JAKARTA,Khatulistiwa News (02/02) - Tepat 7 tahun sejak pendiriannya, kantor hukum yang didirikan Denny Indrayana dengan nama Indrayana Centre for Government, Constitution, and Society (INTEGRITY) Law Firm mengadakan rangkaian hari lahir di Hotel Ibis Tamarin, Jakarta. Hari lahir ini mempersembahkan perhelatan Babak Final Debat Hukum INTEGRITY Scholarship tahun 2021. INTEGRITY Scholarship sendiri adalah ajang kompetisi beasiswa melalui tahapan seleksi karya tulis, video presentasi, dan debat yang diselenggarakan tiap tahun yang bertepatan dengan hari lahir INTEGRITY
Setelah lolos babak penyisihan, semifinal, serta berlaga di babak final, akhirnya Alif Fahrul Rahman (UIN Jakarta) keluar sebagai Juara 1 yang akan memegang piala bergilir INTEGRITY Scholarship. Diikuti oleh Deden Rafi Syafiq (Unpad) yang berhasil meraih Juara 2 dan M. Adnan Kasogi (UIN Jakarta) sebagai Juara 3.
Pada partai final, para jawara dinilai langsung oleh pakar hukum dan politik ternama, yaitu Refly Harun, Rocky Gerung, Febri Diansyah, Bivitri Susanti, dan Denny Indrayana. Sebagian besar dari pakar tersebut juga bertindak selaku narasumber dalam INTEGRITY Constitutional Discussion #6.
INTEGRITY Constitutional Discussion kali ini mengulas suatu tema yang selalu hangat diperbincangkan. Tema itu ialah “Selamatkan Pemilihan Presiden 2024: Tolak Presiden Boneka, Tolak Presidential Threshold”. Sebagaimana tercatat dalam registrasi perkara di Mahkamah Konstitusi, sepanjang Januari 2022, telah tercatat 6 permohonan pengujian materiil ketentuan ambang batas pencalonan pasangan Presiden dan Wakil Presiden sebagaimana termaktub pada Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).
Diskusi dibuka oleh Senior Lawyer INTEGRITY Law Firm, Muhamad Raziv Barokah. Ia menerangkan bahwa kekhawatiran yang muncul bila tidak ada ambang batas pencalonan presiden adalah hal yang manipulatif. Sebab, Pasal 6A UUD NRI 1945 berfungsi sebagai jalan keluar untuk menyeleksi paslon dengan raihan suara terbanyak dan masuk pada pemilihan putaran kedua.
Peneliti demokrasi, Rocky Gerung berargumen bahwa Mahkamah Konstitusi tidak sepatutnya hanya bersandar pada dalil open legal policy sebagai pertimbangan untuk menolak permohonan uji materiil ambang batas pencalonan presiden. “Yang saya bayangkan, MK menerapkan prinsip judicial activism sehingga mampu membaca keadilan yang berkembang di masyarakat”, pungkas Rocky.
Febri Diansyah (Managing Partner VISI Law Office) menyinggung dalih legislator yang beredar di pemberitaan, menyatakan bahwa ambang batas pencalonan presiden sebesar 20% kursi DPR semata-mata demi efektivitas pemerintahan. “Dugaan saya, justru alasan efektivitas pemerintahan dibalik PT 20%, adalah alasan yang membajak demokrasi secara substantif”, tutur pria asal Sumbar ini.
Bivitri Susanti (Dosen STHI Jentera) mengulas bahwa penerapan ambang batas pencalonan di Indonesia sangat jarang diterapkan di negara-negara yang menyelenggarakan pemilihan umum, ”Presidential Threshold di negara lain hanya berlaku untuk menentukan syarat pemenang, bukan syarat pencalonan. Prinsipnya, tahapan pencalonan tidak dapat dibatasi karena akan menghilangkan hak warga negara untuk mendapatkan calon berkualitas”, pungkas Bivitri.
Akhir kata, menjelang penutupan hari lahir ke-7 INTEGRITY, Denny menyampaikan terima kasih kepada para juri, narasumber, dan seluruh tamu undangan yang telah berkenan hadir dan turut berpartisipasi. “Mudah-mudahan kita selalu dalam satu langkah, satu irama menegakkan sistem hukum yang berkeadilan di tanah air, termasuk memperjuangkan penihilan syarat pencalonan Presidential Threshold guna menyelamatkan Pemilihan Presiden tahun 2024, tutup Guru Besar Hukum Tata Negara ini.(Niko)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar