BERITA TERKINI

Perkara Dugaan KDRT di Minahasa Utara, Jaksa Keluarkan Penghentian Tuntutan Atas Tersangka

 



JAKARTA,Khatulistiwa News-  (25/01) - Kapuspenkum Kejaksaan Agung RI, Leonard Eben Ezer Simanjuntak S.H, M.H, menyampaikan, Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda (Oharda), Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Gerry Yasid, S.H., M.H. telah mendapat delegasi dari Jampidum melakukan ekspos dan menyetujui Permohonan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif Perkara Tindak Pidana Tersangka (TSK) CHENDY SERGIO KANDOUW yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) UU RI No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT). 


Leonard Eben Ezer Simanjuntak menjelaskan perihal kasus tersebut di atas singkatnya, Tersangka CHENDY SERGIO KANDOW telah melakukan perbuatan Penganiayaan dalam Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) terhadap istri korban yaitu saksi FELNY MARICY TENE pada hari Minggu tanggal 14 November 2021 sekitar pukul 22.00 WITA 


Diawali cekcok mulut antara saksi korban FELNY MARICY TENE dengan Tersangka CHENDY SERGIO KANDOUW (suami saksi korban) untuk menjaga anak mereka. 


" Saksi korban, baru selesai bekerja dan merasa Ielah. TSK ingin mengantar anak tersebut ke orangtua, maksud untuk menjaga anak mereka. Sehingga tersangka emosi lalu memukul kepala saksi korban menggunakan tangan kanannya berulang kali sambil menggendong anak tersebut," ujar Leo


Setelah Tersangka melepaskan anak dari gendongannya, kemudian merangkul Ieher saksi korban dengan kuat sehingga saksi korban merasa sakit di leher.


" Tersangka memukul saksi korban berulang kali dengan tangan kiri yang dalam keadaan terkepal mengena pada bibir sehingga bengkak serta mata kiri saksi korban bengkak kebiruan setelah itu saksi JESEN EZRA WAWORUNTU datang dan melepaskan tersangka yang sedang merangkul Ieher saksi korban dengan kuat, dan akibat perbuatan Tersangka mengakibatkan Saksi korban FELNY MARICY TENE merasa kesakitan dan mengalami luka-luka akibat benda Tumpul berdasarkan Visum e1 Repertum," jelas Kapuspenkum.


Adapun alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain: 

1. Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana/belum pernah dihukum 


2. Pasal yang disangkakan tindak pidananya diancam pidana paling lama 5 (lima) tahun; 


3. Telah ada kesepakatan perdamaian antara tersangka dengan korban pada tanggal 10 Januari 2022 (RJ-7); 


4. Tahap II dilaksanakan pada tanggal 18 Januari 2022 dihitung kalender 14 (empat belas) harinya berakhir pada tanggal 31 Januari 2022. 


5. Masyarakat merespon positif. 


" Kepala Kejaksaan Negeri Minahasa Utara selanjutnya akan menerbitkan Sura‘ Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. betdasarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif," papar Leo, sapaan akrab Kapuspenkum Kejagung RI.


Sebelum diberikan SKP2, Tersangka telah di lakukan perdamaian oleh Kepala Kejaksaan Negeri tersebut baik terhadap korban, keluarga korban, yang disaksikan oleh Tokoh Masyarakat maupun dari penyidik Kepolisian.(Niko)

Khatulistiwa News Designed by Templateism.com Copyright © 2014

Gambar tema oleh Bim. Diberdayakan oleh Blogger.