BERITA TERKINI

Psikolog Lita Gading: Cegah Dampak Psikologis Physical Distancing 'Stay Positif, Happy & Healthy





JAKARTA KN,-  Informasi seputar yang berkembang di media massa semarak akhir akhir ini bahas terkait Covid 19, baik di media sosial, status pribadi (instagram, watsap, tik tok, dsb) bahkan ada yang benar maupun tak benar (hoax). Coronavirus yang dikenal sebutan Covid - 19 itu di seputaran media Internasional, sebutlah, New York Times pun sempat memuat tulisan Mike Wallace, berjudul 'How New York Survived the Great Pandemic of 1918'.

Penulis buku berjudul 'Greater Gotham: A History of New York City From 1898 to 1919,' mengadopsi artikel yang menggambarkan situasi kota New York saat dihantam influensa dikenal sebutan 'Spanish Flu' yang menelan hampir puluhan juta jiwa untuk seantero dunia selama lebih kurang 2 tahun lamanya, periode 1918 hingga 1920 an seabad yang lalu. Diawali, kontaminasi virus pada Agustus tahun 1918, armada Norwegia 'Bergensfjord'. Kala itu sebanyak 10 penumpang sakit dan 3 meninggal dunia di lautan lepas.



Dilanjutkan, penderita yang terpapar dihantarkan ke Brooklyn’s Norwegian Hospital, lalu pada 15 September kematian awal yang tercatat dalam sejarah manusia dengan sebutan 'the Spanish influenza' yang mewabah ke belahan dunia lainnya. Tentunya, argumen dan persepsi nya tentu menduga ini merupakan siklus alamiah yang kala itu tercemar influenza pasca dibawa armada perang itu awalnya.

Berbeda lagi ceritanya, sinopsis film berdurasi 1 jam 45 menit berjudul 'cotagion' dirilis tahun 2011 pun sempat bikin heboh penggemar cerita sains fiksi padahal dalam sejarah umat manusia virus SARS terjadi di tahun 2013 lalu, bahkan kini pandemik korona, desember 2019.


Tak pelak, informasi berseliweran di
medsos terlebih kebenaran informasinya diragukan, diperkirakan mampu menimbulkan dampak ketakutan, perasaan tertekan, stres dan cemas terutama mengenai virus Corona seperti saat ini. Bahkan, curiga berdekatan dengan terduga penderita ataupun ODP (Orang Dalam Pemantauan) maupun PDP (Pasien Dalam Pengawasan) bakal menular terhadap dirinya.

"Sah sah saja, tiap individu mencari informasi. Namun, sebaiknya di cross check kembali kebenarannya, dan bangun narasi positif," Demikian kata Lita Gading, Psikolog.

Psikolog, Lita Gading M.Soc.Sc, M.Psi pun menerangkan pemberitaan simpang siur atau kurang tepat, dapat memicu stres yang mempengaruhi hormon stres. Hingga bisa menyebabkan sistem imun menurun dan rentan tertular Covid-19.

"Lain lagi, bagi penderita, dampak psikologisnya bisa berupa perasaan tertekan, stres, cemas saat didiagnosis positif Covid-19. Penderita bisa merasa cemas atau khawatir secara berlebihan," ujar Lita.

"Privasi atau identitas si penderita bocor ke ranah publik, acapkali berdampak dikucilkan dari lingkungan sekitarnya. Akhirnya, penderitapun berbohong akan kondisi nya," imbuhnya.

Lita pun menerangkan bahwa memang, barang tentu waspada itu wajar. ga perlu juga berlebihan, lalu membuat kita tidak rasional memandang suatu masalah. Dan memukul rata bahwa semua yang ada adalah wabah Corona. Itu 'lebay' namanya, katanya lagi.

Lanjut psikolog cantik yang setinggi semampai itu pun menambahkan, coba tengok saja mendadak viral sejak himbauan Pemerintah agar 'Physical Distancing' pada masyarakat Indonesia. Ditambah, semenjak diberlakukan kerja dari rumah, belajar dari rumah dan beribadah dari rumah. Sontak, membuat banyak orang berkerumun di suatu tempat menjadi sangat terbatas, ujarnya.

