BERITA TERKINI

Pengaturan Masyarakat Hukum Adat dalam Berbagai Peraturan

 


Oleh : 


H. Albar Sentosa Subari ( Ketua Pembina Adat Sumsel ). 

Dan 


Marsal ( Penghulu KUA Kecamatan Muara Enim )


Muara Enim Khatulistiwa news.com )19/10) 1. Sebelum kemerdekaan

Pada masa pemerintahan kolonial, mereka tetap membiarkan masyarakat hukum adat seperti adanya, baik sistem pemerintahan maupun isinya.Terdapat dua undang undang yang mengatur mengenai masyarakat hukum adat antara lain;

a. Inlands Gemente Ordonantie (IGO) Stbl 1938 nomor 681, yaitu mengatur mengenai pemerintahan desa untuk Jawa dan Madura,

b.Inlands Gemente Ordonantie Buitengewesten (IGOB),Stbl 1938 nomor 490 Jo Stbl 1938 nomor 681, tentang pemerintahan desa untuk luar Jawa dan Madura.

2. Pengaturan Masyarakat Hukum Adat Pasca Kemerdekaan

Minimal ada sepuluh peraturan antara lain;

a.Undang Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 (naskah asli) Pasal 18 UUD 45, yang dituangkan dalam penjelasan, bahwa Negara Indonesia terdapat kurang lebih 250  zelbesturende landschappen dan volksgemeenschappen seperti desa di Jawa dan Bali,nagari di Minangkabau, dusun dan marga di Palembang dan sebagainya.

b.UU nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok pokok Agraria, keberadaan masyarakat hukum adat diatur dalam pasal 3,

c.Undang undang nomor 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan desa.

d.Undang undang nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, isinya mengatur tentang otonomi desa ( pasal 1 sub o, dan Pasal 93-111)

e.Undang Undang Dasar 1945 (amendemen). Diatur dalam pasal 18 UUD 45.

f.Undang undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Pengaturan Desa secara lebih rinci diatur dalam Pasal 200_216,desa tidak lagi dibawah kecamatan, tetapi langsung berada dibawah kabupaten/kota.

g.Undang Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, Pasal 67 Ayat 1.

h.Undang undang nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, diatur dalam Pasal 6

i.Undang undang nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang, diatur dalam Pasal 4 Ayat 2

j.Undang undang nomor 5 tahun 1994 tentang Pengesahan Konvensi Internasional mengenai Keanekaragaman Hayati, diatur dalam Pasal 8.

Dari sisi normatif seperti kedudukan masyarakat hukum adat cukup kuat kuat,namun apakah mungkin mereka dapat langsung bertindak untuk mencapai tujuan kemajuan hidup bersama dalam kesatuan masyarakat yang berdiri tegak.Tentu hal itu masih memerlukan perangkat peraturan sehingga mereka bisa menjadi legal standing.

Dalam upaya menegakkan hukum terhadap hak hak masyarakat hukum adat berhak melakukan class action ke Mahkamah Konstitusi jika terjadi pelanggaran hak hak masyarakat hukum adat.Class action ini dilakukan atas nama masyarakat hukum adat dalam hal ini harus mendapat kuasa dari masyarakat hukum adat.Hal ini diatur dalam Pasal 3 Peraturan Mahkamah Konstitusi nomor 06/PMK/2005 tentang pedoman beracara dalam pengujian.

Berdasarkan pasal tersebut, masyarakat hukum adat dapat melakukan atau menguji gugatan ke Mahkamah Konstitusi (Selaku pemohon pengujian undang-undang) selama masyarakat hukum adat tersebut masih hidup, sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Untuk membuktikan apakah masyarakat hukum adat itu masih hidup tentu diatur dalam peraturan yang lain yaitu secara konstitusional diatur dalam Pasal 18 B ayat 2 UUD 45, yang intinya harus ada dasar hukumnya sebagai masyarakat hukum adat dengan dibuat nya Peraturan Daerah Kabupaten/kota.

Usaha inilah yang sedang dirintis oleh Lembaga Pembina Adat Sumatera Selatan yang berkoordinasi dengan lembaga adat kabupaten kota untuk segera membuat Perda Pengakuan dan Perlindungan masyarakat hukum adat.

Dengan adanya Perda Kabupaten kota tersebut tentu di dalam pasal nya akan dimuat ketentuan bahwa Pembinaan Adat Kabupaten/ Kota bisa bertindak mewakili masyarakat hukum adat baik di dalam maupun di luar Pengadilan.(Redaksi)

Khatulistiwa News Designed by Templateism.com Copyright © 2014

Gambar tema oleh Bim. Diberdayakan oleh Blogger.