BERITA TERKINI

Aktivis Kemanusiaan Utarakan Rakyat Mesti Tanya Ke MPR Perihal Jokowi 3 Periode, PPHN dan Amandemen Konstitusi

 




JAKARTA, Khatulistiwa News.com  (16/09) - Menyoal terkait wacana jabatan presiden 3 periode dan amandemen konstitusi, ungkap Yudi Syamhudi Suyuti, yang merupakan aktivis Kemanusiaan menyampaikan kalau saat ini rakyat harus memastikan tentang hal itu.


Menurutnya, pertanyaan ini mesti diajukan ke MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) dengan berbondong - bondong mendatangi Gedung MPR di Jakarta. Demikian ujarnya memberikan pernyataan singkat. Jakarta, Kamis (16/09).


"Langkah ini sangat penting untuk mendengar langsung Pimpinan MPR ke rakyat, agar semua bisa menjadi crystal clear," timpal bung Yudi, sapaan akrab aktivis muda itu yang acap kali terbilang kritis.


Ditambah, menurutnya bahkan dialog terbuka antara Pimpinan MPR dengan rakyat langsung dengan jumlah besar dan datang dari seluruh Indonesia merupakan arah yang sangat bagus untuk kepentingan rakyat dan Negara.


"Wacana soal penambahan periode jabatan presiden, hal ini Jokowi menjadi 3 periode telah memunculkan kekhawatiran yang besar dari rakyat," cetusnya.


Bung Yudi menilai masalah itu masih mengkhawatirkan, maka sangat wajar jika rakyat mendatangi MPR dengan jumlah besar mendengar langsung dari Pimpinan MPR. "Meski MPR telah seringkali menjawab wacana tersebut dengan memastikan bahwa penambahan masa jabatan Jokowi hingga 3 periode tidak akan terjadi. Hingga rakyat memerlukan jaminan kepastian," kemukanya


Di samping itu, barang tentu ada pertanyaan lain yang harus ditanyakan rakyat. Persoalan amandemen konstitusi dan PPHN (Pokok - Pokok Haluan Negara), ujarnya.


"Bagaimana dan sejauh mana keterlibatan rakyat dalam proses amandemen konstitusi dan pembuatan PPHN. Sampai hari ini draft atau rencana PPHN yang merupakan reinkarnasi GBHN (Garis Garis Besar Haluan Negara) belum pernah disampaikan ke publik. Sementara persoalan ini menyangkut masalah negara dan rakyat," ucapnya.


Yudi Suyuti pun mengatakan kalau agenda rakyat menyangkut politik, ekonomi, sosial, budaya, keamanan dan pertahanan harus masuk ke dalam poin-poin PPHN sehingga kepentingan rakyat bisa tersalurkan di dalamnya. Selain itu, juga harus ada sanksi yang ditetapkan jika PPHN dilanggar Pemerintah.


"Rakyat memerlukan Badan Partisipasi Warga Negara yang ditetapkan menjadi Badan Khusus yang memberikan otoritas rakyat untuk terlibat secara partisipatif dalam pembuatan keputusan-keputusan dari tingkat desa, lokal dan nasional," imbuhnya mencermati.


Ungkapnya, bahwa hal ini seperti dalam pembuatan undang-undang, investasi dan perijinan dan pengawasan pelaksanaan pejabat publik. Jika rakyat tidak menyetujui karena tidak sesuai dengan konstitusi, maka suara rakyat yang ditentukan jumlahnya.


Dirinya pun mengakui setidaknya ambil saja contoh, semisal 100 ribu atau 1 juta rakyat dapat disalurkan ke Badan Partisipasi Warga Negara. Dengan masuknya suara rakyat tersebut, maka undang-undang, investasi, perijinan dapat dibatalkan. 


"Bahkan saluran rakyat ini juga dapat memecat pejabat publik yang melanggar hukum atau bertindak melampui wewenangnya. Dan rakyat juga melalui saluran ini juga diberikan otoritas untuk meminta aparat keamanan dan pertahanan bertindak melindungi rakyat warga dan negaranya," jelasnya.


Tentu ini merupakan kekuatan atau otoritas rakyat yang diberikan Negara, sehingga diperlukan aturan legal formalnya, lembaganya (Badan Partisipasi Warga Negara) dan kelengkapannya seperti alat informasi teknologi. Disinilah otoritas ini diperlukan untuk dimasukkan ke PPHN, terang Yudi Suyuti menjelaskan.


"Dengan adanya kekuatan rakyat secara langsung ini, maka MPR, DPR, DPD, Pemerintah, Mahkamah Agung beserta seluruh insititusi dari tingkat nasional, lokal hingga desa akan bertindak dan bekerja benar-benar untuk kepentingan rakyat dan negara sesuai Pembukaan UUD 45 dan Konstitusi," tandas Yudi.(Niko)




Khatulistiwa News Designed by Templateism.com Copyright © 2014

Gambar tema oleh Bim. Diberdayakan oleh Blogger.