"Jadi kok lucu yach ? Padahal physical distancing sendiri berarti menjaga jarak secara fisik dengan orang lain untuk melindungi diri dari potensi penularan covid-19 loh," kemukanya.

Pertama kali dalam sejarah, dirinya mengemukakan ada istilah baru dikenal "bersatu kita sakit - berpisah kita sehat” atau “dari pada di rumah sakit, apalagi di rumah duka, mendingan di rumah aja”, Kemukanya tersenyum simpul.

Oleh karena itu, imbuhnya menganjurkan keputusan di rumah saja malah menjadi hal terbaik untuk memutus mata rantai penyebaran covid-19.

"Namun dibalik viralnya hastag #dirumahaja, banyak juga masyarakat yang mulai mengeluhkan keterbatasannya dalam beraktivitas, seperti mulai merasa bosan karena sehari-hari berada di rumah atau merasa rindu karena kehilangan waktu untuk bertemu teman serta kerabatnya," papar Lita, yang memiliki profesi selaku konsultan perusahaan baik Nasional maupun Internasional dalam kesehariannya itu.

Sembari dirinya memberikan contoh kini masyarakat Indonesia sekonyong mulai mencari cara tetap berinteraksi satu sama lain menggunakan aplikasi aplikasi online seperti zoom, whatsapp, meet google, skype, facebook, dan aplikasi-aplikasi lainnya.

"Penatnya, situasi ini himbauan physical distancing serasa masih belum jelas batas waktunya. Mengingat penderita covid-19 di Indonesia jumlahnya masih terus bertambah," tukasnya.

Lantaran hal itu, Lita berkata sebenarnya interaksi antar pribadi, secara tidak langsung seyogyanga mampu mempengaruhi afek (perasaan atau emosi). Sama halnya di kala seseorang terbiasa beraktivitas di luar rumah, banyak kesibukan, berinteraksi dengan banyak orang , malah tiba-tiba harus menjalani physical distancing dengan berdiam diri di rumah atau menjaga jarak saat bertemu dengan orang lain.

Lantaran itu, barang tentu mempengaruhi efeknya dan timbulah rasa bosan, rasa rindu, rasa bingung atau rasa cemas. Hal ini merupakan reaksi yang bisa terjadi kala terbatasnya interaksi antar pribadi yang tak lain dikarenakan sebagian besar dari kehidupan manusia dihabiskan bersama sanak saudara dan kerabatnya selaku makhluk sosial.

Berikut dibawah ini beberapa tips ringan dan sederhana dapat dilakukan di rumah supaya reaksi emosi lebih positif selama masa 'physical distancing' menurut pemikiran Psikolog Lita, yaitu antara lain, sebagai berikut ;
1.    Beribadah
2.   Berolah raga
3.   Meditasi/Yoga
4.   Memasak
5.    Membaca buku
6.    Bermain musik
7.    Mendengarkan musik atau berkaraoke
8.   Mengerjakan tugas-tugas kantor/sekolah
9.    Belajar online
10.  Sharing dengan anggota keluarga
11. Chatting atau video call
12. Menonton tayangan-tayangan yang positif dan menghibur
13. Merawat tanaman
14. Membuat tulisan/artikel ringan
15. Merawat hewan perliharaan
16. Membersihkan rumah
17. Tidur/Istirahat cukup
18. Games online
19. Dan lain-lain

Begitu besar dampak yang terjadi akibat covid-19 bagi kelangsungan hidup manusia, khususnya bagi kesehatan, ekonomi dan sosial."Maka, jangan sampai semakin besar, segera putuskan mata rantainya. Agar semua bisa kembali hidup normal," ujarnya.

"Sisipkan kejadian ini setiap hari dalam doa-doa kita. Dukung Pemerintah, Tenaga Medis, Aparat dan Stakeholder lainnya untuk segera memulihkan kondisi ini. Adalah baik bila kita dapat berkontribusi lebih dengan berdonasi atau menjadi relawan, tapi ada hal paling sederhana yang kita semua bisa lakukan yaitu #dirumahaja ," tutup Lita memungkas.(

Khatulistiwa News Designed by Templateism.com Copyright © 2014

Gambar tema oleh Bim. Diberdayakan oleh Blogger.