BERITA TERKINI

Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat

 


Oleh : 


H. Albar Sentosa Subari ( Ketua Pembina Adat Sumsel ). 

Dan 


Marsal ( Penghulu KUA Kecamatan Muara Enim )


Muara Enim, Khatulistiwa News- (28/11) Rasanya tidak terlalu sulit untuk mengetahui kenyataan bahwa sebelum ada entitas politik kerajaan dan republik di dunia ini, sudah lama ada masyarakat hukum adat sebagai komunitas antropologi yang bersifat askriptif dan alami, yang warganya terdiri dari mereka yang merasa mempunyai pertalian darah, dan berdasarkan alasan sejarah merasa berhak untuk mengklaim suatu bidang permukaan bumi sebagai kampung halamannya.

Prof.Dr.H.Koesnoe ,SH Guru Besar tamu di Belanda mengatakan bahwa Tidak mungkin ada masyarakat hukum adat tanpa menguasai sebidang tanah , karena di situ mereka hidup bercocok tanam dan berkubur saat meninggalkan dunia.

Demi kegemilanganya entitas entitas politik baru memerlukan rakyat yang banyak dan wilayah yang luas, yang harus tunduk tanpa reserve di bawah kedaulatan nya.Kerajaan dan republik tidak mungkin mengajukan argumentasi historis terhadap klaim kekuasaan nya pada masyarakat hukum adat serta kampung halamannya.Klaim itu hampir selalu bernada imperialistik dan kolonialistik, walaupun dikemas dengan argumentasi filsafat, ideologi, hukum atau politik yang muluk muluk.

Argumentasi seperti ini lah yang tercantum dalam Dekrit Tordesilas 1494, dalam doktrin regalia,dan dalam asas Rex nullius, yang di Nusantara diwadahi dalam domain verklaring, seperti tercantum dalam Agrarische Wet 1870.Sejak itu arus sejarah menunjukkan dua kecenderungan pokok yang berkelanjutan. Yaitu dikalahkan nya masyarakat hukum adat ini satu demi satu oleh kerajaan dan republik yang jatuh bangun silih berganti; dan kedua ,dieksploitirnya secara habis habisan sumber daya manusia dan sumber daya alam yang berada di kawasan kampung halaman masyarakat hukum adat,dan yang merupakan bagian menyeluruh dari kultur dan identitas masyarakat hukum adat tersebut.Lahirnya faham nasionalisme serta demokrasi dalam abad ke 18 di Amerika Utara dan di Eropa barat telah menyungkir balik kan argumentasi imperialistik dan kolonialistik yang bersifat sepihak dari kehidupan kenegaraan dan memberikan roh kemanusiaan dan jiwa kerakyatan, bahwa manusia dilahirkan sama dan sederajat, bahwa mereka dianugerahi oleh penciptanya dengan perangkat hak yang tidak dicabut oleh siapapun juga,dan oleh karena itu bahwa pemerintahan terhadap mereka harus berdasarkan persetujuan sukarela.

Dapatlah dipahami, bahwa argumentasi moral yang lahir lebih dari dua abad yang lalu itu bersonasi dengan cepat dengan jeritan hati nurani kemanusiaan dari seluruh bangsa bangsa lain di seluruh dunia,dan ikut mengilhami pergerakan dan perjuangan kemerdekaan Nasional Indonesia terhadap gelombang demi gelombang penjajahan di seluruh Nusantara ini.

Dewasa ini argumentasi moral tersebut bermuara pada arus instrumen internasional hak asasi manusia yang berkembang dan bertambah tidak terputus-putus setelah Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia bulan Desember 1948 itu.Setelah itu ditindaklanjuti dengan berbagai konvensi dan undang undang sebagai hard laws.

Undang Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 yang dihasilkan oleh negarawan Indonesia generasi pertama dengan semangat yang sarat dengan kesadaran sejarah dan moralitas kemanusiaan.Para pendiri negara menyatakan dengan amat jernihnya bahwa: Dalam teritorial negara Indonesia terdapat lebih kurang 250 zelbesturende landschappen dan volksgemeenschappen, seperti desa di Jawa dan Bali,nagari di Minangkabau, dusun dan marga di Palembang dan sebagainya.Daerah daerah itu mempunyai susunan asli,dan oleh karena nya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa.

