BERITA TERKINI

Presisi Diuji, Kinerja Polres Bogor Butuh 3 Tahun Untuk Sebuah Kasus Mudah

 



JAKARTA,Khatulistiwanews.com (16/04) - Pada program prioritas 'Presisi Polri' yang didengungkan oleh Kapolri Jenderal Sigit Listyo Prabowo yang di dalamnya berjumlah 16 poin, khususnya pada poin nomor 13 mengenai pemantapan komunikasi publik, dan juga pada Point 5, 10, 11, 13, 16. Menurut Ade Adriansyah,SH, selalu Koordinator Barisan Rakyat Pendukung PRESISI POLRI menilai bahwa sedari hasil gelar perkara dengan nomer perkara LP/B/326/III/2017/JBR/Res Bogor tanggal 2 Maret 2017, dimana dalam gelar perkara tersebut  berkesimpulan masalah perdata bukan pidana. Hal ini mengindikasikan pihak kepolisian khususnya polres Bogor tidak cermat dalam memandang suatu kasus. 


Menurut Ade, akibat ulah dan tindakan oknum penyidik yang menangani perkaranya ditengarai telah mencederai program “Presisi Polri” yang dicetuskan Kapolri Jenderal Sigit Listyo Prabowo. Sesuai dengan konsep transformasi Polri yang ‘Presisi’, Ade selaku perwakilan Masyarakat Pencari Keadilan menyampaikan akan tetap berkomitmen menyuarakan hal ini, demi institusi polri yang dicintai rakyat. 


Duduk perkara, Sebelumnya Ade Ardiansyah telah melaporkan para pelaku tindak pidana penggelapan dan pencurian yang diduga dilakukan oleh EN, WS, dan AH alias Arif seorang rentenir. Laporan ini dilaporkan ke Polres Bogor sekitar bulan Maret 2017 dan Desember 2020. 



Dia melaporkan terjadinya tindak pidana penggelapan sertifikat (SHGB) Nomor 1294 Karang Asem Barat Citeureup, Bogor yang diduga dilakukan oleh eks istrinya, EN. 


Usai vonis Pengadilan Agama Cibinong, Ade dan EN sepakat akan memberikan hak waris berupa tanah dan bangunan rumah Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) Nomor 1294 dengan Surat Ukur tanggal 11-04-2012 diserahkan dan dibaliknamakan menjadi atas nama anak ke-3. 


Namun tanpa sepengetahuan Ade, EN telah menyerahkan dan menjaminkan sertifikat itu kepada WS yang kemudian digadaikan dengan nominal pinjaman senilai Rp250 juta kepada AH. 


"Kok bisa tanah itu menjadi jaminan hutang tanpa terlebih dahulu melakukan pemeriksaan perihal kepemilikannya dan menerima jaminan tanpa sepengetahuan dan persetujuan saya, secara melawan hukum melakukan tindak pidana penadahan sebagaimana diatur dalam Pasal 480 KUHP," terang Ade yang juga berprofesi sebagai advokat.


Dalil hukum, Pada saat melaporkan mantan istri tersebut, Ade menggunakan dalil hukum sebagaimana diatir dalam Pasal 367 ayat (2) KUHP tentang pidana pencurian yang dilakukan oleh sanak atau keluarga dari korban, dalam hal ini istri, disebut pencurian dalam kalangan keluarga. 


Dari uraian di atas kata Ade, bisa disimpulkan bahwa orang tua dari si pelaku berhak mengadukan si istri ke polisi atas tuduhan melakukan pencurian. Meski demikian, si orang tua dapat mencabut kembali pengaduannya tersebut dalam waktu tiga bulan setelah pengaduan itu diajukan.


"Bahwa dalam harta bersama sekalipun atas nama salah satu pihak tidak dapat di jual belikan dan gadai kecuali ada ijin . Ditambah keberadaan surat yang di jual dan gadai diambil dengan sengaja dari kamar tempat menyimpan dan dapat dikategorikan pencurian dalam rumah tangga dan perbuatan menjual dan menggadai dapat di katakan penggelapan dalam rumah tangga. Terlebih ada tiga pihak yang secara aktif terlibat di luar keluarga," paparnya.


