BERITA TERKINI

Hukum Adat Fakta Pluralisme Hukum Indonesia

 


Oleh :


 H. Albar Sentosa Subari ( Ketua Pembina Adat Sumsel ). 

Dan 


Marsal ( Penghulu KUA Kecamatan Muara Enim )



Muara Enim, Khatulistiwa news.com (18/10) Hukum yang berlaku di Indonesia, baik yang berasal dari hukum Barat, Hukum Islam, hingga Hukum Adat menggambarkan secara nyata keragaman hukum yang berlaku di Indonesia.

Hukum Adat pun beragam karena hukum dipengaruhi oleh kondisi budaya setempat.Pengertian Pluralisme hukum dianggap sebagai sebuah keadaan dimana dua atau lebih sistem hukum yang berlaku dalam lapangan sosial yang sama.( Sally Engle Merry, dalam Hendra N,2010).

Keberadaan hukum adat sebagai salah satu komponen hukum nasional keberadaan nya masih bersifat inferior bagi hukum negara.Hal ini nampak secara nyata dalam pengakuan atas hak hak tradisional misal nya tentang hak Ulayat, desakan pembangunan ekonomi yang mengejar angka angka pertumbuhan ekonomi acap kali mengorbankan kepentingan masyarakat adat.

Hak Ulayat masyarakat adat diartikan sebagai serangkaian wewenang dan kewajiban suatu masyarakat adat yang berhubungan dengan tanah yang terletak dalam lingkungan wilayahnya yang merupakan pendukung utama kehidupan dan penghidupan masyarakat yang bersangkutan sepanjang masa.

Pluralisme hukum yang lemah yang memandang hukum adat sebagai inferior dari keberadaan hukum negara dapat dilihat dalam Pasal 3 Undang Undang Pokok Agraria yang mengatakan: Dengan mengingat ketentuan ketentuan Pasal 1 dan 2, pelaksanaan hak Ulayat dan hak hak yang serupa dengan itu dari masyarakat masyarakat hukum adat, sepanjang kenyataan nya masih ada,harus sedemikian rupa, sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan negara yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan Undang Undang dan Peraturan perundangan lain yang lebih tinggi.

Pengakuan hak Ulayat sebagai hukum adat dalam bentuk konteks hukum negara harus memenuhi dua syarat.Pertama eksistensi hak Ulayat, kedua pelaksanaan hak Ulayat.

Eksistensi hak Ulayat diakui bilamana menurut kenyataan masih hidup, jika masih ada hukum negara akan melihat bahwa dalam pelaksanaan nya tidak boleh bertentangan dengan Undang Undang dan Peraturan perundangan lain.

Kalimat terakhir juga menunjukkan bahwa keberadaan hukum adat akan merupakan hukum yang rendah apabila dibandingkan dengan hukum negara.Pasal 3 Undang Undang Nomor 5 tahun 1960  tampak nya juga menimbulkan dualisme hukum, pada satu sisi hak Ulayat diakui keberadaannya oleh hukum negara, tetapi pada sisi lain yaitu Sisi Pelaksanaan hak Ulayat, maka hak Ulayat dibatasi.Selain itu pula terdapat kalimat" ... Sepanjang kenyataan masih ada...",hal ini menampakkan pemahaman bahwa masyarakat hukum adat dengan haknya akan mengalami kepunahan.

Kepunahan masyarakat hukum adat perlu dikaji secara empiris, apakah masyarakat hukum adat dengan segala budaya beserta aturan hukum adatnya mengalami kepunahan.Penulis berpendapat bahwa hukum adat mengalami proses perubahan secara evolusi mengingat bahwa hukum adat akan mengalami proses penyesuaian dengan perubahan dinamika zaman, akan tetapi tidak menghilangkan sama sekali hukum adat itu.

Prof.MM.Djojodiguno,SH, guru besar hukum adat universitas Gadjah Mada mengatakan dalam bukunya Re Orientasi Hukum serta bukunya Menyerdra Hukum'adat, bahwa hukum adat itu sifatnya Statis sekaligus Dinamis.Statis artinya tetap pada posisi sentral, istilah Ki Hajar Dewantara adalah Sentralistik, Kontinyu istik dan Konvergensi, Prof.Iman Sudijat,SH menyebut Sebagai ciri kedinamisan dari hukum adat.

Lebih kongkrit lagi Prof.Dr.Soeripto ,SH mengatakan hukum adat sebagai sumber pengenal dari nilai nilai Pancasila.

Sehingga kalau kita analogikan bahwa hukum adat inklusif didalam masyarakat hukum tidak akan punah seperti keberadaan Pancasila dalam kehidupan masyarakat Indonesia sehari hari.

Bahkan hukum adat menjadi salah satu penopang adanya Sumpah Pemuda 28 Oktober 28.(redaksi)

Khatulistiwa News Designed by Templateism.com Copyright © 2014

Gambar tema oleh Bim. Diberdayakan oleh Blogger.