Negara Indonesia menghormati kedudukan daerah daerah istimewa tersebut dan segala peraturan negara mengenai daerah daerah itu akan mengingati hak asal usul daerah itu.

Namun fakta berbicara lain pada saat negarawan generasi kedua dan generasi ketiga secara bertahap mulai naik ketampuk kekuasaan negara terjadi hal yang berbeda.

Berturut-turut pada tahun 1960,1967,1999,2000 ,2005 dan 2014 lahirlah berbagai undang Undang, peraturan pemerintah dan berbagai kebijakan menteri dan direktur jenderal departemen, yang berujung secara efektif menegasikan eksistensi dan hak masyarakat hukum adat yang klaim sejarah jauh lebih tua itu.Dan seperti dapat diduga, korban demi korban berjatuhan dari kalangan warga masyarakat hukum adat yang terpaksa melakukan protes, perlawanan.

Dalam era para negarawan generasi kedua dan ketiga inilah lahirnya empat klausula yang harus dipenuhi masyarakat hukum adat sebelum dapat memperoleh legal standing untuk dapat membela hak hak nya di depan pengadilan, yaitu: sepanjang masih ada; sesuai dengan perkembangan zaman dan peradaban; sesuai dengan prinsip NKRI dan diatur dengan undang-undang.

Menarik untuk diperhatikan bahwa diantara demikian banyak golongan rentan yang haknya bukan saja harus dilindungi tetapi juga harus dipenuhi oleh negara, hanya terhadap masyarakat hukum adat inilah yang diterapkan demikian banyak persyaratan.

John Bamba (2005) direktur eksekutif institut dayakologi di Pontianak mengatakan bahwa sumber utama yang menyebabkan berbagai persoalan seputar masyarakat hukum adat adalah satu sama lain di belahan manapun di dunia, yaitu hak atas sumber daya alam.Wilayah yang sebelumnya dikuasai dan dikelola oleh komunitas masyarakat hukum adat, kini menjadi wilayah wilayah kekuasaan pihak lain dengan ditetapkan nya peraturan perundang-undangan yang baru.

Dalam banyak kasus, undang Undang yang terbentuk bukan nya memperkuat eksistensi masyarakat hukum adat yang ada,malah merampas hak hak yang mereka miliki sebelumnya.Persoalan ini lah yang menjadi sumber konflik berkepanjangan antara masyarakat hukum adat di belahan dunia dengan pemerintah dan pengusaha.

Mungkin perlu kira bahas satu persatu apa yang menjadi persyaratan masyarakat hukum adat baru mendapat pengakuan negara;


1. Sepanjang masih ada

Secara hipotetik persyaratan yuridis ini lumayan masuk akal,oleh karena adalah mustahil untuk memberikan legal standing kepada masyarakat hukum adat yang tidak ada lagi di dalam kenyataan.Sehubungan dengan itu ada keharusan untuk secara riil mengadakan inventarisasi masyarakat hukum adat ini, untuk mengenal struktur sosial serta kultur dan identitas, lembaga kepemimpinan dan batas batas tanah Ulayat nya.

Klausa sepanjang masih ada ini terkesan dibuat buat,menyimpang dari semangat untuk melindungi masyarakat hukum adat serta hak hak nya, serta memberi peluang manipulasi justru untuk meniadakan masyarakat hukum adat. Prof.ter Haar sebagai geordend  groepen van blijvend karakter tersebut.Tidak akan banyak timbul persoalan hukum jika suatu masyarakat hukum adat memang lenyap karena alami,namun jelas akan timbul berbagai komplikasi konstitusional jika lenyapnya itu merupakan akibat dari kebijakan negara atau pemerintah sendiri, misalnya oleh Undang Undang Nomor 5 tahun 1979.tentang pemerintahan desa; atau oleh pemberian berbagai hak kepada perusahaan swasta seperti hak penguasaan hutan atau hak guna usaha, yang amat sering dilakukan secara sepihak oleh instansi pemerintahan tanpa persetujuan masyarakat hukum adat yang bersangkutan.

B.Sesuai dengan perkembangan zaman dan peradaban.

