam pelaksanaannya terdapat penyimpangan-penyimpangan. Teori ini berlaku di Indonesia ketika teori ini diperkenalkan oleh Prof. Mr. Lodewijk Willem Christian van den Berg (1845-1927)


Bicara masalah hubungan antara hukum adat dan hukum agama, berawal sekitar tahun 1848, disaat pemerintah Belanda merasa perlu dilakukan univikasi hukum bagi penduduk pribumi yang berlaku hukum adat masing masing.

Salah satu alasannya bahwa sulit menerapkan sistem hukum adat di dalam pergaulan sehari-hari antara penduduk di Hindia Belanda saat itu. Ada tiga  golongan penduduk saat itu berdasarkan pasal 163 IS, yaitu penduduk golongan Eropa dan keturunan nya, timur asing dan pribumi.

Di samping itu pemerintah Belanda menganggap hukum adat, hukum yang primitif. Ingat kita kepada pendapat sarjana asing yang mengatakan orang di luar benua Eropa adalah orang yang primitif hidupnya sederhana.


Di saat abad ke 16 masuknya VOC, mereka belum menyentuh sama sekali tentang hukum adat, mereka biarkan berlaku menurut rasa keadilan masyarakat hukum adat itu sendiri.

Namun memasuki abad ke 18 pertengahan politik hukum pemerintah Hindia Belanda berubah berkeinginan untuk melakukan univikasi hukum sipil, baik yang dilakukan di negeri Belanda sendiri maupun daerah jajahan nya.

Di zaman VOC mereka menganggap bahwa untuk mengetahui hukum adat cukup mempelajari bubu buku hukum terutama buku buku hukum agama masyarakat hukum adat saja.

Hal itu sepertinya mempengaruhi Prof. Keyerz dan Prof. Van Den Berg, melahirkan pendapat bahwa hukum adat suatu masyarakat hukum adat adalah sama dengan hukum agamanya masing-masing. Teori ini disebut theori Receptio in complexu.

Pada saat inilah rupanya Prof. Van Den Berg melakukan kompilasi Simbur Cahaya karena saat itu beliau fokus melakukan penelitian adat istiadat di pedalaman Sumatera Selatan, yaitu sekitar tahun 1852-1854. Yang sampai sekarang masih ada peninggalan nya yang menjadi bagian dari sejarah hukum adat.

Memang kalau kita telusuri beberapa pasal Simbur Cahaya dimaksudkan akan terdapat beberapa ketentuan pasal seperti nya mempunyai makna yang sama dengan beberapa fiqh Islam.

Disebut nama Prof. Van Den Berg sebagai pemrakarsa disusunnya kompilasi Simbur Cahaya di samping nama Van den Bosch dapat dilihat pada kata pengantar pada kompilasi tersebut baik yang dibuat oleh De Residen A.M.Hens dan De Residen Palembang Tideman. 

Jelas bahwa Simbur Cahaya disusun dalam bentuk kompilasi pada masa jayanya teori Receptio in complexu.

Namun teori Receptio in complexu ini dibantah oleh ahli etnologi berkebangsaan Belanda juga antara lain adalah Prof. Snouck Hurgronje, bahwa hubungan antara hukum adat dan hukum agama adalah bahwa berlakunya hukum agama setelah diresepsi oleh hukum adat. 

Pendapat ini lah yang ditentang oleh Prof. Hazairin dengan menyebutkan teori Resepsi dari Snouck Hurgronje adalah teori Iblis.

Prof. Hazairin melakukan perlawanan dengan melahirkan teori Receptio a contrario, bahwa hukum adat berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan hukum agama.


Simpulan bahwa Simbur Cahaya dikompilasi oleh Prof. Van Den Berg disaat yang bersangkutan mengeluarkan teori Receptio in complexu.

Bicara hubungan antara hukum adat dan hukum agama, setidaknya tidaknya kita mencatat antara lain nama para pakar yang saling berbeda pendapat yaitu Prof. Van Den Berg dengan Prof. Snouck Hurgronje.

Prof. Snouck Hurgronje dengan Prof. Hazairin, guru besar hukum adat dan Islam di Universitas Indonesia putra Bengkulu yang namanya diabadikan oleh sekolah atau universitas Hazairin. Disertasi beliau berjudul de Rejang.(Redaksi) 

Khatulistiwa News Designed by Templateism.com Copyright © 2014

Gambar tema oleh Bim. Diberdayakan oleh Blogger.