BERITA TERKINI

Mengenal Undang Undang Simbur Cahaya


Oleh :

H. Albar S Subari ( Ketua Pembina Adat Sumatera Selatan / Peneliti Hukum Adat Indonesia ) dan

Marsal ( Penghulu Kecamatan Muara Enim / Pemerhati Hukum Adat )

Muara Enim Khatulistiwa News.com.
Undang Undang Simbur Cahaya ( UUSC )cukup dikenal pada masyarakat adat di Sumatera Selatan bahkan Sumatera Bagian Selatan.
Namun masih ada satu masalah yang belum sama persepsinya yaitu apakah itu termasuk makna sebagai suatu " hukum adat,  atau suatu kitab atau termasuk kedalam makna pengertian kompilasi".

Disini kita akan coba bahas satu satu makna diatas sehingga sampai pada kesimpulan, minimal kesimpulan secara teoritis.
1. Makna sebagai Hukum adat. Dalam seminar Hukum Adat dan Pembinaan Hukum Nasional yang diselenggarakan oleh BPHN tahun 1975 di Yogyakarta merumuskan pengertian Hukum Adat adalah " Hukum asli Indonesia yang tidak tertulis / tertuang di dalam bentuk perundang undangan Republik Indonesia dan disana sini mengandung unsur agama".

Dari pengertian di atas dapat kita maknai hukum adat hukum asli, tidak tertulis dan mendapat pengaruh agama.
Asli maksudnya hukum yang hidup ditengah tengah masyarakat yg berlaku disuatu komunitas tertentu dan tentu bersifat dinamis dan plastis, (sesuai dengan kemajuan peradaban).

Dikatakan " kitab" dalam tekhnis yuridis adalah suatu peraturan perundang undangan yang sah dibuat oleh lembaga berwenang (eksekutif dan legislatif). Ini berasal dari bahasa Belanda " WET ". Dari dua argumentasi di atas sudah terjawab sementara dia bukan hukum adat atau sebuah kitab.

Kalau bukan keduanya mungkin masuk di dalam makna sebuah pengertian KOMPILASI.
Sebelum masuk kesana kita samakan dulu apa itu kompilasi. Kata kompilasi sebagaimana di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, cetakan kedua 1988. halaman 413 diartikan kumpulan yang tersusun secara teratur, informasi, karangan karangan dan sebagai nya.
Untuk mengujinya kita akan melihat sejarah dari undang undang simbur cahaya:
Istilah undang undang simbur cahaya pertama kali dikenal sejak tahun antara 1630 - 1642.M. Disaat pemerintahan Ratu Sinuhun. (.kompilasi pertama).
Kompilasi kedua dilakukan oleh kolonel de Brauw atas perintah van den Bosche sekitar tahun 1854.

Dan kompilasi ketiga adalah hasil kesepakatan bersama Pasirah Bond dengan melakukan perubahan perubahan atas pasal dalam UUSC ( ini dapat dibaca secara yuridis surat Residen Palembang Tideman tanggal 14 Januari 1928 no. 627/21).
Selain bukti sejarah tersebut, secara pengalaman teoritis Guru Besar yang mengajar di lima benua yaitu Prof. Dr. H. M. Koesno, SH: dalam testamen tertulis beliau, 21 April 1997 ,saat penulis meminta pendapat beliau saat Dewan Pembinaan Adat Istiadat Sumatera Selatan akan melakukan penyusunan kembali UUSC guna disesuaikan dengan kondisi sekarang terutama dalam bahasa. " Beliau berpendapat bahwa UUSC yang selama ini dikenal dikalangan masyarakat adat " adalah hasil kompilasi " ( masa kesultanan dan masa kolonial).

Sedangkan pada  awal (marga sebagai masyarakat adat yang terikat garis keturunan : genoelogis). Maka itu yang  berlaku adalah HUKUM ADAT .
Dewan Pembinaan Adat Istiadat Sumatera Selatan pada tahun 2002 berhasil menyusun 10 kompilasi adat istiadat di Sumatera Selatan. ( sebelum pemekaran wilayah). Di mana tiap kabupaten dan kota mendapatkan 300 eksemplar buku tersebut.

Khatulistiwa News Designed by Templateism.com Copyright © 2014

Gambar tema oleh Bim. Diberdayakan oleh Blogger.