Tidak sesuai dengan perkembangan zaman dan peradaban bisa diartikan secara semena-mena oleh penyelenggara negara misalnya mereka yang tidak mengakui masyarakat hukum adat yang taraf kehidupan sosial, budaya, ekonomi atau politiknya dinilai sebagai tidak atau belum sesuai dengan perkembangan zaman dan peradaban,baik atas kehendak nya sendiri seperti masyarakat hukum adat Baduy di kabupaten Lebak Provinsi Banten, maupun karena keterpaksaan seperti terlihat pada demikian banyak masyarakat hukum adat di Papua dan provinsi provinsi di pulau Kalimantan.

C.Sesuai Dengan Prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pasal 37 ayat 5 Undang Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 mengatakan dengan tegas bahwa khusus mengenai Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan.Dengan demikian, yang perlu dibahas lebih lanjut adalah bagaimana seyogyanya hubungan antara negara kesatuan republik Indonesia tersebut dengan demikian banyak masyarakat hukum adat nya,atau sebaliknya, antara masyarakat hukum adat dengan negara kesatuan republik Indonesia.Hubungan tersebut bisa berujud top down dimana kebijakan terhadap masyarakat hukum adat ditetapkan secara sepihak,atau secara bottom up dengan memperhatikan sungguh sungguh aspirasi dan kepentingan masyarakat hukum adat sebagai salah satu stakeholder.Mengenai masalah ini pendirian dari pendiri negara amatlah jelas dan tegas, yaitu bahwa negara Republik Indonesia menghormati kedudukan masyarakat hukum adat sebagai daerah daerah istimewa dan segala peraturan negara yang mengenai daerah daerah itu akan mengingati hak asal usul daerah itu.

Sebagai konsekuensi, seluruh Peraturan perundangan undangan atau pasal pasal yang terbukti tidak menghormati hak asal usul masyarakat hukum adat sebagai daerah istimewa,atau malah sudah menyebabkan lenyap nya masyarakat hukum adat, harus dicabut atau dinyatakan batal demi hukum,baik melalui judicial review oleh Mahkamah Agung atau melalui permohonan kepada Mahkamah Konstitusi.

D. Diatur dengan Undang Undang

Masyarakat hukum adat tidak berwenang membentuk undang undang dan karena posisi nya yang sangat rentan dalam berbagai segi juga tidak mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi pembentukan undang-undang.Dengan demikian, maka masyarakat hukum adat tidak dapat memanfaatkan peluang yang terbuka dalam pasal 53 Undang Undang Nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan perundangan undangan, tentang hak masyarakat hukum adat untuk memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penetapan maupun pembahasan rancangan undang-undang dan rancangan peraturan daerah. Oleh karena itu jika pada saat ini tidak ada undang-undang yang secara komprehensif mengatur eksistensi masyarakat hukum adat dan hak hak nya.

Syukur dalam Rencana Legislatif Nasional tahun 2020 telah tercantum agenda pembentukan Rancangan undang-undang masyarakat hukum adat.Namun pengalaman menunjukkan bahwa pembentukan suatu undang undang memerlukan banyak waktu.

Namun untuk menjamin eksistensi masyarakat hukum adat dan hak hak nya dalam waktu dekat, masyarakat hukum adat tidak perlu menunggu keluarnya undang-undang atau diratifikasi nya konvensi ILO.

Masyarakat hukum adat Baduy secara kreatif telah berhasil memperjuangan eksistensi dan hak hak nya seperti hak Ulayat dengan keluarnya Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Lembak Nomor 13 tahun 1990 tentang Pembinaan dan Pengembangan Lembaga Adat Masyarakat Baduy di Kabupaten Daerah Lembak dan Peraturan Daerah Kabupaten Lembak Nomor 32 tahun 2001 tentang Perlindungan Atas Hak Ulayat Masyarakat Baduy.

Preseden ini masih dapat diikuti oleh masyarakat hukum adat dan atau pemerintah daerah kabupaten lainnya.

Khususnya masyarakat hukum adat di Sumatera Selatan hal demikian bisa diujudkan asal setiap komponen yang terkait dapat Bersama sama seiring sejalan.(redaksi)

Khatulistiwa News Designed by Templateism.com Copyright © 2014

Gambar tema oleh Bim. Diberdayakan oleh Blogger.