BERITA TERKINI

Pelestarian Nilai nilai Budaya Marga

 

Oleh :


 H. Albar Sentosa Subari ( Ketua Pembina Adat Sumsel ). 

Dan 


Marsal ( Penghulu KUA Kecamatan Muara Enim )


Muara Enim,Khatulistiwa News- (25/01) Membaca Usulan Rencana Peraturan Daerah inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Selatan tahun usulan 2021. Berjudul Ranperda Tentang Pelestarian Nilai nilai Budaya Marga Dalam Masyarakat.

Judul di atas kalau kita kelompok maka minimal akan terdapat tiga kata kunci, agar kita dapat memaknai dengan benar.

Yaitu pertama kata Pelestarian, kedua kata Nilai nilai Budaya dan ketiga kata Marga.

Pelestarian berasal dari kata Dasar nya bermakna tidak berubah.

Pelestarian perlindungan dari kemusnahan ( kita harus selalu menjaga) lihat KBBI,1988: 520).

Nilai nilai berarti konsep abstrak mengenai masalah dasar (ibid,h.615). Budaya pikiran: akal Budi: hasil (ibid,h.130).

Kalau dimaknai secara bebas adalah Menjaga hasil budaya yang bernilai abstrak agar tidak hilang.

Sedangkan kita MARGA, dalam konteks ini perlu diluruskan, karena kontek marga bisa dalam arti bentuk pemerintahan yang sudah dihapuskan oleh peraturan perundang-undangan. 

Dan Marga sebagai satu kesatuan masyarakat hukum adat di Sumatera Selatan. 

Marga dalam arti kesatuan masyarakat hukum adat itupun musti diterjemahkan kedalam arti masyarakat hukum adat berdasarkan atas dasar teritorial/wilayah (baca buatan sultan Palembang dan dilanjutkan oleh kolonial Belanda terakhir dengan IGOB, yang sudah dicabut oleh UU no 5 tahun 79 Jo Kemendagri nomor 11 tahun 1984 jus Surat Keputusan Gubernur Sumatera Selatan nomor 142/KPTS/III/1983. Atau makna Marga yang terbentuk berdasarkan garis keturunan (geneologis) bentuk asli masyarakat hukum adat yang ada di Sumatera Selatan. ( Atau istilah Van Royen yang dikutip oleh Prof.Amrah Muslim dengan istilah marga tahap awal)

Marga tahap awal ini dipimpin oleh tua tua/ Jurai/Ki pati masing-masing komunitas mulai dari bersifat sederhana sampai masuknya pengaruh luar.

Kembali ke fokus pembahasan diatas, saya / kami berkeyakinan bahwa yang dimaksud kan oleh badan legislatif di atas adalah pelestarian nilai nilai budaya dalam masyarakat hukum adat yang berdasarkan geneologis/keturunan. Bukan bermakna marga yang lain.

Kalau dikaji secara ilmiah bahwa yang mempunyai budaya itu adalah kesatuan masyarakat hukum adat yang memiliki kesamaan geneologis, bukan teritorial. Kalau mau memakai bahasa para antropolog adalah ETNIS. (Marga dalam makna etnis).

Dihubungkan dengan arti pelestarian sebagai mana kita kutip di atas,maka yang berperan sebagai subjek yang melestarikan nilai-nilai budaya adalah mereka sendiri sebagai pendukung budaya dimaksudkan. Bukan orang luar ataupun kelompok kelompok formal.

Karena kita ketahui bahwa budaya itu berkembang tiada henti sesuai dengan kebutuhan dan keinginan dari tingkat peradaban masing masing.

Ki Hadjar Dewantara merumuskan bahwa budaya itu adalah hasil dari Budi dan Daya masyarakat sehingga dinamis.

Prof. Koentjaraningrat dalam bukunya Metodologi Antropologi, mengatakan bahwa kebudayaan itu adalah hasil cipta,karsa,dan rasa manusia.

Maka kesimpulan nya bahwa untuk pelestarian nilai nilai budaya marga dalam masyarakat adalah masyarakat itu sendiri yang menggunakan budaya tersebut.

Sehingga untuk melestarikan selama mereka sendiri mau mempertahankan nya,maka Eksistensi Masyarakat Hukum Adat itu dulu yang perlu dikuatkan. Antara lain dalam wilayah nasional perlu adanya Undang-undang Perlindungan Masyarakat Hukum Adat, ditingkat Provinsi dan Kabupaten/kota perlu Peraturan Daerah tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat.

Hal itu sudah Ketua Pembina Adat Sumatera Selatan baik secara tertulis dalam bentuk artikel, terakhir disampaikan saat pertemuan tanggal 24 Januari 22, saat kunjungan pimpinan dan anggota Prolegnas RUU Prioritas 22, di Gedung Binapraja Pemda provinsi Sumatera Selatan, tanggal 24 Januari 22. (redaksi)

Khatulistiwa News Designed by Templateism.com Copyright © 2014

Gambar tema oleh Bim. Diberdayakan oleh Blogger.