BERITA TERKINI

Konteks Kenegaraan dari Eksistensi Hak Masyarakat Adat

 

Oleh : 


H. Albar Sentosa Subari ( Ketua Pembina Adat Sumsel ). 

Dan 


Marsal ( Penghulu KUA Kecamatan Muara Enim )


Muara Enim,Khatulistiwa news.com- (28/9)  Tidak terlalu sulit untuk mengatakan bahwa untuk mengakui kenyataan, bahwa sebelum ada entitas politik kerajaan dan republik di dunia ini, sudah lama ada masyarakat hukum adat sebagai komunitas antropologi yang bersifat askriptif dan alami, yang warganya terdiri dari mereka yang merasa mempunyai pertalian darah,dan berdasarkan alasan sejarah merasa berhak untuk mengklaim suatu bidang permukaan bumi sebagai kampung halamannya.

Kerajaan dan republik memang bukan merupakan komunitas antropologi yang bersifat alami, tetapi adalah entitas politik yang tumbuh kemudian, dibentuk dengan sengaja.Demi kegemilangannya entitas entitas politik baru ini memerlukan rakyat dan wilayah yang luas, yang tunduk di bawah kekuasaan nya.

Lahirnya faham nasionalisme serta demokrasi dalam abad ke 18 di Amerika dan Eropa telah menyungkir balik kan argumentasi imperialistik dan kolonialistik yang bersifat sepihak dari kehidupan kenegaraan dan memberikan roh pada kemanusiaan.


Dapatlah dipahami, bahwa argumentasi moral yang lahir dari dua abad lalu ikut melahirkan pergerakan dan perjuangan kemerdekaan bangsa bangsa akhirnya bermuara kepada Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia bulan Desember 1948.

Undang Undang Dasar 1945, mengakui eksistensi dan hak masyarakat adat dimana dikatakan Dalam negara Indonesia terdapat lebih kurang 250 zelbesturende landschappen dan volksgemeenschappen yang mempunyai susunan asli dan karena itu dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa.Maksudnya Negara menghormati dengan mengingati hak asal usul masing masing.

Namun fakta berbicara lain nyatanya berturut-turut pada tahun 1960,1967,1999,2000 dan 2005 lahirlah berbagai undang undang, peraturan pemerintah dan berbagai kebijakan, yang ujungnya secara efektif menegasikan eksistensi dan hak tradisional masyarakat adat yang sejarah nya jauh lebih tua itu.

Dalam era terakhir setelah reperendum UUD 1945, lahir empat klausula yang harus dipenuhi masyarakat adat sebelum dapat memperoleh legal standing untuk membela hak hak nya di depan pengadilan, yaitu 1.Sepanjang masih hidup

2.Sesuai dengan perkembangan zaman dan peradaban.

3.Sesuai dengan prinsip NKRI

4.Diatur dengan undang undang.


Dalam menindak lanjuti pengakuan terhadap masyarakat adat berdasarkan Pasal 18 B ayat 2 dan Pasal 28 I ayat 3 UUD, keluar lah beberapa aturan turunan nya antara lain yaitu

1. Pasal 6 UU 39 tahun 1999 tentang HAM;

2. UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa;

3. Peraturan Pemerintah nomor 72 tahun 2005 tentang Desa;

Yang kesemuanya itu menghendaki bahwa untuk pengakuan dan eksistensi hak masyarakat adat haruslah memenuhi keempat elemen di atas, yang terbentuk dengan peraturan perundang-undangan paling rendah adalah Peraturan Daerah baik propinsi terutama Perda Kabupaten kota serta Peraturan Desa.

Tentu itu bukan pekerjaan mudah karena harus melalui proses panjang mulai dari kajian akademik sampai kepada kemampuan dan kemauan politik badan badan yang terkait.Terlebih pada para tokoh adat yang menjadi pendamping karena diharapkan mereka mengerti seluk beluk daerah dan budaya masing masing.(redaksi)

Khatulistiwa News Designed by Templateism.com Copyright © 2014

Gambar tema oleh Bim. Diberdayakan oleh Blogger.