Di samping itu, dirinya sempat melakukan kunjungan ke Instansi Kepolisian, baik itu 

mulai dari Pimpinan polri, yakni Kapolri, Kabareskrim, Kadiv propam, Wasisdik , dan Kapolda Metro Jaya serta Jawa barat (Jabar). Yang menurutnya merupakan salah satu 'road show' dukungan Barisan Rakyat Pendukung program Presisi Polri. 


"Kunjungan kunjungan itu adalah salah satu bentuk konkrit peran aktif masyarakat cinta polri dan mendorong beberapa laporan laporan untuk dijadikan laporan," ujar Ade, selaku Koordinator Barisan Rakyat Pendukung PRESISI POLRI, yang juga merupakan salah seorang Aktivis ' 98.


Ade menambahkan persoalan ini merupakan perkara pidana murni dan bukan perkara perdata. “Ke depan, Insya Allah dengan alat bukti kuat, saya bakal ajukan Pra Peradilan atas peristiwa ini. Dan juga saya juga berencana akan mengadukan persoalan ini ke Presiden Republik Indonesia Ir. Joko Widodo dan Kapolri Jenderal Pol Sigit Listyo Prabowo," pungkas Ade.  


Terpisah , kala diwawancarai wartawan via hubungan selular, salah seorang pakar ahli Hukum Pidana  Supardji Ahmad angkat bicara dan memberikan perspektif bahwa terkait perkara hukum yang dilayangkan pemohon tersebut guna Pra Peradilan untuk memperoleh Keadilan dan Kebenaran sebagai upaya memberikan kepastian hukum, keterbukaan dan berkeadilan, jelasnya menegaskan.


Supardji mengatakan pihak pemohon berhak mengajukan Pra Peradilan, ditambah pula gugatan pada pihak yang mengeluarkan SP 3 tersebut, imbuhnya.


Lantaran Sp 3 ini, Akademisi Universitas Al Azhar itu mengatakan bahwa seharusnya penanganan harusnya lebih efektif dan efisien, tandas Supardji.


Masyarakat pencari keadilan harus dilayani dan diayomi sesuai dengan ketentuan hukum berlaku dan fakta yang sebenarnya.Penantian panjang proses hukum harus dijawab dengan tindakan hukum yang akuntabel, rasional dan obyektif, tutupnya.


Demikian isi surat pengaduan yang dituliskan oleh Ade Ardiansyah Utama (AAU) selaku pelapor, yang tersebar via jejaring media sosial dirilis ulang pewarta, :

Kepada YTH Presiden Republik Indonesia cq Kapolri_


Bahwa hasil gelar perkara dengan nomer perkara LP/B/326/III/2017/JBR/Res Bogor tanggal 2 Maret 2017, dimana dalam gelar perkara tersebut  berkesimpulan masalah perdata bukan pidana. Hal ini mengindikasikan pihak kepolisian khususnya polres Bogor tidak cermat dalam memandang suatu kasus. Terbukti selang kurang 3 tahun baru bisa menyimpulkan perkara saya sebagai perkara perdata. Dari segi keadilan saya sebagai korban pelapor  telah diabaikan oleh pihak kepolisian khususnya polres Bogor Maka dengan ini saya meminta Bapak Kapolri sebagai pimpinan tertinggi institusi Polri untuk lebih melakukan pengawasan dan pendalaman terhadap oknum2 polisi yang kurang bertanggung jawab terhadap profesi polisi yang merupakan pelayanan masyarakat. Kami meminta bapak kapolri untuk melakukan supervisi terhadap kasus saya krn khawatir akan menimbulkan preseden buruk bagi masyarakat lain.


Sp2hp menyebutkan tidak ada tindak pidana dan tidak ada pemeriksaan pengembangan dari para terlapor lainnya seperti saudara Romi, saudara Aheng , saudara waris Subandi seperti tertera pada surat sp2hp beberapa tahun lalu .Dan untuk memutuskan tidak terjadi tindak pidana polres Bogor butuh waktu 4 tahun kurang dari 2017 sampai dengan saat ini.


Hormat saya,


Ade Adriansyah, S.H (pelapor)

Kord. Barisan Rakyat Pendukung PRESISI POLRI, Masyarakat Pencari Keadilan, Sahabat Polisi, Aktivis  98 dan mantan sekum HMI (Niko)

Khatulistiwa News Designed by Templateism.com Copyright © 2014

Gambar tema oleh Bim. Diberdayakan oleh Blogger.