BERITA TERKINI

Perkembangan Birokrasi Tradisional

 

Oleh : 


H. Albar Sentosa Subari ( Ketua Pembina Adat Sumsel ). 

Dan 


Marsal ( Penghulu KUA Kec Muara Enim )


Muara Enim, Khatulistiwa News- (20/12) Birokrasi tradisional di kerajaan besar di Indonesia berubah secara menarik dalam masa penjajahan.

Sejak abad ke 18 pihak penguasa di Batavia sudah berhubungan dengan birokrasi tradisional itu.

Pejabat birokrasi tradisional ini di Jawa dinamakan kaum priyayi.Dalam proses interaksi antara kaum priyayi dan penguasa Belanda timbul suatu jaringan hubungan khas.Para priyayi yang sebelumnya merupakan alat kekuasaan dari para sultan di keraton berubah menjadi alat perantara dari pihak Belanda. Berdasarkan perjanjian perjanjian yang dibuat sewaktu waktu dalam sepanjang masa abad ke 17 dan ke 18.Ketentuan ketentuan ini kemudian diperluas sampai ke daerah daerah lain di Jawa dan luar Jawa.

Para priyayi harus menjamin agar perdagangan antara Batavia dan daerah pedalaman tetap berjalan dengan lancar. Perdagangan tersebut bersifat monopolistis, maksudnya komoditi yang sebelumnya menjadi monopoli priyayi, seperti peradangan beras,dan lain lain, menjadi monopoli Batavia dengan para priyayi sebagai perantara saja (sama seperti cerita nya di Sumatera Selatan,yang fungsi kepala adat atau pemerintahan tradisional )

Berdasarkan sistem Patton clien para petani merasa dirinya terikat pada individu individu tertentu.Hubungan ini sangat kokoh karena adanya suatu alam kepercayaan dalam masyarakat yang mengikatkan para pengusaha dan rakyat..

Sistem monopoli beras,kerja paksa atau rodi, dilakukan petani berdasarkan kebiasaan kebiasaan yang sudah diberi sanksi oleh sistem budaya (Simbur Cahaya). Belanda hanya memaksa kehendak nya melalui pimpinan tradisional.

Dengan demikian kaum pimpinan tradisional kini hanya menjadi bagian dari birokrasi Hindia Belanda.Mereka tetap menjalankan fungsi sebagai penguasa penguasa tradisional, namun untuk kepentingan asing.

Secara bertahap birokrasi berkaitan dengan sistem pendidikan yang dibangun abad 20. Kebanyakan berasal dari kaum lingkungan bangsawan yang akan menggantikan Kedudukan orang tua mereka sebagai pejabat pemerintah Hindia Belanda.

Menurut pendapat sejarawan,ada tiga macam konsekuensi yang perlu diperhatikan dengan timbulnya golongan baru ini.

Pertama kepegawaian menjadi suatu ambisi (sampai sekarang masih tersisa) yang dominan dalam suatu lapisan masyarakat yang sebelumnya telah menjalankan fungsi fungsi birokrasi.Ini berarti alam pikiran hierarchis (bahwa masyarakat itu bertingkat)dibawa terus dalam perkembangan baru dan situasi baru sejak awal abad ke 20. Kedua, sekali pun ada persamaan persamaan antara pejabat,namun rasialisme tetap dipertahankan, orang asing diatas, pribumi cenderung dibawah.Ketiga, golongan baru dalam masyarakat Indonesia ini cenderung menjauh dari rakyat pada umumnya.( Asal bapak senang).

Faktor kedua dan ketiga tadi akan menjadi pendorong utama dalam golongan yang sadar menimbulkan kaum pergerakan pemuda.(redaksi)

Khatulistiwa News Designed by Templateism.com Copyright © 2014

Gambar tema oleh Bim. Diberdayakan oleh Blogger.